SCENARIO:

01. INT – Di dalam ruangan rapat – Siang.

Sancaka dan Iskandar, sedang presentasi hasil Project Ion Genesis kepada para Investor. Mereka tampak muram karena project yang Mereka kerjakan belum selesai.

Sancaka : (Duduk di atas kursi roda, berbicara tenang)

“...setelah beberapa menit Serum Ion Genesis diinjeksika maka akan muncul yang kami namakan Evo-Cell. Cirinya adalah pembesaran Nukleus dan meningkatnya jumlah mitokondiria, berlipat ganda. Sel Evolusi inilah yang nantinya mampu melakukan Hyper Regenerasi dan rekonstruksi kerusakan sel dan jaringan. Menyesuaikan bentuk ideal cetak biru pada DNA...”

Zainal :

“Teory itu sudah Kalian sampaikan 2 tahun lalu. Saya sudah hapal betul itu. Hari ini, tujuan Kita berkumpul kan Kalian mau menyampaikan hasilnya?”

Sancaka : (Gugup)

“Kalau itu, seperi yang bapak lihat pada rekaman Video sebelumnya. Dengan Serum Ion Genesis, Kami sudah berhasil menumbuhkan kembali ekor tikus yang putus. Itu tikus Pak, bukan cicak. Dari situ membuktikan bahwa Serum ini memang berhasil, sesuai target fungsinya. Cuman..

Cokro Wibowo : (menggebrak meja sambil marah – memotong penjelasan sancaka)

“Kami mendanai Kalian jutaan dolar bukan untuk membuat obat tikus Mas! Tapi obat untuk Manusia! Kenapa ga Kamu tumbuhkan saja Kakimu yang buntung itu dengan Serummu? Apaan Tikus? Ga bisa!”

Sancaka : (Bicara gugup sambil memendam sakit hati)

Maaf. Untuk Ujicoba pada Manusia, masih butuh waktu untuk riset dan uji klinis Pak. Kami butuh waktu lagi.”


Cokro Wibowo : (Marah)

“Maafmu buat Tuhan saja! Saya butuh hasil! Waktu yang Kami berikan buat Kalian sudah banyak! Pendanaan Kalian juga segunung! Mau sampai selangit? Saya tidak Bodoh!

Iskandar : (tampak tenang – melangkah mendekati Investor)

“Tunggu Pak. Tolong dengan kepala dingin dulu. Pada dasarnya Serum Kami ini sudah berhasil loh Pak. Ini hanya masalah waktu. Sidit waktu lagi Pak. Sedikit saja.

Zainal :

“Ini masalah uang Is. Sekali lagi Saya bilang, 3 juta USD itu Uang, bukan daun. Itu tidak sedikit! 2 tahun dengan uang sebanyak itu, pasti sudah Saya lipat gandakan! Tidak justru lenyap dengan project omong kosong kalian itu!

Iskandar : (dengan wajah percaha diri dan meyakinkan)

Tolong dengarkan Saya baik - baik Pak, pikir lagi. Dana sudah menggunung lalu saat project sudah di ujung pintu keberhasilan, Bapak menutup project ini? Uang Bapak sekalian tidak akan kembali dan Saya yakin dengan ini, mampu merayu Investor lain untuk melanjutkan Project ini. Sekali lagi Saya bilang, ini tinggal sejengkal lagi Pak. Sedikit waktu dan sokongan dana lagi lalu keajaiban medis yang Saya dan Anda semua impikan akan jadi nyata.

Ketiga Investor berbisik, berdiskusi pelan...

Cokro Wibowo : (berbicara dengan tenang)

Semoga saja saya tidak bodoh. Tiga bulan lagi! Kamu eksperiment Ujicoba dan Saya tidak mau Kamu menumbuhkan ekor tikus. Tumbuhkan Kaki temanmu itu!”

Iskandar :

“Satu tahun Pak. Itu masih terlalu mepet.”

Zainal :

“Tiga bulan atau tidak sama sekali!”

Iskandar :

“Coba dipertimbangkan Pak. Karena..”

Zainal : (memotong bicara Iskandar)

“Kamu boleh percaya diri. Tapi begitu Kami kecewa dengan Kalian, Saya yakin orang lain tidak akan termakan omonganmu, Bocah?

Para Investor berdiri dari kursinya.

Iskandar : (panic)

Baik Pak! OK! Tiga bulan lagi!”

Zainal :

Apa?

Iskandar :

Teman Saya akan bisa berlari!”

Zainal : (bicara tanpa menoleh)

OK, Bagus! Saya nantikan itu.”

Para Invertor pergi meninggalkan ruangan.

02. INT – Di dalam Ruang rapat – Siang hari (sesaat setelah presentasi).

Sancaka dan Iskandar saling debat.

Sancaka : (marah sambil melempar tumpukan kertas ke muka Iskandar)

“Brengsek Kamu!”

Iskandar : (terkejut)

“Ada apa ini! Ada apa denganmu Bro?!”

Sancaka : (marah)

“Apa masalahku? Seenaknya menyetujui Aku menjadi kelinci percobaan, tanya apa masalahnya?”

Iskanndar : (Mendekati sancaka, berusaha menenangkan)

“Maaf. Aku harus menyelamatkan project Kita. Itu pilihan sulit.”

Sancaka : (Marah)

“Dengan menyuruhku menelan serum itu lalu mati seperti tikus – tikus kemarin? Aku merasa seperti korban ambisimu”

Iskandar : (Emosi – suaranya meninggi)

“Siapa yang pertama mendatangiku dengan proposal riset dan merayuku untuk mencari investor? Siapa yang tersedu – sedu sambil mengelus - elus kakinya? Harta almarhum Bapakku juga habis untuk mendanai semua ini! Andai Kamu tidak merasa abnormal dan andai Aku bukan sahabatmu, mungkin Kita tidak terjebak di sini!

Sancaka terdiam lalu Dia pergi menuju pintu tanpa berucap kata.

Iskandar : (Tenang kembali sambil mengejar dan meyakinkan Sancaka)

“Caka tolonglah. Tolong tiga bulan lagi. Ayo Kita berusaha untuk terakhir kalinya. Kalau Serumnya masih gagal, Kita bisa cancel Eksperimennya. Gampangkan? Ga perlu takut minim racun. Jadi tolong jangan pergi, ayo berjuang sekali lagi.

Sancaka tidak menggubris Iskandar. Dia pergi meninggalkan ruangan.

Iskandar : (Marah, Kalut dan kecewa pada Sancaka)

“Brengsek Kamu Caka! Brengsek!”

Iskandar terduduk lemas penuh kecewa.

03. EXT – Di depan pagar Rumah Sancaka – Malam

Sancaka keluar dari Taxi dengan kepayahan. Sopir Taxi membantunya berpindah ke kursi roda. Kemudia Taxi pergi meninggalkannya. Sancaka pergi ke rumahnya tapi ternyata di teras Rumah, Minarti berdiri menyambut.

04. EXT – Di teras Rumah Sancaka – Malam

Sancaka masih terduduk di kursi rodanya. Minarti duduk di sebelahnya.

Sancaka : (melirik Minarti)

Tadi Kamu lama menunggu?”

Minarti :

“Tidak. Saya baru saja tiba sesaat sebelum Mas datang. Mas bagaimana?”

Sancaka :

“Apanya?”

Minarti :

masih sibuk dengan Projeck Mas bersama Mas Iskandar?”

Sancaka : (memandang kosong)

Entahlah. Hari ini semua jadi kacau. Begitu juga dengannya.

Minarti : (melihat pada Sancaka)

“Lagi bertengkar dengan Mas Iskandar?”

Sancaka :

“Seperinya begitu

Minarti :

Itu kan sudah biasa? Kalian memiliki watak yang berlawanan tapi bisa bersahabat sangat dekat. Seperti sudara kandung bahkan. Saya yakin, masalah sebesar apapun pada akhirnya Kalian pasti akan berbaikan juga.”

Sancaka :

“Lihat sajalah nanti.”



Minarti :

“Mas Iskandar itu sebenarnya sangat perduli sama Mas. Apa lagi sejak musibah itu. Dia tak pernah pergi. Tak henti – hentinya memberi Mas semangat, Apapun caranya.”

Sancaka terdiam sebentar.

Sancaka :

“Oiya, kapan Kamu datang dari Jogja? Gimana kabar Bapak? Sudah sehat?”

Minarti :

“Saya kemaren datang. Bapak sudah lumayan sehat. Dokter bilang Bapak hanya kecapean dan banyak pikiran.”

Sancaka :

“Syukurlah kalau begitu.”

Minarti : (Menghela nafas)

“Waktu Saya di Jogja, Bapak bilang, berniat menjodohkan Saya. Tapi Saya menolaknya.”

Sancaka :

“Kenapa Kamu tolak?”

Minarti : (dengan nada sedikit meninggi)

“Apa Saya harus menjawab pertanyaan itu?”

Sancaka diam sejenak.

Sancaka : (Sedikit bingung dan menghela napas)

“Apa yang Kamu harapkan dari Saya Yang seperti ini? Saya rela kalau Kamu pergi. Saya ini cacat, tidak akan mungkin bisa membahagiakanmu.



Minarti : (Nada suaranya agak meninggi)

Bukankah sudah sering Saya bilang, andai Mas bisa belajar menerima keadaan. Belajar menerima takdir. Mungkin Kita bisa seperti dulu lagi.”

Sancaka terdiam.

Minarti : (sedikit sedih)

Tolong Mas jangan berusaha mengusir Saya lagi. Saya menunggu atas keinginan Saya sendiri.”

Mereka diam sejenak kemudian Minarti beranjak dari tempak duduknya.

Minarti :

“Ya sudah, Saya laga tau Mas baik saja. Saya pamit pulang.”

Minarti pergi meninggalkan Sancaka yang terdiam di teras rumahnya. Dia tak menengok sedikitpun sampai menghilang dari pandangan.

05. INT - Di dalam Ruang Laboratorium – Siang (Esok hari)

Iskandar sibuk di depan monitor computer. Tampak sesekali Dia frustasi dan memukul Keyboardnya. Tiba – tiba Sancaka memasuki pintu ruangan. Iskandar melihatnya dan tampak senang melihat kedatangannya.

Iskandar : (senang)

“Lama sekali Kamu datang Mas?”

Sancaka menuju meja penuh tabung kimia dan sebuah microscope. Dia diam tak menghiraukan Iskandar lalu melai bekerja.

Iskandar :

“Maaf atas omonganku kemaren. Tidak sepantasnya Aku berkata demikian.”

Sancaka :

“Sudah diam. Ayo bekerja. Waktu Kita sempit.”

Iskandar : (senang)

“OK.”

MONTAGE :

1. Sancaka bekerja dengan mikroskop dan tabung – tabung kimianya sedang Iskandar kembali memainkan komputernya.

2. Beberapa orang staff lala lalang membangun dan mempersiapkan peralatan eksperimen. Kabel – kabel menjulur bertebaran.

3. Sancaka dan Iskandar menata beberapa kotak kaca berisi tikus eksperimen.

4. Sancaka dan Iskandar sedang bersantai sambil menyeruput kopi. Mereka melihat senang pada sebuah kotak kaca brisi tikus putih. Di kotak kaca tertempel tulisan “Days 54”

END OF MONTAGE

06. INT - Di dalam Ruang Laboratorium - Siang (Beberapa hari berikutnya).

Iskandar memasuki ruang Eksperimen bersama para Investor. Dia tampak berbincang – bincang dengan Mereka.

Iskandar : (tenang dan percaya diri)

“Selamat datang di ruang Eksperimen. Ini laboratorium yang sederhana tapi cukup untuk project kita hari ini. Dan sesuai janji Saya, hari ini akan dilakukan Ujicoba Serum Ion Genesis. Rekan Saya, Sancaka, akan menjadi object Ujicoba pada eksperimen ini. Setelah semua selesai, Dia akan berlari di depan anda.”

Iskandar berbalik, memandang kesibukan para staff di hadapannya sebentar. Lalu beralih pandang pada Sancaka yang berada di dalam kotak kaca, sambil memberikan jempolnya. Di badan Sancaka dipenuhi banyak kabel – kabel detector. Dimulutnya tertempel selang oksigen.

Iskandar :

“Di sana! Rekan Saya Sancaka, sudah di posisinya. Inforamasi bahwa sebelumnya, Serum Ion Genesis sudah diinjeksikan ke dalam tubuhnya. Setelah diambil beberapa sample, 90% Sel tubuh Object atau Sancaka sudah berevolusi menjadi Evo-Cell sesuai yang kami inginkan.

Iskandar menunjuk pada salah satu monitor.

Iskandar :

“Ini detail hasil check lab-nya. Bisa anda sekalian lihat bahwa telah terjadi perubahan pada Sel rekan Saya. Itu adalah Sel Evolusi.”

Iskandar menunjuk pada layar monitor lainnya.

Iskandar :

“Ini adalah detector tanda organ vital dan kondisinya stabil. Tekanan darah, denyut jantung normal. Proses yang akan Kita lakukan hari ini adalah pemberian impuls electron untuk mengaktifkan Hyper regenerasi Sel Evolusi. Impuls electron yang akan diberikan berupa Listrik tegangan tinggi sekitar 1000KV pada tubuh Sancaka. Dan yang akan terjadi saat itu adalah kejaiban medis yang Kita mimpikan. Teman Saya akan segera bisa berlari.”

Zainal :

“Saya tekankan, presedur ini harus mengutamakan keselamatan. Terutama pada di Subject Ujicoba. Artinya, Kalau tidak yakin maka akhiri saja sampai di sini sebelum ada korban.”

Iskandar :

“Jangan kuwatir Pak. Semua sudah Saya persiapkan dengan sangat matang. Seperti yang Saya tunjukkan tadi, Kami akan terus pantau kondisi vital Subject selama proses. Selai itu, Petugas medis dan pemadam kebakaran juga sudah siap di tempat untuk keadaan darurat. Dan Saya yakin, ini akan berhasil dan aman terkendali.”

Zainal :

“Ya sudah. Kalau sudah yakin, silahkan saja dimulai.”

Iskandar menunduk, melihat kepada salah satu staffnya.

Iskandar :

“Rica! Memulai prosedur Eksperimen Ujicoba!”

Rica :

Tenaga 1000KV dinyalakan. Impuls Elektron akan dilakukan!”

Mesin mendengung dan air di sekitar Sancaka penuh dengan riak gelembung.

Rica :

“20% Daya listrik telah dialirkan.”

Murdi :

“Kondisi vital stabil. Detak jantung 70/ detik dan tekanan darah 100/60.”

Iskandar melihat kaki kanan Sancaka dari monitor, belum ada perubahan. Sancaka tampak diam di dalam kotak kaca sambil matanya terpejam.

Iskandar :

“Naikkan impuls elektron menjadi 50%.”

Rica :

“Baik Pak. Daya ditingkatkan menjadi 50%.”

Riak – riak gelembung udara semakin bergemuruh. Tubuh Sancaka bergeliat, gemetar. Sesekali kilat – kilat listrik muncul di sekeliling Sancaka.

Murdi :

“Detak jantung terjadi peningkatan 85/ detik dan tekanan darah 142/90.”

Kaki kanan Sancaka masih belum memperlihatkan tanda terjadinya regenerasi sel. Iskandar melihatnya dari monitor.

Iskandar : (tampak mulai gugup dan gelisah)

“Maksimalkan tenaga, 100% impuls electron!”

Rica :

“Kondisi subject abnormal. Apa tidak sebaiknya bertahap dulu?”

Iskandar :

“Lakukan saja! Ini perintah!”

Rica :

“Meningkatkan Daya listrik! Impuls Elektron mencapai 100% tenaga!”

Sancaka tak hentinya bergeliat. Iskandar memandang keadaan kaki kanan Sancaka dari balik layar dengan serius. Perlahan kaki kanan Sancaka mengalami perubahan. Pelan tapi pasti kakinya yang buntung tampak tumbuh kembali. Iskandar mulai tampak sumringah.

Nilam :

“Proses Hyper Regenerasi sel mulai aktif! Proses mencapai 30%!”

Murdi :

“Detak jantung 100 / detik dan tekanan darah 160 / 90, kondisi vital berbahaya Pak!”

Iskandar :

“Tetap jalankan proses! Injeksikan warfarin lima milligram pada Subject! Juga sedikit obat penenang!”

Murdi :

“Obat sudah diberikan! Detak jantung 80/ detik dan Tekanan darah 150 / 90!”


Nilam :

“Hyper Regenerasi sel mencapai 70%!”

Zainal : (tampak gelisah – menepuk pundak Iskandar)

“Hei! Kamu yakin ini aman diteruskan? Pokoknya Saya tidak mau ada yang terluka, apa lagi mati!”

Iskandar :

“Semua masih terkendali! Project akan terus berjalan sampai mencapai hasil maksimal.”

Murdi : (terkejut dan panic)

“Detak jantung berhenti! Emergency Pak! Segera lakukan tindakan darurat!”

Rica :

“Mohon ijin menghentikan proses Impuls electron Pak!”

Iskandar : (Panik)

“Tidak Rica! Tetap lanjutkan! Murdi masukkan adrenalin!”

Mardi :

“Inject Adrenalin dilakukan. Tidak ada perubaha! Detak jantung tetap brhenti Pak! Subject Kritis!”

Iskandar menatap layar monitor dengan wajah gelisah. Tiba – tiba sumber tenaga mati. Ruangan jadi gelap gulita. Seketika proses Eksperimen terhenti.

Iskandar : (marah)

“Brengsek! Ada apa ini!”

Indra Kumala, salah satu Investor, berjalan melewati beberapa staff peneliti, menuju ke tempat Sancaka.

Indra Kumala : (wajahnya serius dan tegas)

“Saya yang mematikan sumber tenaganya! Kamu ilmuan sinting!”

Indra Kumala menyuruh seorang petugas pemadam kebakaran memecahkan kaca aquarium dengan kapak di tangannya.

Indra Kumala :

“Hei Kamu! Cepat keluarkan Dia dengan itu!”

MONTAGE :

1. Kaca aquarium pecah, air mengahmbur ke lantai beserta Sancaka.

2. Para staff medis segera melakukan pertolongan pertama pada Sancaka.

3. Kaki kanannya kembali norma. Putih pucat akar – akar pembuluh darah yang nampak.

4. Setelah segala tindakan diberikan, Sancaka dinyatakan meninggal

5. Cokro Wibowo beserta dua Investor lainnya, pergi meninggalkan ruangan Eksperimen. Bergiliran, para staff peneliti meninggalkan ruangan beserta para staf medis yang menandu jasad Sancaka.

6. Tinggallah sendiri Iskandar merenung sendiri di dalam ruang eksperimennya yang gelap.

END OF MONTAGE

07. INT – Di dalam Mobil Regina – Sore (30 tahun berikutnya)

Regina sedang mengemudi di dalam mobilnya. Handphone-nya berdering, dengan hati – hati Dia menggapainya dari jok sebelah lalu mengangkatnya.

INTERCUT WITH :

08. EXT – Di depan gedung perkuliahan – Sore

Fitria sedang berdiri di depan gedung perkuliahan sambil menggenggam Handphone di telinga kanannya.

Regina :

“Halo?”


Fitria : (cemberut dan ngambek)

“Kok Kamu langsung ngilang Gin? Kan udah bilang habis jam kuliah Pak Soleh, Kamu tunggu Aku. Discuss tentang tugas dari Pak Uya?”

Regina :

“Maaf Fit, besok ya. Habisnya udah sore nih. Aku harus nemuin Andika.

Fitria :

“Ya ampun Gina. Kebangetan Kamu.”

Regina :

“Udah gitu dulu. Udah sampai nih. Besok deh ya Kita diskusinya. Janji!”

Fitria :

“Eh Gina.. Yah dimatiin!”

Setelah memarkir mobilnya, Regina bergegas pergi menuju makam Andika, kekasihnya.

09. EXT - Di Pemakaman umum - Sore hari (Cuaca gelap mendung)

Regina sedang meratapi nisan makam kekasihnya. Langit perlahan mulai gelap tertutup mendung.

Regina :

“Hai Mas. Maaf beberapa hari ini Aku tidak datang karena lagi banyak kesibukan di kampus. Tapi Aku punya banyak cerita untuk Mas hari ini...”

Tiba - tiba tiga orang preman mendatangi Regina yang sedang berkeluh – kesah di depan nisan makam. mereka langusng menyergapnya, menjatuhkannya ke tanah lalu menindihnya. Bersamaan itu hujan turun dengan lebatnya. Dia berulang kali berteriak sambil meronta tapi mulutnya ditutup rapat oleh tangan salah satu preman.


Preman 1 :

“Ga ada yang bakal nolong Kamu Nduk. Sudah maen sama Kang Mas saja dulu.”

Tiba – tiba petir menyambar bertubi – tubi pada sebuah makam hingga meledak. Sontak membuat Regina dan para preman tercengang. Mata mereka semua tertuju pada kuburan yang penuh puing – puing. Tiba – tiba sebuah tangan menjulur dari tanah kuburan, Sontak membuat para preman dan Regina terkejut. Sosok Sancaka yang compang – camping muncul, berdiri di atas puing – puing dan menghadap Mereka bertiga.


Preman 1 : (gugup dan takut)

“Siapa Kamu? Manusia apa hantu?”

Preman 3 : (takut)

“Wah Lek. Dia pasti anak mbah gledek makhluk halus penguasa tempat ini. Putra petir.”

Preman 1 :

“Mbah Gledek endasmu! Ndol bacok saja Dia!”

Preman 2 mengeluarkan golok dari pinggangnya sedangkan Preman 1 berdiri diam. Di belakangnya Regina dan preman 3, berlindung ketakutan. Sambil takut, Preman 2 maju sambil mengangkat goloknya. Baru tiga langkah, Sancaka melepaskan kilat petir dari tangannya, mengenai Preman 2 hingga Dia terlempar beberapa meter. Seketika, Preman 1 dan preman 3 ketakutan, Mereka berbalik dan berlari. Tak sengaja, sikunya mengenai Regina hingga membuatnya terjatuh lagi ke tanah. Sambil membopong temannya yang pingsan, para preman itu lari menghilang. Tinggalah Regina duduk di tanah sambil memandang takut Sancaka. Sancaka bergerak mendekat, tak lama terjatuh pingsan disamping Regina.



10. INT - Di Rumah Regina - di kamar tidur - pagi hari (3 hari berikutnya)

Sancaka terbangun dari tidurnya perlahan. Pak Abdullah sedang duduk di kursi, disampaing Sancaka. Dia memberikan sebotol minuman pada Sancaka.

Pak Abdullah : (tenang dan bijaksana)

“Akhirnya sadar juga.”

Sancaka : (bingung)

“Dimana ini?”

Pak Abdullah :

“Ini minum dulu.”

Sancaka menghabiskan minumannya kemudian botolnya tak sengaja terjatuh. Dia tampak terkejut dan bingung pada gelang kuning yang melingkar di tangan kirinya.

Pak Abdullah :

“Tenang saja. Itu hanya kabel Grounding.”

Sancaka :

“Sudah berapa lama Saya tertidur?”

Pak Abdullah :

“sekitar tiga hari sejak pertama menemukamu.”

Sancaka :

“Menemukan Saya?”

Pak Abdullah :

“Tepatnya, Putri Saya yang menemukanmu di pemakaman.”

Sancaka :

“Pemakaman? Apa maksud Bapak?”


Pak Abdullah :

“Ya sudah. Nanti Saya tunjukkan saja. Namamu siapa?”

Sancaka :

“Saya Sancaka Pak.”

Pak Abdullah :

“Nama yang bagus. Orosinil Indonesia. Umur?”

Sancaka :

“28 tahun.”

Pak Abdullah :

“Bagusnya sepertinya Kamu tidak ada masalah dengan ingatan. Kamu tau yang terjadi pada tubuhmu?”

Sancaka :

“Tubuh Saya? Maksud Bapak?”

Pak Abdullah berdiri. Dia bertumpu pada kursi di kakinya lalu mengambil sebuah bohlam lampu. Dia memberikannya pada Sancaka.

Pak Abdullah :

“Coba pegang ini.”

Sancaka :

“Buat apa ini Pak?”

Pak Abdullah :

“Salah. Pegangnya terbalik.”

Sancaka memegang Bohlam lampu dan bohlam itu menyala redup. Dengan cepat Dia meletakkan lagi bohlam itu.

Sancaka : (bingung)

“Ini maksudnya apa Pak?”


Pak Abdullah :

“Jadi Kamu benar tidak tau? Tubuhmu itu menghasikan listrik Mas. Aneh? Karena itu Saya pasang kabel Ground di tanganmu untuk mengurasnya. Bahaya, Saya kemaren kesetrum waktu sentuh Kamu. Untung ga parah.”

Sancaka : (bingung)

“Ini tidak mungkin Pak.”

Pak Abdullah :

“Memang mustahil harusnya tapi ini kenyataannya. Kamu ingat apa terakhir kali terjadi padamu?”

Sancaka :

“Saya sedang bekerja bersama Iskandar, sahabat saya. Kami Melakukan eksperimen Ujicoba riset Kami. Kemudian saya terbangung di sini dan kaki kanan Saya.. tampak normal..”

Sancaka memandang aneh, takjub dan bercampur senang pada kakinya. Air matanya menetes sambil tangannya memijat – mijat kaki kanannya.

Sancaka : (senang sampai berlinang air mata)

“Serumnya berhasil.”

Pak Abdullah :

“Serum?”

Sancaka :

“Iya Pak. Itu buah karya Saya dengan teman untuk memperbaiki kaki kanan Saya yang tadinya cacat.”

Pak Abdullah berdiri. Dia mendekat untuk melihat kaki Sancaka dan merabanya.

Pak Abdullah :

“Tidak ada yang aneh? Kapan Kamu melakukan eksperimen? Kebetulan sekali ya profesi kita sama.”


Sancaka :

“Harusnya sesaat sebelum Saya pingsan atau tertidur. Tapi Saya tidak tau kenapa bisa di pemakaman seperti Bapak bilang. Kalau gitu Saya pamit saja Pak.”

Pak Abdullah :

“Silahkan saja kalau Kamu memang sudah merasa lebih baik.”

Sancaka turun pelan dari tempat tidur.

Sancaka :

“Kabil ini bisa Saya lepas?”

Pak Abdullah :

“Bisa tapi maksimal tiga jam Kamu harus menguras lagi muatan listrik di tubuhmu. Akan berbahaya untuk Orang lain jika tidak.”

Sancaka segera bangkit lalu menggulung kabel yang terhubung ke tangannya. Dia berjalan menuju pintu yang tertutup lalu tiba – tiba kaku. Dia menarik lepas kalender di belakang pintu.

Sancaka : (bingung dan terkejut)

“Ini apakah benar Pak?”

Pak Abdullah :

“Apanya?”

Sancaka :

“Kalender ini. Sekarang tahun 2015?”

Pak Abdullah :

“2015? Ah tentu bukan. Sekarang kan 2016?”

Sancaka membuka pintu, melangakh sebentar lalu diam menebar pandang ke ruangan rumah Pak Abdullah. Pandangannya berhenti pada sosok Pak Abdullah yang berdiri di pintu kamar.


Pak Abdullah :

“Ada apa?”

Sancaka :

“Itu artinya Saya telah tertidur selama 30 tahun Pak”

11. INT - Di koridor gedung kampus – pagi (hari yang sama).

Regina sedang duduk sendiri sambil membaca buku tebal. Tak lama Suci dan Fitria datang menghampiri. Mereka berbincang – bincang sebentar lalu Suci bergegas pergi. Tinggal Regina dan Fitria di sana, melanjutkan perbincangan.

Suci :

“Hai Non. Lagi ngapain sediri? Boleh gabung ga?”

Regina :

“Ga usah ijin kali Ci.”

Suci :

“Apaan tuh? Robert T Kyosaki? Always, bacaanmu High Level Non. Tebel lagi. Ga kuat Aku liatnya. Pengen tak jadiin bantal tidur ajah.”

Regina : (tersenyum)

“Ada – ada ajah Kamu.”

Fitria :

“Eh Gina, tugas dari Pak Kus, Kamu udah belum?”

Suci :

“Ah Iya. Essay tentang System Ekonomi terapan ya?”

Regina :

“Udah. Sudah siap present.”

Suci :

“Kamu sendiri udah Fit?”

Fitria :

“Sudahlah. Dan Kamu pasti lupa kan?”

Suci :

“Aduh iya Fit. Aku belum, blas.. Mati Aku.”

Fitria: (geleng – geleng kepala)

“Always. Poisitive Alzeimer Kamu Ci.”

Suci :

“Haduh. Eh nanti Kalian presentasi panjang – panjangin ya. Aku meluncur dulu deh.”

Suci pergi bergegas meninggalkan Fitria dan Regina.

Fitria :

“Kemaren Kamu ke Makam Andika lagi?”

Regina mengangguk sambil tetap membaca bukunya.

Fitria :

“Ga terasa dua tahun sudah sejak peristiwa itu. Masih belum bisa move on?”

Regina :

“Sulit Fit. Gak semudah itu.”

Fitria :

“Itu sih tergantung Kamu sendiri mau dipermudah apa dipersulit. Berusahalah membuka hatimu. Biarkan saja Andika tenang disana.”

Regina :

“Udah ah. Jangan bahas ini. Ayo masuk kelas saja.”

Handphone Regina berbunyi, sebuah pesan masuk. Regina membacanya, ternyata pesan dari Pak Abdullah untuk pergi ke Pemakaman.


12. EXT - Di Pemakaman umum - Sore hari.

Sancaka dan Pak Abdullah sedang berdiri di area pemakaman. Di depan Mereka hanya tanah rata yang baru saja diratakan. Regina muncul di kejauhkan lalu bergabung dengan Pak Abdullah dan Sancaka.

Regina :

“Papa!”

Pak Abdullah :

“Hei sini. Ini kenalkan Putri Saya Regina.”

Regina :

“Saya Regina.”

Sancaka :

“Sancaka.”

Pak Abdullah :

“Di sinilah pertama kali Regina menemukanmu. Tadinya di sana ada banyak puing – puing dan kuburan yang menganga. Tapi seperti yang terlihat, sudah dibersihkan dan diratakan.”

Regina :

“Di sekitar Komplek sudah tersebar kabar tentang terror pocong atau sejenisnya. Berkat Om.

Pak Abdullah :

“Gina, Coba ceritakan kejadiannya?”

Regina :

“Ada sambaran petir bertubi – tubi ke sana, sampai meledak. Lalu dari dalamnya Om muncul. Saya sempat merinding waktu itu. Saya pikir hantu, Zombie atau sejenisnya.”


Sancaka :

“Di sana selama 30 tahun? Di dalam makam?”

Regina :

“30 tahun? Maksudnya?”

Pak Abdullah :

“Katanya, Dia kelahiran 1957. Tahun 1986 yang Dia ingat sebelum pingsan atau tidur.”

Regina menggeleng.Pak Abdullah mengeluarkan secarik kertas dari tas jinjingnya lalu memberikannya pada Sancaka. Sebuah print artikel, berita tentang pendaki bernama Sancaka yang hilang di semeru pada 10 oktober 1986. Sancaka membacanya.

Sancaka :

“Fotonya memang Saya tapi saat itu harusnya Saya sedang bekerja dengan Iskandar mempersiapkan Project Kami. Saya juga tidak suka mendaki.”

Pak Abdullah :

“OK. Berarti berita itu tidak benar.”

Pak Abdullah memberikan selembar print out artikel lagi kepada Sancaka. Regina mendekat, turut membaca Artikel itu.

Pak Abdullah :

“Ini yang muncul di List teratas Google Search tentang Iskandar temanmu. PT. Ghazul Farmasi International. Foto orangnya ada. Apa itu Dia?”

Sancaka :

“Ini memang Dia. Saya yakin.”

Regina :

“Ghazul Farmasi International, Saya sering dengar. Banyak terobosan yang sudah dilakukan Corporasi ini dalam bidang medis.”

Pak Abdullah berjalan mendekati Sancaka. Dia memegang pundak Sancacka.

Abdullah :

“Kalau Kamu yakin harus mencari tau, lakukanlah. Itu hakmu. Saran Saya, Kamu sekarang sudah tidak normal lagi. Kamu di luar sana bisa berakhir di meja penelitian.”

Sancaka :

“Terima kasih nasehatnya Pak. Jangan kuwatir Dia teman Saya.”

Abdullah :

“Sebelum itu, Kamu harus cari cara menemuinya. Sepertinya Dia bukan orang yang mudah ditemui.”

Regina :

“Nanti coba Saya bantu cari info juga Om.”

Sancaka :

“Tapi sebelum itu, Saya ingin menemui Orang tua Saya di Yogyakarta. Seperinya Saya butuh nasehat Bapak.”

Pak Abdullah :

“Itu Kita pikirkan nanti. Saya akan pergi dulu, Kamu pulang Sama Regina ya. Gin?”

Regina :

“OK, Aman Pap!”

Pak Abdullah melangkah pergi. lalu Dia berhenti dan berbalik.

Pak Abdullah :

“Oiya, Terima kasih sudah menolong anak Saya!”

Sancaka : (bingung)

“Ah iya Pak.”

Pak Abdullah kemudian berbalik dan melanjutkan langkahnya.

13. EXT - Di pintu keluar kedatang, Bandara Soekarno Hatta – Siang.

MONTAGE :

1. Iskandar yang tampak sudah tua, berjalan keluar dari pintu kedatangan Domestik. Dia berjalan tertatih – tatih sambil di sokong sebuah tongkat, menuju mobil mercedes hitam yang terparkir tak jauh.

2. Iskandar memasuki pintu mobil kemudian duduk tenang.

3. Mobil Mercedes hitam bergerak, pergi meninggalkan Bandara.

END OF MONTAGE

14. INT – Di Dalam Mobil Mercedes hitam – Siang.

Iskandar menyuruh supirnya untuk pergi ke kantor. Dia juga sempat menanyakan kondisi kesehatan terakhir Istrinya.

Iskandar :

“Abun, Kita pergi ke Kantor ya.”

Abun :

“Ga jadi ke rumah Pak ya? Kalau saya sih OK saja Pak.”

Iskandar :

“Kondisi Ibu terbaru gimana?”

Abun :

“Belum ada perkembangan Pak. Ibu masih terbaring tak sadar. Dua orang perawat selalu berjaga disampingnya. Dan Setiap hari Dokter Erwin selalu datang untuk memeriksa Ibu.”

Iskandar :

“Tolong buatkan janji dengan Dokter Erwin untuk ketemuan di rumah malam nanti. Saya mau tanya lebih detail.

Abun :

“Baik Pak.”

Handphone Iskandar berbunyi. Dia menerima panggilan lalu bicara.

Iskandar :

“Kamu sudah datang? Tunggu saja di sana, Saya segera datang.”

15. INT – Di dalam gedung Kantor – Siang (Hari yang sama)

Iskandar berjalan di dalam ruangan kantor. Beberapa pegawai pasti membungkuk, memberi hormat setiap bertemu dengannya. Dia sampai di depan pintu ruangnnya, memasukinya lalu menguncinya rapat – rapat. Di dalam gelap, Gandi duduk diam saat menunggu iskandar datang.

Iskandar :

“Sudah menunggu lama?”

Gandi melempar sebuah amplop. Iskandar mengambilnya lalu membukanya. Di dalamnya ada sebuah foto.

Gandi :

“Bayarannya? Tidak ada bukti. Semua sudah dibakar habis bersamanya.”

Iskandar melempar amplop coklat tebal kepada Gandi. Gandi sigap menangkap lalu  melihat isainya.

Iskandar :

“Jangan lupa, masih ada yang lain. Dan lain kali bertemu di tempat biasa saja.”

Gandi :

“Aku terburu – buru.”

Gandi berdiri lalu melangkah pergi meninggalkan Iskandar.

16. INT - Di dalam ruang laboratorium – Siang.

Pak Abdullah, Regina dan Sancaka berkumpul di ruang laboratorium. Pak Abdullah meletakkan sebuah koper di depan Regina dan Sancaka.



Sancaka :

“Saya terkesan. Di Rumah ini ada ruang Laboratorium juga.”

Regina :

“Papa kan juga seorang peneliti. Dia bekerja di salah satu perusahaan teknologi. Memang specialnya, Papa melakukan pekerjaannya banyak di Rumah.”

Sancaka :

“Dia sudah bilang.”

Pak Abdullah :

“Kamu mau pergi ke Yogyakarta, sebenarnya itu tidak memungkinkan. Tubuhmu masih berbahaya untuk orang lain.”

Sancaka :

“Saya percaya bapak pasti punya solusinya. Mohon dibantu Pak.”

Pak Abdullah :

“Maksimal 3 jam. Selanjutnya Kamu harus menggunakan kabel Grounding. Bisa juga dengan Konduktor lain yang tertancap ke bumi. Seperti tiang listrik atau lainnya.”

Sancaka :

“Baik Pak. Itu bisa dilalukan.”

Pak Abdullah :

“Itu wajib Kamu lakukan. Agar tidak berbahaya untuk orang lain. Dan yang paling penting ini.”

Pak Abdullah menunjuk ke Regina. Regina membuka koper yang ada di depan ayahnya. Tempak satu set baju berwarna biru gelap tertipat rapi. Lengkap sepatu dan sebuah masker putih berantena.

Regina :

“Baju apa nih Pa?”

Pak Abdullah :

“Itu project lama Ayah bersama Om Tian, Gundala Fire Safety. Kami membuat seragam khusus berbahan serat polimer anti oksidan. Itu baju tahan api. Sayang Instansi pemerintah maupun Swasta tidak ada yang berminat. Alasannya, bukan barang krusial dan bermasalah dengan mode. Tapi sifat isolatornya akan berguna untuk Sancaka.”

Regina mengeluarkan pakaian dari dalam koper.

Regina :

“Ini memang bermasalah dengan Mode Pa. Ini baju ketat banget.”

Pak Abdullah :

“Gunakan saja sebagai baju dalam. Baju ini juga diDesain dengan Nano Respiran System. Dijamin tidak akan kepanasan.”

Sancaka :

“Tidak masalah Pak. Saya akan menggunakannya.”

Pak Abdullah :

“Oiya, Regina akan menemanimu. Saya kawatir kalau Kamu sendirian.”

Sancaka :

“Terima kasih Pak. Saya berhutang banyak pada Bapak.”

Pak Abdullah berdiri dari kursinya dan pergi meninggalkan Sancaka.

Pak Abdullah :

“Kamu juga harus jaga Regina.”

Sancaka :

“Pasti Pak!”


17. EXT – Di depan pintu hotel – pagi hari.

MONTAGE :

1. Pak Subiakto keluar dari pintu Hotel

2. Dia berjalan menuju mobil Sedan Silver yang terparkir lalu memasukinya.

3. Mobil sedan silver pergi meninggalkan Hotel.

4. Mobil Silver yang dinaiki Pak Subiakto sedang melaju kencang di jalan layang.

5. Tiba – tiba salah satu ban depan mobilnya meledak, membuat mobil oleng tak terkendali.

6. Dari arah samping, sebuah truck besar menabrak mobil silver Pak Subyakto

7. Mobil Silver hilang kendali, menerobos pagar pembatas, lalu terjun dari jalan layang ke dasar setinggi sepuluh meter.

8. Mobil remuk menghantam tanah lalu tak lama nerikutnya meledak.

9. Gandi keluar dari kabin kemudi truck yang penyok.

10.         Dia berdiri di tepi jalan Tol melihat mobil yang bekobar di bawahnya.

END OF MONTAGE

18. EXT – Di dalam mobil – pagi

Gandi sedang duduk di dalam mobil bersama beberapa anak buahnya. Setelah membakar ujung puntung rokoknya, Dia mengeluarkan Handphone-nya. Setelah menekan – nekan layar Handphone lalu meletakkannya ke telinga.

INTERCUTE WITH :

19. INT – Di Ruang Rapat – pagi hari.

Iskandar dan beberapa orang berkumpul, duduk memutari meja oval. Semua kursi sudah terisi kecuali satu yang masih kosong. Handphone-nya berdering, Iskandar melihat nama yang muncul di layar Handphone-nya, Gandi. Segera Dia menempelkan Handphne-nya ke telinga lalu diam saja.

Iskandar :

“Halo?”

Gandi :

“Target sudah dieksekusi. Kamu bisa melihat beritanya segera di televisi. Bayaran akan saya ambil lusa.”

Iskandar :

“Ditempat biasa.”

20. EXT - Di Bandara Udara Adisutjipto - Siang hari.

MONTAGE :

1. Sebuah pesawat landing di landasan pacu Bandara Udara Adisutjipto.

2. Sancaka dan Regina keluar dari bandara. Mereka berdua langsung pergi menuju taxi yang terparkir.

3. Taxi jalan menuju keluar Bandara.

4. Sancaka melihat pemandangan kota selama perjalan dari jendela kaca mobil Taxi.

END OF MONTAGE

21. INT – Di dalam mobil Taxi – Pagi hari

Sancaka dan Regina duduk Diam bersebelahan di jok belakang.

Sancaka :

“Banyak yang sudah berubaha ya? Jauh sekali dengan yang Saya lihat sebelumnya.”

Sopir Taxi :

“Jogja memang banyak perubaha Mas. Banyak gedung – gedung tinggi dan tambah macet. Mas dari mana?”

Sancaka :

“Jakarta Pak.”

Sopir Taxi :

“Aslinya Jogja Mas?”



Sancaka :

“SMA masih sekolah di Jogja Pak. Kuliah baru Saya hijrah ke Jakarta. Tapi masih sering maen ke Jogja juga.”

Sopir Taxi :

“Sudah berapa lama meninggalkan Yogyakarta Mas?”

Sancaka :

“Saya kira seperti baru beberapa bulan Pak. Tapi ternyata sudah 30 tahun.”

Sopir Taxi : (sesaat tenang tapi tak lama jadi terkejut)

“Kadang waktu memang ga terasa. Tapi umur Mas berapa ya?”

Regina tertawa pelan mendengar pembicaraan Sancakan dan Sopir Taxi.

22. EXT – Di depan kedai makanan – Siang

Sancaka dan Regina baru saja keluar dari kedai makanan.

Sancaka :

“Sudah 30 tahun. Semua boleh berubah tapi gudeg di kedai itu tetap enak seperi dulu.”

Regina :

“Saya percaya banget sekarang Om memang orang Jogja.”

Sancaka :

“Tapi ga beda dengan Jakarta, Jogja juga tambah ramai ya.”

Regina :

“Selanjutnya sekarang kemana Om?”

Sancaka :

“Selanjutnya pulang ke Rumah.”


Regina :

“Ayo Kita cari taksi.”

Tiba – tiba seorang ibu yang sedang sendirian berdiri di pinggir jalan, dijambret. Sancaka melihatnya.

Ibu :

“Tolong! Jambret!”

Sancaka :

“Gina temenin Ibu itu!”

Regina :

“Om mau kemana?”

Sancaka berlari mengejar penjambret.

23. EXT – Jalan raya – Siang

Dua orang jambret sedang berotor dengan senang setelah mendapat dompet incarannya. Jambret yang di belakang melihat Sancaka yang sedang mengejar di trotoar sehingga menyuruh temannya memacu kencang.

Motor penjambret semain kencang tapi ternyata Sancaka juga mampu memacu larinya mengejar sepeda itu. Sancara melompat ke jalan aspal, Dia berlari tepat di samping kanan para penjambret. Para penjahat terheran – heran. Tak berselang lama, Sancaka menarik kedua penjambret itu hingga mereka berdua mendarat tepat ke dalam bak sampah besar.

Tak lama kemudian Regina dan Ibu korban jambret datang dengan Taxi. Sancaka mengembalikan Dompet yang dijambret. Ibu itu sengan dan pergi setelah berterima kasih.

Regina :

“Om mengejar para jambret itu dengan kaki?”

Sancak dan Regina melihat motor yang tergeletak di jalan.



Sancaka :

“OK. Sekarang bertambah satu kelainan tubuh Saya. Lari kencang?”

24. EXT – Di area pemakaman – Sore hari

MONTAGE :

1. Mobil Taxi masuk ke daerah pinggiran. Kemudian berhenti di depan sebuah rumah kecil. Sancaka dan Regina keluar dari Taxi lalu menghadap ke rumah.

2. Sancaka dan Regina sedang berdiri di depan dua buah makam. Mata Sancaka tampak berlinang. Sancaka berjalan mendekati batu nisan. Kemudian melanjutkan tangisnya sambil membelai – belai batu nisan, makam orang tuanya.

3. Regina dan Sancana sedang bercakap dengan seorang wanita di depan rumah kecil. Kemudian wanita itu memberikan selembar foto usang pada Sancaka.

4. Sancaka di dalam kamar hotel. Dia sedang duduk di pinggir jendela sambil memandangi foto kedua orang tuanya. Di luar langit sudah malam dan Sancaka masih berduka.

5. Matahari pagi menanjak, Hari sudah pagi dan Sancaka masih terlelap.

END OF MONTAGE

25. INT – Di depan pintu kamar hotel – Pagi hari (sehari berikutnya).

Regina sedang berdiri di depan pintu kamar Sancaka. Mata hari sudah meninggi. Regina berkali – kali mengetuk pintu sambil berteriak, memanggil – manggil Sancaka.

Regina :

“Om Sancaka! Om Sancaka!”

Sancaka :

“Iya.. Iya.. Aku bangun!”

Sancaka berdiri, masih mengenakan baju khusus dari Pak Abdullah. Dia berjalan menuju pintu kamar lalu membukanya. Regina masuk ke dalam kamar.

Regina :

“Om masih tidur tadi? Ga nyenyak tidur semalam?”

Sancaka :

“Begitulah. Mungin baru dua atau tiga jam lalu.”

Regina :

“Maaf sudah bangunin Om. Kalau gitu Aku pergi ajah.”

Sancaka :

“Ga. Ga apa – apa. Ga usah pergi. Sudah cukup kok.”

Regina :

“Beneran om? Kalau masih capek ga usah dipaksa.”

Sancaka :

“Tunggu ya. Aku mandi dulu.”

26. INT – Di dalam gedung hotel– pagi

MONTAGE :

1. Sancaka dan Regina berjalan menuju Lobby Hotel.

2. Mereka pergi keluar dari Hotel kemudian masuk ke dalam Taxi.

3. Taxi jalan meninggalkan Hotel.

END OF MONTAGE

27. INT – Di Bandara – Pagi

Sancaka dan Regina keluar dari Taxi. Sancaka mengambil Tas di bagasi mobil. Regina menerima panggilan telepon.

Regina :

“Maaf Om. Om Check – In dulu ya terus tunggu di sini saja.”

Sancaka :

“Kenapa?”

Regina :

“Ada tugas dadakan dari Papa nih untuk transfer dana, Saya harus ke Bank dulu.”

Sancaka :

“Oh gitu. Baiklah, hati – hati ya.”

Regina :

“Beres Om!”

Sancaka pergi menuju pintu masuk Bandara. Sedang Regina masuk lagi ke dalam Taxi.

28. INT – di dalam Gedung Bank – Pagi

Bank baru buka sekitar satu jam sebelumnya dan suasana di dalam gedung sudah ramai oleh para nasabah. Sebuah Mobil Taxi berhenti di depan gedung Bank. Regina keluar dari Taxi lalu segera masuk ke dalam gedung. Tak berselang lama, Segerombolan orang dengan tergesah – gesah memasuki gedung Bank. Mereka membuka Tas Ranselnya kemudian langsung menembakkan senjata ke langit  -langit. Para pengunjung terkejut dan merunduk, begitu juga Regina.

Santoso :

“Jangan bergerak! Atau Saya tembak! Ini hanya perampokan. Kalau kalian jinak maka akan selamat.”

Santoso menunjuk satu anggotanya untuk pergi mencari Direktur Bank. Kemudian menunjuk satu lainnya untuk menebar Bom ke seluruh bangunan.

Santoso :

“Kamu ajak satu anggota dan satu petugas untuk ambil Direkturnya ke sini! Dan Kamu sesuai rencana, mulai tebar remah roti ke seluruh gedung!”




29. EXT – Di luar gedung Bandara – Siang (3 jam beriktunya)

Sancaka sedang berdiri di luar Gedung Bandara. Dia menunggu kedatangan Regina dengan cemas karena kurang dari setengah jam lagi akan Boarding. Sancaka memegang Handphonenya, bermaksud menelepon Regina.

INTERCUTE WITH :

30. INT – Di dalam Gedung Bank – Siang

Regina sedang meringkuk bersama para sandera lainnya di lantai satu gedung Bank. Handphone Regina berbunyi, Santoro mendengar dan segera Dia menepuk Regina untuk meminta Handphonenya. Kemudian Santoso menerima panggilan teleponnya.

Sancaka :

“Halo Gina? Kamu masih lama?”

Santoso :

“Oh Mbak ini namanya Gina toh?”

Sancaka :

“Heh? Siapa Kamu? Mana Regina?”

Santoso :

“Dia baik saja asal ga macem - macem. Sementara ini Saya pinjem dulu Dia. Nanti kalau kerjaan Saya sudah kelar, Dia tak lepaskan.”

Sancaka :

“Hei awas, jangan macam – macam Kamu ya.. Halo? Halo?”

Telephone terputus dan Sancaka tampak terkejut bercampur kesal. Sancaka berpaling dan melihat orang – orang yang sedang berkerumun di depan televisi besar Bandara. Dia mendekat dan ikut menyimak siaran langsung berita tentang tragedy penyanderaan oleh perampok Bank yang sedang terjadi. Sancaka tersadar bahwa Regina telah menjadi salah satu sandera Teroris. Sancaka segera memanggil Taxi untuk pergi ke tempat kejadian.


31. EXT – Di pinggir jalan – Siang

Puluhan polisi berjajar, mengepung di luar Gedung Bank, berlindung di balik barikade mobil patroli. Sancaka keluar dari Taxi lalu pergi ke barikade Polisi untuk menanyakan tentang Regina.

Sancaka :

“Pak Adik Saya di dalam. Ijinkan saya..”

Polisi :

“Tenang Mas. Iya nanti kita bantu selamatkan. Kamu mundur saja dulu.”

Sancaka mundur mengikuti perintah Polisi. Tak lama Sopir Taxi menghampiri.

Sopir Taxi :

“Argonya Mas?”

Sancaka :

“Oh iya, berapa Pak?”

Sopir Taxi :

“80 ribu Mas.”

Sancaka :

“Ini Pak.”

Tangan Supir taxi terpental saat tidak sengaja bersentuhan dengan tangan Sancaka. Sancaka juga terkejut. Ternyata tanpa sadar Dia telah melepaskan saring tangannya saat di dalam Taxi. Dengan wajah ketakutan dan sambil memegangi tangannya yang masih kesakita, Sopir memungut uang yang terjatuh di tanah.

Sancaka :

“Ambil saja kembaliannya Pak.”

Sopir Taxi :

“Makasih.”

Sopir Taxi lalu bergegas masuk dan memacu mobilnya. Sedangkan Sancaka melihat tangannya. Sulur – sulur listrik tipis yang sesekali muncul dari ujung jarinya terlihat.

32. EXT – Gang kecil - Siang

Sancaka bergegas pergi menuju sebuah gang buntu kecil dan sempit. Kemudian Dia melihat tangannya lagi. Sulur – sulur listrik masih bermunculan. Dia lalu menjulurkan tangannya. Sebuah kilat melesat, menembak sebuah tembok hingga melesak.

Sancaka :

“Aku akan menyelamatkannya.”

33. EXT – Di depan Gedung Bank – Siang

Puluhan Polisi berjaga di depan gedung Bank. Tak lama, Mereka dikejutkan pada suara pecah kaca jendela di kantai dua.

34. INT – Di dalam Gedung Bank – Siang

Santoso dan para sandera terkejut pada suara gaduh di lantai dua. Santoso memerintahkan tiga orang anggotanya memeriksa ke lantai dua.

Santoso :

“Kalian bertiga naik. Periksa ada apa itu. Kalau Polisi itu macam – macam akan aku tembak seorang sandera ini untuk tumbal.”

35. INT – Di dalam Gedung Bank lantai dua – Siang

Tiga orang Terotis sedang mengendap – endap sambil mengarahkan sejatanya. Sancaka berdiri dari balik meja lalu dengan cepat menyerang para Teroris. Dua orang dilumpuhkan di tempat dan satu orang lagi terjungkal – jungkal di tangga. Dia tergelepar di lantai satu, di hadapan para Teroris dan Sandera.





36. INT - Di dalam Gedung Bank lantai satu – Siang

Suara bel Lift terdengar, para Teroris reflek menodong ke arah pintu List yang terbuka tapi kosong. Saat para Terorist lengah, Sancaka muncul dari tangga. Dengan cepat Dia merobohkan banyak Teroris dengan kilat dan tendangannya. Tersisa Santoso berdiri dan Dia memegang sebuah remot control untuk mengancam Sancaka.

Santoso :

“Sudah cukup! Jangan macam atau Aku ledakkan Gedung ini!”

Seorang Teroris bengkit sambil memegang senjata. Dia bermaksud menembak Sancaka dari belakang. Namun Regina mengetahuinya dan meneriaki Sancaka.

Regina :

“Om dibelakang!”

Sancaka berbalik. Teroris itu menembak tapi Sancaka bisa menghindari terjangan peluru. Dia langsung membalas dengan petirnya sehingga membuat Teroris itu terpental jatuh. Sesaat kemudia Dia menembakkan lagi petirnya pada Santoso yang sedang lengah. Santoso juga jatuh dan Remotnya terlepas jauh darinya. Sancaka mendatangi Santoso yang tampak pingsan sambil kejang – kejang.

Sancaka :

“Kalian semua aman. Keluarlah dari gedung dengan tertib.”

Para Sandera berdiri dan berjalan keluar gedung. Direktur Bank mendekati Gundala.

Direktur Bank : (tergagap – gagap)

“Terima kasih Mas. Terima kasih atas bantuannya. Kalau boleh tau, Mas Siapa?”

Sancaka : (bingung)

“Aaa... Gundala, Panggil saja begitu.”

Direktur Bank :

“Inggih Mas Gun. Matur suwun sanget.”

Direktur Bank berjalan menuju pintu keluar, meninggalkan Gundala. Sancaka melihat pada Regina. Dia memberi tanda dengan jempolnya Regina lalu menyuruh Regina pergi dengan matanya.

37. EXT – DI depan Gedung Bank – Sore

Para polisi terkejut karena para sandera telah keluar dari Gedung Bank. Bergegas para Polisi menjemput dan mengarahkan Mereka pada Staff Medis. Para Reporter berita berbondong mengambil gambar.

MONTAGE :

1. Di Bandara, para calon penumpang bergerombol di depan sebuah Televisi besar.

2. Di Televisi, seorang reporter sedang melaporkan berita tentang Perampokan Bank.

3. Tampak di layar televisi, para Teroris termasuk Santoso digelandang beriringan oleh para polisi masuk ke dalam mobil tahanan.

4. Kapten polisi sedang diwawancara, menjelaskan kronologis kejadian hingga munculnya sosok Gundala.

5. Pak Abdullah melihat berita perampokan Bank di rumahnya.

END OF MONTAGE

38. EXT – di pekarangan rumah – pagi (Keesokan harinya).

Iskandar sedang duduk santai sambil membaca Koran. Dia sesekali sambil menyeruput kopinya. Gandi datang menghampiri Iskandar kemudian duduk di sebelahnya. Iskandar melirik sebentar kepada Gandi. Dia menutup korannya lalu meletakkannya ke atas meja. Sebuah Headline terlihat, berjudul Gundala.

Iskandar :

“Jaman sekarang, mau saja jadi pahlawan gratisan. Mending bantu ngerampok Bank, sugeh. Ya toh?”

Gandi :

“Berikan saja bayarannya.”

Iskandar :

“Dasar Kamu ini. Ga bisa diajak basa – basi sebentar.”

Iskandar meletakkan amplop tebal di atas Koran. Tanpa sungkan Gandi mengambilnya lalu berdiri dan pergi meninggalkan Iskandar. Kemudian Iskandar memanggil.

Iskandar :

“Hei Gandi!”

Gandi berhenti dan menoleh.

Iskandar :

“Kalau anakmu sembuh, apa Kamu akan tetap kerja sama Saya?”

Gandi membuang muka lalu berlanjut pergi meninggalkan Iskandar.

39. EXT – Depan pintu gedung kuliah – siang (Beberapa hari berikutnya).

Regina bersama kedua sahabatnya keluar dari gedung kuliah, bermaksud pulang.

Sancaka :

“Gina!”

Regina mendengar Sancaka memanggilnya. Regina berbalik dan melihat Sancaka sedang menghampirinya.

Suci :

“Siapa itu Gina? Cowok ganteng?”

Sancaka sampai di hadapan Regina dan teman – temannya.

Regina :

“Sedang apa Om kemari?”

Suci dan Fitria : (terkejut)

“Om?”

Sancaka :

“Pak Abdullah sedang sibuk. Jadi Saya disuruh jemput Kamu.”

Regina :

“Oh iya. Ini kenalin teman – teman kuliah Saya.”

Sancaka :

“Kenalkan Sancaka.

Fitria :

“Saya Firia.”

Suci :

“Suci.”

Regina :

“Oh iya, Saya dapat sesuatu tentang Iskandar. Fit?

Fitria :

“Oh itu? Iya, Bapak Iskandar akan hadir di Seminar Kesehatan Indonesia minggu depan.”

Sancaka :

“Oh itu bagus. Apa Saya bisa bertemu dengannya?”

Fitria :

“Bisa saja. Kebetulan Om Saya adalah panitia di Acara itu. Kalau boleh tau Om ada urusan apa dengannya?”

Sancaka :

“Dia kawan lama Saya.”

40. INT – Di dalam Kamar Minarti, Rumah Iskandar – Siang

Minarti tua sedang tertidur. Di sampingnya lengkap berjajar peralatan kedokter canggih. Iskandar berdiri di sampingnya bersama seorang dokter dan seorang perawat.

Dokter :

“Ini sudah diambang batas Pak. Dengan obat dan peralatan secanggih apapun, akhirnya Tuhan yang berkuasa. Saya hanya bisa usahakan semampu Saya.”

Iskandar :

“Terima kasih Dok. Anda boleh pergi.”

Dokter :

“Kalau begitu Saya permisi.”

Dokter dan Suster pergi meninggalkan ruangan. Hanya ada Iskandar dan Minarti di sana. Iskandar mendekat dan memegang tangan Minarti yang tampak lemah.

Iskandar :

“Saya selalu berhutang sama Kamu Narti. Maafkan Saya yang tidak berguna ini.”

41. INT – Di dalam Ruang Laboratorium – Malam (Lima hari berikutnya)

Pak Abdullah sedang sibuk di dalam Laboratotiumnya. Tak lama kemudian Sancaka datang bersama Regina.

Sancaka :

“Bapak panggil Saya?”

Pak Abdullah :

“Katanya Kamu akan bertemu dengan Iskandar?”

Sancaka :

“Begitulah. Berkat bantuan Regina.”

Pak Abdullah :

“Setelah Kamu bertemu dengannya dan mengetahui semua yang ingin Kamu tau, bagaimana selanjutnya?”

Sancaka :

“Entahlah Pak.”

Pak Abdullah :

“Tuhan yang menetukan jalan hidup. Tugas Kita menyadarinya dan menjalaninya. Pikirkanlah.”

Sancaka terdiam.

Pak Abdullah :

“Ini Aku sudah buat sesuatu untukmu.”

Pak Abdullah memberikan sebuah benda mirip Jam tangan pada Sancaka.

Pak Abdullah :

“Pakailah.”         

Sancaka mengenakan benda itu di tangan kanannya.

Sancaka :

“Begini Pak?”

Pak Abdullah :

“Ini lagi, pasang. Di sana ada slot-nya.”

Pak Abdullah memberikan benda transparan kecil pada Sancaka. Sancaka memasang benda itu pada benda yang mirim jam tangan. Benda itu kemudian menyala putih terang.

Pak Abdullah :

“Itu Reactor Sigma ciptaanku. Sebuah Regulator mini yang mampu menstabilkan tegangan tinggi. Dan yang menyala itu adalah sebuah power Baterai dengan inti paladium. Itu juga cintaanku dan belum dipatenkan. Coba sinikan tanganmu?”

Sancaka :

“Bapak mau menyetuh?”

Pak Abdullah :

“Sudah sini!”

Sancaka mengulurkan tangannya lalu Pak Abdullah memegangnya. Sancaka dan Regina terkejut.


Pak Abdullah :

“Tegangan tubuhmu sudah distabilkan oleh Reaktor itu dan dialihkan ke Power Baterai. Kalau lampu warna merah menyala, berarti Power Baterai sudah penuh. Alat itu bersifat dua arah. Artinya Kamu juga bisa menarik balik tegangan listrik dari Power Baterai untuk keperluanmu.”

Sancaka :

“Terima kasih Pak. Ini akan membantu.”

42. EXT – Depan gedung Seminar – siang (Seminggu berikutnya).

Ratusan orang berkerumun di depan Gedung seminar. Mereka mengelu – elukan nama Iskandar. Sebuah mobil sedan mewah datang. Iskandar keluar lalu berjalan menuju gedung seminar sambil melambaikan tangan.

43. INT – Di dalam Gedung Seminar – Siang

Iskandar sedang duduk sambil menyimak orang berpidato di depannya. Beberapa saat kemudian selesai kemudian berganti pembawa acara.

Pembawa Acara :

“Terima kasih atas sambutannya dari Bapak Gubernur Jakarta,Djoko Suryandoko. Selanjutnya, seorang yang tidak asih lagi, Pakar Kesehatan di Indonesia. Bersama Corporasinya, Dia telah menelurkan puluhan inovasi di bidang medis dan membantu jutaan orang di Indonesia dan Dunia. Mari berikan tepuk tangan kepada Bapak Iskandar Al Ghazul. Bapak Iskandar dipersilahkan naikkan ke atas panggung untuk berbagi ispirasinya.”

Iskandar berdiri dari kursinya. Dia berjalan menuju ke atas pentas dan berdiri di depan sebuah microphone.





Iskandar :

“Selamat Siang semua. Semua dalam keadaan sehat? Anda semua sehat kan? Baguslah kalau semua sehat karena sakit itu sangat tidak menyenangkan. Percayalah. Apa dari kalian ada yang suka dengan sakit? Iya, sakit memang sangat – sangat tidak menyenangkan. Tapi ingatlah bahwa manuasia tidak adalah makhluk ciptaan Tuhan. Manusia tidak ada yang tidak merasakan Sakit atau tidak bisa sakit. Karena semua sudah hukum-Nya. Sakit tak lebih adalah cara sapa-Nya untuk mengenali Makhluk-Nya yang dikasihi. Saat Dia sudah merindukannya, maka kematian akan datang sebagai hadiah istimewa...”

Iskandar masih berpidato di atas panggung, dihadapan puluhan para undangan. Salah seorang undangan dengan mengenakan topi tampak diam dan menunduk, khusyuk mendengarkan pidato Iskandar. Dia melepas topinya, dari baliknya wajah Sancaka terlihat. Di tengah pidatonya, Iskandar melihat wajah teman karibnya itu. Dia terdiam sejenak kemudian melanjutkan pidatonya sampai selesai. Iskandar turun dari panggung, berjalan menuju kursinya sambil pandangannya menatap Sancaka. Di panggung pembawa acara mengambil alih tugasnya.

44. EXT – Di luar Gedung Seminar – Sore

Para Undangan satu persatu keluar ruangan. Tak lama Iskandar keluar dengan beberapa asistennya. Sancaka berdiri di luar gedung dan Iskandar berjalan melewatinya tanpa menengok. Sancaka bergerak hendak menegur Iskandar tapi tiba – tiba dihentikan oleh seseorang. Orang itu memberikan secarik kertas kecil padanya. Iskandar memasuki mobilnya lalu pergi. Regina datang menghampiri Iskandar bersama Fitria.

Regina :

“Gimana Om? Sudah bertemu dan bicara dengannya?”

Sancaka :

“Tidak. Dia memberikan ini.”

Fitria :

“Ini seperti alamat rumah.”

Sancaka :

“Gin. Besok kita mendatanginya.”

Regina :

“Ok. Bisa Om.”

Sancaka :

“Fitria terima kasih ya.”

Fitria :

“Sama – sama Om.”

45. EXT – Di parkiran depan rumah Regina – Pagi (Keesokan harinya)

MONTAGE :

1. Regina dan Sancaka memasuki mobil. Kemudian Merena pergi dari rumah.

2. Mobil Regina berjalan menuju pinggiran kota.

3. Mobil Mereka berhenti di depan gerbang rumah yang sangat besar.

4. Sancaka keluar lalu menyamakan alamat di kertas dengan nomor di pinggir gerbang.

5. Ada sebuah bel dan Sancaka memencetnya beberapa kali.

6. Sebuah Kamera bergerak, menghadap ke wajah Sancaka.Sancaka membalas memandangnya.

7. Tak lama kemudia pintu pagar bergeser membuka.

8. Sancaka segera masuk ke dalam Mobil lalu Mobil berjalan melewati pagar. Kemudian pagar menutu.

9. Sancaka berdiri di depan pintu rumah yang besar. Dia bermaksud mengetuk pintu itu karena disampingnya tidak terlihat ada bel.

END OF MONTAGE

46. EXT – Di depan pintu Rumah Iskandar – Pagi

Pintu tiba – tiba terbuka dan Iskandar muncul dari baliknya. Dia segera memeluk Sancaka erat – erat.


Iskandar : (berlinang air mata)

“Aku kira Kamu benar – benar... Maafkan Aku Caka, maafkan Aku.”

Sancaka : (bingung)

“Ah, Iya. Aku tidak apa – apa.”

Iskandar :

“Masuklah, Masuklah. Mari nona, masuk juga.”

47. INT – Di dalam rumah Iskandar – Pagi (menjelang siang)

Iskandar berjalan sambil merangkul Sancaka menuju ruang tengah. Regina berjalan membuntuti Mereka. Sancaka dan Iskandar menduduki sofa, Regina juga.

Iskandar :

“Kemana saja Kamu selama 30 tahun ini? Kemana Mereka telah membawamu?”

Sancaka :

“Yang sebenarnya adalah Aku baru saja terbangung beberapa minggu yang lalu. Dari tidur yang panjang sepertinya. Justru tujuan Saya datang mau menanyakan apa yang sebenarnya sudah terjadi? Dengan Ujicoba itu? Kenapa Saya bisa berada di pemakaman?”

Iskandar : (Iskandar semakin terheran Dia menyandarkan nyaman punggungnya. Dia diam sejenak)

“Kamu sudah meninggal.”

Sancaka dan Regina terkejut, terbelalak mendengarnya.

Iskandar :

“Itu mungkin menjelaskan kenapa Kamu di pemakaman itu.”

Sancaka :

“Aku sudah meninggal?”


Iskandar :

“Eksperimen Ujicoba itu berhasil memulihkan Kakimu tapi Kamu ternyata diakhir Eksperimen Kamu meninggal. Lalu Mereka, para investor, menutup project-nya dan juga kematianmu.”

Sancaka :

“Karena itu berita paslu dibuat sebagai kamuflase?”

Iskandar :

“Itu dilakukan atas dasar reputasi bisnis. Aku tak bisa apa - apa. Tapi bagaimana bisa? Bagaimana Kamu bisa bangun?”

Regina :

“Saat Saya sedang berziarah ke pemakaman, petir yang besar menyambar berkali – kali pada sebuah makam hingga meledak. Berikutnya Om Sancaka bangun.”

Iskandar : (takjub)

“Tak disangka Sel Evolusi masih bisa aktif setelah berpuluh – puluh tahun. Meski sudah mati. Itu sebuah keajaiban”

Sancaka :

“Minarti? Bagaimana dengan Minarti?”

Iskandar : (Iskandar terdiam sejenak)

“Ayo Ikut denganku.”

Mereka bertiga berjalan kemudian menaiki Lift. Tak lama kemudian pintu lift membuka. Mereka berjalan lagi menyusuri koridor hingga sampai di depan pintu.





48. INT – Di dalam Kamar Minarti – Siang

Sancaka, Regina dan Iskandar berdiri di dalam sebuah ruangan. Di depan Mereka terbaring wanita tua lemah tak sadarkan diri.

Iskandar :

“Itu Minarti.”

Sancaka mendekat kemudian Dia memegang tangannya yang lemah.

Iskandar :

“Setelah mengetahui berita palsu itu, Dia masih menunggumu sampai dua tahun lamanya.

Sancaka :

“Kamu tidak mengatakan kebenarannya?”

Iskandar :

“Maaf. Setelah kegagalan project itu, Aku tak lebih seperti mayat hidup. Aku lupa bagaimana untuk hidup. Sampai akhirnya Dia datang dan mengajarkanku lagi arti kehidupan. Setelah beberapa lama Kami menikah.”

Sancaka meletakkan tangan Minarti perlahan.

Sancaka :

“Syukurlah. Terima kasih telah menajaganya. Aku memang tak berguna. Selalu mengecewakannya.”

Iskandar :

“Sancaka.”

Sancaka :

“Iya?”

Iskandar :

“Kita bisa membuat Minarti kembali seperti sedia kala.”

Sancaka :

“Maksudmu?”

Iskandar :

“Kita jalankan lagi Project Ion Genesis. Kali ini pasti berhasil.”

Sancaka :

“Tidak. Tidak bisa.”

Iskandar :

“Kenapa? Kita bisa mewujudkan impian Kita dulu. Membuat Manusia berevolusi. Lihat padamu sekarang, sempurna. Serum itu berhasil.”

Sancaka :

“Kamu salah. Aku tidaklah sempurna. Yang sempurna hanya Dia.”

Iskandar : (marah)

“Omong kosong! Dengan serum itu, Aku bisa menjadi Tuhan! Kamu pintar tapi bodoh! Tidak pernah berubah!”

Sancaka : (marah)

“Sudah cukup! Kamu sudah tidak waras! Aku pergi. Ayo Gina!”

Sancaka dan Regina pergi dari ruangan Minarti. 

49. INT – Di dalam Rumah Iskandar lantai satu – Siang

Sancaka dan Regina keluar dari Lift lalu berjalan menuju pintu keluar. Tak lama Mereka berhenti. Dua orang berbadan tegap menghadang Mereka dan dua orang lainnya menghampiri di belakangnya. Iskandar perlahan berjalan menuruni tangga.

Sancaka :

“Mau apa Kalian.”




Iskandar :

“Kamu mau kemana? Di luar sana sudah bukan Duniamu. Kamu sendirian! Bersama Aku dan Minarti, Kita berkumpul kembali. Kita bisa melanjutkan kehidupan bahagia Kita lagi.”

Sancaka :

“Kamu sudah termakan oleh ambisimu Is. Aku pilih menjadi hampa dari pada mengikuti kemauanmu.”

Iskandar : (Marah)

“Brengsek! Kalian! Tangkap Dia!”

Empat orang pengawal Iskandar bergerak menyergap dan merobohkan Sancaka. Regin mencoba membantu tapi salam seorang mengawal Iskandar mendorongnya hingga terjerembab. Sancaka murka. Dia melepas sarung tangannya lalu Dua orang pengawal terlempar dan pingsan. Melihat tangan Sancaka yang berkilat – kilat, dua orang pengawal menjauh.

Iskandar :

“Ternyata Kamu...”

Sancaka : (menyesal)

“Aku menyesal pertemuan Kita harus berakhir seperti ini. Pak Abdullah benar, harusnya Aku tidak datang kemari.”

Iskandar :

“Aku berhak mendapatkannya Sancaka! Aku sudah berkorban banyak karenanya! Juga Minarti!”

Sancaka :

“Maafkan Aku telah membuat Kalian sengsara. Tapi ini yang terbaik. Percayalah.”

Iskandar :

“Pergilah. Aku tidak akan mampu memaksamu.”

Sancaka menarik Regina untuk berdiri. Perlahan dan hati – hati Mereka pergi meninggalkan Iskandar.

Iskandar :

“Panggil Gandi.”

50. INT – Di dalam Mobil – Siang

Regina memegang kemudi mobil sedangkan Sancaka di sebelahnya berdiam diri.

Regina : (melirik pada Sancaka)

“Om Sancaka sedang mikir apa?”

Sancaka : (muram, bingung)

“Entahlah. Aku hanya memikirkan siapa Aku sebenarnya.”

Regina :

“Maksud Om?

Sancaka :

“Iskandar benar. Sancaka sudah mati. Aku buka siapa - siapa di sini. Tidak memiliki apapun dan ini sudah bukan Duniaku.”

Regina menghentikan mobilnya mendadak.

Regina :

“Om Salah. Tentu saja Om berarti. Bagi Saya dan Papa, Om adalah keluarga.”

Sancaka : (Sancaka melihat kepada Regina)

“Terima kasih. Aku berhutang banyak padamu dan papamu. Aku janji tidak akan mengecewakan Kalian.”

Regina :

“Keluarga kan harus saling membantu Om.”

Sancaka tersenyum senang. Kemudian Regina membuka pintu mobil.


Regina :

“Saya mau beli minum dulu. Om mau?”

Sancaka :

“Ga usah. Aku tunggu saja di sini.”

Regina keluar dari Mobilnya. Dia menutup pintu mobilnya. Tiba – tiba sebuah Van hitam berhenti di belakang Regina. Ganti muncul dan menarik paksa Regina memasuki Van. Sancaka melihat dan berusha keluar dari Mobilnya untuk menolong. Ganti menembak ban mobil Regina dan pergi. Sancaka terlambat. Dia gagal menolong Regina. Tak lama Handphone Sancaka berbunyi.

INTERCUT WITH :

51. INT – Rumah Iskandar – Sore

Iskandar sedang duduk di sofanya. Sambil menghisap sebuah cerutu Dia meletakkan gagang telepon di telinganya.

Sancaka : (bingung)

“Halo?”

Iskandar :

“Ini Aku Iskandar. Aku yang menculik perempuan itu.”

Sancaka : (marah)

“Iskandar? Kamu terlampau jauh! Kenapa harus sampai seperti ini?”

Iskandar :

“Terpaksa. Bagaimanapun caranya, Kamu harus membuat dan melakukan Eksperimen itu lagi. Itu adalah mimpiku.”

Sancaka :

“Kamu bedebah. Biadab Kamu!”



Iskandar :

“Terserah Kamu bilang apa. Besok jam 8 pagi, temui Aku di tempat Eksperimen dulu. Diam dan jangan ada Polisi maka semua akan baik.”

Sancaka :

“Jangan sakiti Dia!”

Iskandar :

“Jangan kuwatir. Akan Aku beri Dia makan malam nanti dan sarapan besok pagi. Sampai jumpa.”

Telepon terputus dan Sancaka bingung bercampur frustasi.

52. INT – Di Rumah Regina - Malam

Pak Abdullah sedang duduk di Sofa. Di hadapannya, di sebelah meja, Sancaka juga duduk di sofa. Mereka berhadapan.

Sancaka :

“Maaf Pak. Semua ini salah Saya.”

Pak Abdullah :

“Jangan minta maaf. Ini bukan salahmu. Sekarang Kita harus memikirkan cara menyelamatkan Regina.”

Sancaka :

“Sudah. Saya akan datang dan mengikuti kemauan Mereka. Kemudian Regina pasti akan Saya dapatkan.”

Pak Abdullah :

“Kalau itu harus, hati - hatilah. Saya percayakan padamu”

Sancaka :

“Saya tidak akan mengecewakan bapak. Saya akan melepaskan Regina.”

Pak Abdullah :

“Terus apa yang bisa Saya lakukan?”

Sancaka :

“Bapak bisa memandu Saya dari sini.”

53. EXT – di Jalan Raya – Pagi

MONTAGE :

1. Sancaka memacu mobilnya.

2. Sancaka berhenti di depan gedung tua usang. Tampak banyak mobil terparkir di sana. Salah satu milik Iskandar.

3. Sancaka keluar dari Mobilnya kemudian memasuki gedung

4. Sancaka sampai di dalam ruang eksperimen. Di sana ramai para staff Iskandar dan beberapa tentara bayaran. Salah satunya Gandi.

END OF MONTAGE

54. INT – Gedung Experimen – Pagi

Sancaka muncul. Iskandar menyambut kedatangan Sancaka. Regina terikat di sebuah kursi di sebelah Iskandar berdiri. Di sana ada belasan orang anak buah Iskandar dan beberapa orang staff peneliti.

Iskandar : (senang)

“Hei, Kamu datang juga akhirnya. Mari – mari.”

Sancaka :

“Kamu harus ingat janjimu. Setelah ini selesai, lepaskan Regina.”

Iskandar :

“Aku akan melepaskannya setelah semua selesai. Ayo ikut Aku.”

Iskandar mengarahkan Sancaka menuju sebuah kursi. Dia mempersilahkan Sancaka duduk di kuris itu dan Sancakapun mendudukinya.

Iskandar :

“Ini untuk jaga – jaga.”

Iskandar mengikat kaki dan tangan Sancaka dengan sebuah plester. Tak lama datang staff berseragam putih datang dan menusukkan jarum ke lengannya. Darah mengalir melalu selang panjang, mengarah pada sebuah borol silinder. Darahnya banyak mengalir sehingga perlahan Sancaka semakin lemas. Regina hanya bisa melihat karena tangan, kakinya terikan dan mulutya tertutup plester.

Iskandar :

“Kali ini Kita kebalikan. Aku yang akan di dalam sana dan Kamu melihatku dari sini. Kita impas sekarang.”

Sancaka :

“Kamu jauh berubah. Kamu sudah bukan Iskandar yang Ku kenal.”

Iskandar hanya menyengir menanggapi Sancaka. Dia melihat ke arah para staff yang berbaris.

Iskandar :

“Dan tuan – tuan sekalian, mulailah bekerja. Ambil sample sebanyak Kalian butuhkan dan segera buatkan serum itu.”

Iskandar berjalan menaiki tangga. Dia terlentang di atas sebuah ranjang metal dan badannya diikat kuat. Setelah beberapa lama, seorang staff datang dengan membawa sebuah suntikan besar, berisi cairan bening hasil dari pengolahan darah Sancaka.

Stafff 1: (sedikit gugup)

“Serum yang anda minta sudah jadi. Tapi Saya tidak yakin apa ini sesuai dengan yang anda inginkan.”

Iskandar :

“Pasti sesuai. Masukkan saja ke dalam tubuhku. Kita segera mulai tahap berikutnya.”

Ranjang Iskandar bergerak kemudian masuk ke dalam akuarium penuh air. sebelumnya, sebuah masker untuk pernapasan sudah dipasang di wajahnya.


Pemimpin Eksperimen :

“Laporkan status Subjek.”

Staff 1 :

“Mutasi sel sudah terjadi. Sel Evolusi mencapai level 45%. Denyut nadi stabil, tekanan darah stabil.”

Pemimpin Eksperimen :

“Tunggu beberapa saat.”

Waktu sudah berjalan 30 menit berikutnya. Sancaka tampak lemas, matanya tertutup rapat. Darahnya tak henti mengalir melalui selang – selang kecil dan Regina terus menangis dalam diam.

Pemimpin Eksperimen :

“Laporkan status Object.”

Staff 1 :

“Sel Evolusi mencapai level 99%. Denyut nadi stabil, tekanan darah stabil.”

Pemimpin Eksperimen melihat kepada Iskandar. Iskandar mengangguk.

Pemimpin Eksperimen :

“Hitungan ke-3, proses impuls Elektron dilakukan. 1.. 2.. 3.. Mulai proses Impuls Elektron!”

Staff 2 :

“Proses Impuls Elektron dijalankan! Mengalirkan 10.000KV!

Aliran listrik mengalir, melewati Iskandar. Dia tak henti – henti kejang karenanya. Bebarapa sisi tubuhnya tampak berpijar. Semua mata tertuju pada Iskandar yang tampak kesakitan, begitu juga Regina. Sedang Sancaka masih diam lemas tak bersuara. Sesuatu terjadi, tubuh Iskandar mengalami perubahan. Kulit – kulit tubuhnya mulai mengencang. Massa ototnya meningkat. Wajah Iskandar semakin tampak segar dan kencang. 15 menit lamanya proses terjadi, semua orang mulai terperangah.

Pemimpin Eksperimen :

“Laporkan status!”

Staff 1 :

“Proses Hyper Regenerasi mencapai 90%! Denyut nadi stabil, tekanan darah stabil.”

Pemimpin Eksperimen :

“Matikan impuls Elektron! Proses selesai!”

Staff 2 :

“Proses Impuls Elektron dimatikan!”

Staff 1 :

“Status Denyut nadi stabil! Tekanan darah stabil!”

Iskandar dinaikkan dari akuarium kaca. Semua kabel dan peralatan yang menempel di tubuhnya dilepas, begitu juga tali pengikat. Iskandar terjatuh lemas namun berhasil di tangkap para staff. Tak lama Dia mengenyahkan para staff dan berdiri sambil tangannya bertumpu pada pagar besi. Iskandar sekarang tampak berubah dari sebelumnya. Tubuhnya menjadi memerah disertai beberapa urat ungu yang tampak timbul. Semua orang terkejut dan terperangah padanya. Seorang staff mendekati sambil membawa pelat benih.

Staff 3 :

“Maaf Pak. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi. Sosok anda berubah.”

Iskandar mengambil pelat bening. Tak lama Dia tampak terkejut dan marah pada sosok barunya. Tangannya langsung mencengkeram sang staff lalu melemparnya jatuh.

Ranjang besi di belakang Iskandar bergetar kuat. Iskandar merasakannya, punggungnya yang merinding. Tangannya juga sesaat seakan menempel pada pagar besi. Dia berbalik, mengarahkan telapak tangannya para ranjang besi. Dengan kemauannya, ranjang itu melesat tapi berhanti dan melayang tepat beberapa inci dari telapak tangannya. Dia mengibaskan tangannya, ranjang itupun melesat terbang, menghantap Ilmuan pemimpin eksperimen.

Iskandar melompati pagar besi lalu mendarat dengan kokoh ke lantai. Dia berjalan menuju Regina lalu melepaskan plester di mulutnya.

Iskandar :

“Ku ijinkan Kamu berdoa untuk keselamatanmu.”

Regina :

“Kamu puas sekarang? Tuhan memang maha adil. Rupamu sekarang sama dengan hatimu.”

Iskandar berpaling tidak menggubris Regina.

Iskandar :

“Kita pergi. Tinggalkan Mereka.”

Gandi :

“Kamu sudah janji akan melepaskan Mereka setelah semua ini kan?”

Iskandar :

“Aku berubah pikiran. Biarkan Mereka mati.”

Gandi terdiam setelah mendengar kata Iskandar.

Iskandar :

“Sesuai rencana, bakar tempat ini. Aku ingin tempat ini dihancurkan, tak ada sisa. Dan satu botol sample itu, masukkan ke koper dan taruh di mobilku. Dan kalian para staffku, pergilah.”

Para staff berhamburan meninggalkan ruangan. Gandi dan anak buahnya mengambil jirigen bensi yang tertumpuk di ujung ruangan. Kemudian menebarkan rata isinya ke seluruh ruangan. Regina tak henti – hentinya berteriak membangunkan Sancaka.



55. EXT – Depan ruang Eksperimen - Siang

Iskandar sudah berpakaian lengkap dengan jas hitam panjang. Dia bersama beberapa orang bawahannya masuk ke dalam mobil Mecedes hitam. Gandi menyusul dengan beberapa anak buahnya masuk ke dalam Van hitam. Dan anak buahnya yang lain masuk ke dalam mobil sedan putih. Mereka pergi beriringan.

56. INT – Di dalam gedung Experimen - Siang

Regina masih berteriak memanggil – manggil sancaka. Sancaka masih diam tak bergerak. Sedangkan disekelilingnya sudah terbakar api.

57. EXT – Di depan rumah Sancaka - Siang

Sancaka dengan kemeja putih berdiri di depan rumahnya. Dia mengucapkan salam dan tak lama pintu rumah terbuka. di dalam, kedua orang tua Sancaka diam duduk di kursi sambil sumringah melihat anaknya pulang. Sancaka juga dalam bahagia dan haru, setelah sekian lama akhirnya bertemu orang tuanya lagi. Kakinya akan melangkah memasuki pintu tapi tiba – tiba Minarti muda, muncul menghadang dari balik pintu.

Sancaka : (bahagia)

“Minarti? Kamu juga di sini? Akhirnya Kita berkumpul. Ayo ketemu Ibu – Bapak.”

Minarti :

“Tunggu Mas.”

Sancaka :

“Tunggu apa? Mas sudah lama ga ketemu Bapak – Ibu. Aku pingin ketemu Mereka.”

Minarti :

“Mas belum saatnya. Pulanglah dulu.”

Sancaka :

“Pulang? Kemana Narti? Ini Rumahku?”

Minarti :

“Ke Rumah Mereka. Keluarga Mas yang baru. Mas sudah janji tidak akan mengecewakan Mereka.”

Sancaka :

“Pak Abdullah. Regina.”

Minarti :

“Tidak sekarang, nanti kita pasti berkumpul lagi. Kami akan tunggu Mas di sini.”

Sancaka mengangguk sambil berlinang air mata. Cahaya berpendar dan semua hilang.

58. INT – Di dalam gedung eksperimen – siang

Sancaka mulai tersadar. Dalam keadaan masih setengah ling – lung, Dia melihat Regina yang terikat. Lalu menyadari Dia dan Regina dalam bahaya. Sancaka melihat tubuhnya dan masih terikat kuat ke kursi. Dia menembakkan petir tegangan tinggi ke pergelangan tangannya hingga membuat tali pengikat terbakar. Dia berhasil lepas dan mencabut jarum di tangannya. Dengan lemah Dia melepaskan Regina. Mereka berdua pergi meninggalkan gedung.

59. EXT – Di luar Gedung Eksperimen – Siang

Regina dan Sancaka berhasil keluar dari Gedung yang terbakar hebat. Mereka kelelahan dan jatuh terkulai ke tanah.

Sancaka :

“Dimana Iskandar dan anak buahnya?”

Regina :

“Mereka pergi Om.

Sancaka :

“Dia mendapatkan Serumnya?”




Regina :

“Dia menggunakannya pada dirinya sendiri. Dia sudah berubah Om. Tubuhnya lebih mirip iblis sekarang. Dan sisa serum itu Mereka memasukkannya ke dalam koper dan membawanya.”

Sancara berdiri perlahan.

Regina :

“Dia dengan mudah membunuh orang lain.”

Sancaka terdiam sebentar mendengar perkataan Regina.

Sancaka :

“Yang penting sekarang Aku antar Kamu ke mobil.”

Sancaka dan Regina pergi ke mobil. Regina masuk ke dalam mobil sedangkan Sancaka tetap di luar setelah Dia mengambil sebuah koper.

Regina :

“Om tidak masuk?”

Sancaka :

“Kamu pergilah pulang. Pak Abdullah mengkhawatirkanmu. Aku harus mengejarnya dan menghancurkan Serum itu.”

Regina :

“hati – hati Om.”

Sancaka tersenyum lalu pergi meninggalkan Regina.

60. INT – Di dalam Mobil Iskandar – Siang

Iskandar sedang menerima panggilan telephone di telinga kanannya. Matanya berlinang. Tak lama Dia menutu telephonenya lalu mengusap air di matanya.



61. INT – Di dalam Kamar Minarti – Siang

Layar monitor menampilkan grafik garis lurus. Sorang dokter dan suster berdiri di samping tempat tidur dan seluruh tubuh Minarti terselimut kain putih.

62. EXT – Di jalan raya jakarta – Siang

Tiga mobil, berisi Iskandar dan kroni – kroninya, berjalan, beriringan. Lalu lintas lumayan lengang. Jauh di belakang, Gundala sedang berlari dengan sangat kencang menuju rombongan Iskandar.

Sebelumnya Dia sudah memasang alat pelacak pada Mobil Mercedes milik Iskandar. Sehingga memudahkannya mencari dan mengejar Mereka. Beberapa meter lagi, Dia mencapai jarak dengan Mobil anak buah Iskandar. Gundala melompat dan melesat jauh ke atas sambil meninggalkan ekor kilat dari kakinya. Dia turun kembali dan mendarat tepat di atas mobil paling belakang.

Mobil sempat oleng tapi Gundala masih berpegang erat. Salah seorang menembak membabi buta pada atap Mobil. Gundala bergerak, terpelanting ke sisi kiri Mobil. Tangannya masih berpegangan lalu Dia melepaskan tegangan listrik. Mobil penuh percikan api lalu oleng kembali. Gundala melepas pegangannya lalu Mobil itu kecelakaan, berguling – guling di aspal. Semua penumpangnya tewas di tempat.

63. INT – Di dalam Mobil Iskandar – Siang

Iskandar mengambil Handphonenya untuk menghubungi Gandi.

INTERCUT WITH :

64. INT – Di dalam Mobil Gandi – Siang

Gandi mengambil Handphonenya. Dia melihat Nomor Iskandar muncul di layar Handphone. Kemudian Dia mangangkatnya.

Gandi :

“Halo?”



Iskandar :

“Bayaran jadi sepuluh kali, Bunuh Dia! Bagaimanapun caranya!”

Gandi :

“Sebelumnya Saya ingin tanya sesuatu.”

Iskandar :

“Apa?”

Gandi :

“Obat itu. Apakah mungkin bisa mengobati anakku?”

Iskandar :

“Kalau kaki yang butung saja bisa tumbuh dan normal kembali. Untuk anakmu, itu mingkin. Jadi tolong bantuanmu.”

Gandi :

“Saya mengerti”

Gandi menutup Telephonenya. Kemudian mengambil dan membuka sebuah ransel hitam. Di dalamnya terdapat segepok senjata laras panjang.

65. INT – Di dalam ruangan rumah sakit – Siang

Sorang wanita sedang duduk meratapi sedih anak perempuannya yang sedang terbaring lemah di tempat tidur. Dia kemudian mengambil Handphonenya lalu menghubungi suaminya.

INTERCUP WITH :

66. EXT – Di Luar gedung kantor – Siang

Gandi baru keluar dari Gedung perkantor milik Iskandar. Tak berselang lama, Handphonenya berbunyi.

Windy : (wajahnya sendu)

“Halo Abi?”

Gandi :

“Iya Umi? Ada apa?”

Windy :

“Jadi bagaimana dengan biaya si Lintang? Sudah ada?”

Gandi :

“Sudah. Abi akan segera mentransfernya. Ada perkembangan dengan Lintang?”

Windy : (berbicara sambil menangis)

“Belum Bi. Sementara ini kata Dokter belum ada perubahan.”

Gandi : (berusaha menenangkan Istrinya sambil menahan air mata)

“Umi tenang saja. Lintang pasti sembuh. Yang penting Umi berdoa saja untuk kesembuhan Lintang.”

Winda :

“Iya Abi. Umi akan berusaha.”

67. EXT – Di Jalan Raya - Siang

Gundala berlari kencang seperti peluru. Dia melewati beberapa mobil yang sedang melaju. Gandi mengetahui keberadaannya.

Gandi :

“Kamu! Sambut tamu Kita itu.”

Atap Mobil Van hitam terbuka lalu seseorang keluar dengan menggenggam sebuah senjata api. Dia memberondong peluru ke arah Gundala, Dia mengelak, melompat ke trotoar jalan. Orang – orang berlarian menjauh.

Mobil Van hitam berhenti. Gandi dan emapt orang anak buahnya keluar dengan persenjataan lengkap. Mereka berjalan mendekati Gundala sambil mengarahkan moncong senjatanya.

Gandi mengambil sebuah granat tangan lalu melemparkannya. Granat itu tergeletak di samping Gundala lalu memedak. Sesaat Gundala berhasil bergerak tapi tetap terhempas oleh kuatnya ledakan. Melihat Gundala yang bergerak, Gandi dan anak buahnya memberondong. Gundala kembali terpojok.

Sebuah tembakan terdenar bertubi – tubi dari arah lain. Dua orang anak buah Gandi jatuh tersungkur. Gandi dan anak buahnya terpecah. Saat itu Gundala bergerak, berlari menghampiri Gandi. Dia melayangkan tendangan, Gandi terlempar. Sesaat berikutnya dua orang anak buah Gandi lumpuh oleh petir Gundala.

Gandi berdiri sambil mengarahkan senjatanya. Dengan cepat Gundala melesatkan petir pada Gandi. Gandi menembakkan senjatanya, Gundala menghindar tapi gagal.Bahu kirinya terkena tembakan. Gandi berbalik lalu menembak ke arah penolong Gundala.

Seorang berkemeja putih terserang, berlindung di balik mobil. Gandi melempar geranat padanya, ledakan dahsyat terjadi. Setelahnya, Orang itu tak terlihat. Gandi berbalik lagi pada Gundala yang terkapar.

Gandi :

“Aku sendiri terkejut petirmu tak mempan padaku. Apa mungkin karena gelang ini?”

Gandi menunjukkan gelang Reaktor Sigma terikat di tangan kanannya.

Gandi :

“Tapi maaf Aku harus membunuhmu.”

Gandi mengarahkan senjatanya pada Gundala yang tergeletak. Gundala melesatkan petir bertubi - tubi pada Gandi dan Gandi hanya diam saja.

Gandi :

“Aku tidak merasakan apapun.”

Gandi akan menarik picu senapan tapi tiba – tiba bunyi alarm keluar dari gelang di tangan Gandi, bersama lampu merah menyala. Gandi meliriknya lalu terpantal jatuh. Dia kejang – kejang di atas aspal. Gundala berdiri kemudian menghampiri Gandi sambil memegangi bahunya.

Gundala :

“Kalau lampu merahnya menyala artinya baterainya penuh. Aku hanya beruntung.”

Gundala mengumpulkan para penjahat lalu mengikatnya. Tak lama seorang berkemeja putih datang menghampiri.

Gundala :

“Bapak?”

Kombes Khrisna Murti :

“Saya Polisi. Selanjutnya serahkan saja sama Saya.”

Gundala :

“Ah iya. Silahkan Pak. Saya akan pergi.”

Kombes Khrisna Murti :

“Monggo - monggo.”

Gundala berlari lagi melanjutkan pengejarannya pada Iskandar.

68. INT – Di Ruang Laboratorium Pak Ambdullah - Siang

Pak Abdullah sedang duduk di depan komuter sambil mengenakan headset. Dia sedang melacak keberadaan mobil Iskandar dan memberitahukannya pada Sancaka dengan alat telekomunikasi khusus.

INTERCUT WITH :

69. EXT – Di Jalan raya Jakarta – Siang

Gundala sedang berlari mengejar mobil Iskandar. Dia menerima panggilan dari Pak Abdullah dengan alat telekomunikasi yang terpasang di maskernya.

Gundala :

“Iya Pak? Masuk!”



Pak Abdullah :

“Dia sedang di Tol jati sari. Sepertinya Dia mengarah menuju bandara?”

Gundala :

“Baik Pak.”

Gundala melesat berlari.

70. INT – Di dalam Mobil Iskandar – Siang

Iskandar sedang melaju bersama Mobilnya. Dia di temani dua orang penjaga.

Iskandar :

“Kalian sudah dapat kabar dari Gandi?”

Sopir :

“Belum Pak.”

Iskandar :

“Lalu bagaimana dengan pesawat?”

Sopir :

“Aman Pak. Begitu sampai Kita bisa langsung lepas landas.”

Iskandar melihat kaca spion mobilnya. Sosok Gundala tampak di kejauhan.

Iskandar :

“Gandi ternyata gagal? Tidak biasanya.”

Iskandar berbalik, Dia melihat Gundala yang sedang mendekat dari kaca belakang. Dia mengangkat tangannya lalu mengibaskannya. Bersamaan, sebuah mobil yang terparkir di pinggir jalan tiba – tiba terbang dan langsung menghantam Gundala. Melesat bersamanya, menghantam jendela pertokoan di pinggir jalan. Iskanda merasa puah lalu kembali berbalik ke arah depan.


Iskandar :

“Semoga kali ini bisa menghentikannya.”

Mobil Iskandar tetap melanjutkan perjalanannya.

Iskandar :

“Sangat di Sayangkan. Kamu bisa menghubungi Gandi?”

Penjaga :

“Bisa Pak tapi yang menerima panggilannya Bukan Dia tapi Polisi. Katanya, Bapak akan ditangkap atas tuduhan beberapa kasus pembunuhan, tindakan pidana Korupsi dan membuat kegaduhan di jalan raya hingga menyebabkan orang celaka.”

Iskandar :

“Kamu sampaikan, Saya minta maaf. Dan kegaduhan di jalan Raya itu karena Gundala, Kita kan hanya merespon!”

Penjaga :

“Dia bilang Gundulmu Pak.”

Iskandar :

“Ya sudah tutup saja telponnya.”

Tiba – tiba Mobil Iskandar berhenti.

Iskandar :

“Kenapa Mobilnya berhenti?”

Sopir :

“Dia ada di sana Pak.”

Iskandar melihat ke kaca depan. Di kejauhan, di bawah bawah traffic light, Gundala berdiri diam, menatap balik ke mobil Iskandar.

Iskandar :

“Maju! Tabrak Dia!”

Mobil Iskandar kembali melaju menuju ke arah Sancaka berdiri. Sancaka mengangkat tangannya. Sulur – sulur listrik bermunculan di ujung – ujung jari kedua tangannya.

Gundala :

“Listrik bisa menghasilkan Kalor.”

Gundala menembakkan petir besar pada mobil Iskandar. Roda depan mobil Iskandar terbakar lalu membuatnya oleng. Mobil Iskandar berguling di jalan. Dua orang anak buahnya diam terkapar sedangkan Iskandar masih sadar meski pelipisnya terluka.

Orang – orang di sekitar berlarian menjauh dari jalan saat terjadi kegaduhan. Gundala masih berdiri diam melihat Mobil Iskandar. Dia akan menhampiri tapi mobil Iskandar perlahan bergerak.

Tiba – tiba mobil Iskandar terbelah menjadi dua. masing – masing bagian terlempar ke arah berawanan dan Iskandar berdiri di tengah jalan. Tangan kanannya menggenggam sebuah koper.

Gundala :

“Iskandar! Berikan Koper itu! Kamu tidak boleh menyebarkannya!”

Iskandar :

“Kenapa Aku harus mendengarkanmu?”

Sebuah mobil hitam sedang melaju kencang di jalan. Di dalamnya ada seorang ibu di belakang kemudi dan seorang anak di sampingnya. Iskandar berdiri di depannya dan Mobil itu tidak sempat untuk mengerem. Iskandar melihat lalu dengan kekuatan magnetnya, membuat mobil itu melayang di udara, tepat di atas kepalanya.

Iskandar :

“Satu hal lagi! Iskandar sudah lama mati! Panggil Aku Ghazul!”

Dia melemparkan mobil itu kepada Gundala. Gundala menangkap tapi justru tubuhnya terdorong sampai menghantam Bis yang parkir di belakangnya. Berkat Gundala, mobil itu tidak mengalami benturan parah. Kedua orang ibu dan anak itu selamat. Mereka keluar lalu pergi menjauh.

Sambil sempoyongan, Gundala keluar dari Bus. Dia bersiap memulai pertarungannya, begitu juga Ghazul. Gundala menambil kuda – kuda dan Ghazul menarik sebuah mobil lalu mematahkannya hadi dua. Tanpa aba – aba, Gundala berlari melesat menuju Ghazul. Ghazul merespon dengan melemparkan dua bagian mobil yang ringsek. Gundala berhasil mengelak lalu lanjut berlari menuju Ghazul.

Gundala dan Ghazuk beradu pukul. Gundala melayangkan pukulan dan mengenai dada Ghazul hingga membuatnya terlempar jauh. Ghazul segera menyerang balik dengan melemparkan dua buah mobil dan Gundala kembali berhasil mengelak. Begitu juga dengan serangan lainnya. Tapi tak terduka, rongsokan besi menghantam Gundala dari belakang. Gundala lengah dan dua buah mobil berhasil menghantam dan menghimpitnya. Dia terjebak.

Ghazul sumringah. Dia mendekatkan Gundala yang sedang terhimpit badan Mobil. Dengan kejam Ghazul semakin menghimpit Gundala. Tanpa disadari, Gundala mengeluarkan tangannya lalu menyerang Ghazul dengan petirnya dengan maksimal. Ghazul terlempar dan Sancaka terlepas dari himpitan dua mobil.

Gundala tampak kepayahan dan baterai di tangan kanannya redup. Ghazul perlahan berdiri kembali dan Dia tampak murka. Dada kanannya terbakar karena petir Gundala. Ghazul mengangkat tangannya dan dari belakangnya, sebuah truck tangki BBM melayang dan berhenti di atasnya.

Ghazul :

“Kali ini matilah Kamu!”

Truck tangki BBM melayang, menyerang. Gundala yang masih kepayahan berusaha menghindar. Truck tangki menghantam jalan, ledakan besar terjadi. Gundala melesat jauh dan mendarat di atas sebuah mobil ringsek. Dia diam tak bergerak.

Ghazul :

“Kenapa Kamu tidak sadar juga? Level Kita sudah bukan Manusia! Kita Tuhan teman!”

Ghazul merentangkan tangannya. Perlahan Dia melayang. Dia melayang semakin tinggi sambil menebar wajah angkuh dan sombong. Sebuah bangunan yang masih berupa rusuk – rusuk besi terlihat. Ghazul melihatnya lalu menarik besi – besi bangunan terbang berkumpul, berputar – putar di atasnya.

Ghazul :

“Di tanganku sekarang hidup dan mati orang. Siapa yang meragukanku?”

Sorang anak tiba – tiba muncul ke jalan, sedang memungut anak kucing. Ghazul melihatnya.

Gundala melihat anak itu dan Dia melihat Ghazul yang sedang memandang bocah itu juga. Dia ingin menggapainya tapi tubuhnya lemah tak bertenaga. Sebuah teriakan terdengar memanggilnya. Sancaka menoleh, itu Pak Abdullah. Benda bercahaya terbang tergeletak di sampingnya.

Ghazul melemparkan bilah – bilah besi kepada seorang bocah di daratan. Besi – besi itu menancap ke tanah tapi bocah itu tidak ada di tempat. Gundala berhasil menyelamatkannya di saat terakhir. Bocah itu segera lari, pergi menuju orang tuanya.

Power Baterai Gundala terang kembali. Di ujung jauh, Regina tampak sedang berlindung sambil menampakkan wajahnya pada Gundala. Berkat Power Baterai pemberian Regina, Gundala kembali bertenaga.

Gundala :

“Kamu salah. Kita tidak sempurna seperti pikiranmu.”

Gundala menarik sebuah tiang besi yang tertancap ke tanah.

Ghazul :

“Rasakan ini!”

Ghazul melemparkan bilah – bilah bersinya ke tanah. Sambil memegang tongkat besi, Gundala bergerak menghindari serangan Ghazul. Kemudian Gundala melompat kesana – kemari, menapaki dinding – dinding bangunan. Perlahan Dia mendaki gedung dan berhasil di puncaknya sambil tetap memegang tiang besi.

Ghazul :

“Mati Kau!”

Ghazul melemparkan belasan besi ke arah Gundala. Alih – alih menghindar, Gundala justru melesat menuju hamparan besi yang sedang melaju.

Belasan besi melesat melewatinya. Bahu kanannya terkoyak terkena terjangan salah datu besi terbang tapi Gundala berhasil melewati serangan besar Ghasul. Kemudian, Dia menghantam Ghazul dengan keras dan Mereka berdua menukit cepat menuju tanah.

Sebuah mobil Kontainer yang melaju pelan di jalanan. Tiba – tiba Gundala dan Ghazul yang sedang menukik menghantam kuat. Kontainer berguling dan terkoyak, disertai kilatan – kilatan listrik. Kontainer itu berhenti dan Diam. Orang – orang segera berkerumun mendekat tapi dengan cepat dihadang oleh Polisi setempat.

Gundala merayap keluar dari balik Kontainer. Dengan segera, Dia dikepung oleh belasan Polisi bersenjata lengkap.

Polisi :

“Angkat tangamu! Letakkan senjata!”

Gundala mengangkat tangannya

Gundala :

“Saya tidak bersenjata Pak.”

Gundala mengangkat tangannya di tengah todongan para Polisi. Tak berselang lama Pria berkemeja putih datang.

KOMBES Krisna Murti :

“Apa yang Kalian lakukan. Dia bukan penjahatnya. Dimana Dia?”

Gundala :

“Dia ada di sana Pak.

Gundala menunjuk ke lubang Kontainer. Di sana terlihat Ghazul sedang terkapar dengan tiang besi menancap di bahu kanannya hingga menembus tanah.”

Gundala :

“Dia bukan Manusia biasa. Jika didiamkan beberapa saat, kekuatannya akan kembali pulih. Sementara besi itu mengalirkan kekuatannnya ke Bumi. Pastikan Dia selalu terhubung ke Ground untuk melemahkannya.”

KOMBES Krisna Murti :

“Akan Saya panggil tim Khusus untuk menangani ini. Terima kasih.”

Gundala berjalan menjauh. Orang – orang berhamburan ke jalan dan memberi Gundala tepuk tangan, terima kasih. Salah satunya, bocah yang sudah diselamatkannya, bersama ibunya. Gundala mulai berlari kembali lalu melesat, menghilang.


















GUNDALA

Kekuatan :
·         Berlari kencang mencapai 500km/jam
·         Bisa menembakkan petir sampai1000KV dari tubuhnya
·         Mampu melompat tinggi sampai 30m
·         Mampu menyembuhkan diri lebih cepat dari manusia normal
·         Memiliki daya tahan tubuh lebih dari manusia normal
 










Tokoh :

1. Sancaka / Gundala

Umur : 28 thn

Pekerjaan : Peneliti / Ilmuan

Ulasan :

Dia lahir di Jogjakarta 23 Januari 1958. Tumbuh menjadi remaja genius dan berhasil dengan mudah masuk ke Universitas yang sama dengan Iskandal, sahabatnya, di jurusan Sains dan teknologi. Di tahun ke empat masa kuliah, Dia mengalami kecelakaan lalu lintas. Akibat kecelakaan itu, kaki kanannya harus cacat. Sancaka harus menggunakan kursi roda dalam melanjutkan kuliahnya sampai kelulusannya. Tahun 1985, sancaka lulus S2.

Kemudian bersama Iskandar dan dengan sokongan dana beberapa Investor, Dia melakukan riset untuk  membuat Serum Ion Genesis yang dimaksudkan untuk mengembalikan kakinya yang cacat. Dua tahun berlalu, hari hari Ujicoba serum tiba dan Sancaka menjadi Subject eksperimen Ujicoba Serum. Hasilnya kaki Sancaka yang tadinya cacat berhasil normal kembali tapi ternyata justru nyawa Sancaka malayang akibat Eksperimen itu.

Tiba – tiba Sancaka terbangun dari kematiannya. Tak hanya itu, Dia juga mendapat anugerah kekuatan memebihi manusia biasa. Dia mampu berlari sangat kencang dan menembakkan petir dari tubuhnya. Masalahnya adalah Dia harus menjalani kehidupan keduanya di Dunia yang berbeda, 30 tahun setelah kematiannya. Semua orang terdekatnya sudah hilang di telan waktu, menyisakan Iskandar seorang.

Iskandar yang sekarang telah berubah. Dia menjelma menjadi sosok baru, Ghazul dan menebar teror. Pada akhrinya Sancaka harusnya melawan Ghazul sahabatnya dari balik topeng Gundala.

Watak : Pintar, Berani, Idealis, percaya diri

2. Minarti

Umur : 25 thn & 55 thn

Pekerjaan : Mahasiswi & Pensiunan Dosen

Ulasan :

Sejak sekolah menengah atas, Minarti dan Sancaka sudah dekat. Hubungan cinta keduanya mulus sampai ke jenjang kuliah. Pasca kecelakaan yang menimpa Sancaka, hubungan Cinta Minarti dan Sancaka merenggang. Sancaka yang terlalu meratapi kecacatannya, sedikit melupakan keberadaan Minarti. Namun Minarti tetap tabah. Bertahun – tahun Dia tetap menemani dan menunggu sampai Sancaka bangun dari sedihnya dan kembali pada Cintanya.

Watak : lemah lembut, kalem, pintar, setia

3. Regina Aratasya

Umur : 22 thn

Pekerjaan : Mahasiswi

Ulasan :

Regina adalah seorang remaja kutu buku yang pendiam. Sejak kecil Dia kurang pintar dalam bergaul sehingga hanya memiliki beberapa teman saja yang dekat dan akrab. Diperkuliahannya, ada dua sosok teman akrabnya sejak sekolah mengah yaitu Suci dan Fitria dengan karakter masing – masing. Apalagi sejak meninggalnya Andika kekasihnya, Regina menjadi orang yang pemurung dan pendiam. Namun dua orang temannya itu selalu setia mendampingi.

Suatu Hari regina mendatangi makam Andika. Di luar dugaan ternyata tiga orang preman menyergap Regina, bermaksud berbuat jahat padanya. Di saat genting, keajaiban terjadi. Petir menyambar bertubi – tubi pada sebuah makam lalu dari baliknya muncul Sancaka. Itu saat pertama pertemuan Regina dan Sancaka.

Watak : Pendiam, pintar, Introvert

4. Ahmad Abdullah

Umur : 56 thn

Pekerjaan : Dosen & Peneliti

Ulasan : Seorang Peneliti sekaligus pimpinan perusahaan kecil bernama PT. Garuda Teknologi Indonesia. Dia Ayah dari Regina. Sejak meninggalnya istrinya saat Regina di bangku sekolah dasar, Abdullah membesarkan Regina sorang diri. Kegiatannya sehari – harinya menjalankan perusahaan kecilnya yang bergerak di bidang jasa Riset Teknologi.

Dia sangat berjasa bagi Sancaka. Selain memberikan tempat tinggal, Dia juga memberikan sejumlah alat untuk menunjang tubuh Sancaka yang abnormal. Kadang Dia juga memberi nasehat – nasehat pada Sancaka seperti anak sendiri.

Watak : Pintar, Bijak, genius, cinta Negara, penyabar

5. Iskandar al Ghazul

Umur : 30 thn & 60 thn

Pekerjaan : Peneliti dan pimpinan perusahaan PT.

Ulasan :

Merupakan Pemimpin Perusahaan PT. Ghazul Farmasi International yang bergerak di bidang Farmasi. Dia berasal dari Keluarga yang kaya di Jogja. Sejak kecil Dia sudah hidup berkecukupan sampai remaja. Sejak Sekolah menengah atas, Dia berteman karib dengan Sancaka. Berlanjut di masa kuliah, di universitas yang sama sampai kelulusan.

Suatu hari, atas ajakan dari Sancaka, Iskandar melakukan sebuah riset untuk membuat Serum Ion Genesis. Dua tahun lamanya Mereka berdua bekerja hingga akhirnya proses ekperiment Ujicobapun tiba dimana Sancaka menjadi Subject Ujicoba Serum Genesis. Namun sayang, walau Serum itu berhasil menormalkan kembali kaki kanan Sancaka tapi Sancaka sendiri meninggal.

Bersamaan dengan meninggalnya Sancaka, hancur pula hidup Iskandar. Harta tak ada, Dia hanya hidup luntang – lantung meratapi kegagalannya. Hingga Minarti datang ke hadapan Iskandar. Dia yang mengarahkan Iskandar kembali ke kehidupan normalnya. Akhirnya Iskandar menikahi Minarti.

Watak : Ambisius, pintar, bermulut besar, berani ambil resiko

6. Gandi

Umur : 43 thn

Pekerjaan : Tentara bayaran/ anak buah Ghazul

Ulasan :

Sebagai seorang Kopasus, dua puluh tahun Dia sudah hilir mudik dengan berbagai misi menantang bahaya demi Negara. Salah satu misi terbesarnya adalah turut serta dalam Operasi pemberantasan Pemberontakan di Irian jaya dan berhasil menangkap panglima pemberontak. Namun dalam Operasi itu, salah seorang teman dekatnya gugur. Dan amarahnya meledak kala Dia merasa penghargaan Negara terhadap jasa Temannya yang gugur kurang. Sejak itulah Dia kecewa dan memutuskan keluar dari dunia militer.

Gandi melanjutkan hidupnya sebagai rakyat sipil. Dia bekerja sebagai peternak sukses. Setelah lima tahun hidup bahagia, musibah datang. Dokter memvonis anak perempuannya menderita leukimia. Hartanya habis untuk membiayai pengobatan anaknya. Untuk menambah kekurangan biaya, Dia bekerja sebagai Depcolector.

Akhirnya Dia bertemu Iskandar yang mempekerjakannya sebagai Bodyguard. Diapun menyambut kerja kotor dari Ghazul yaitu menjadi eksekutor untuk para pesaing bisnis Iskandar.

Watak : Tegas, Loyal, Sayang keluarga

7. Santoso

Umur : 30 thn

Pekerjaan : Pengangguran, Penjahat, Mantan Narapidana,

Ulasan :

Santoso terlahir dari keluar miskin di kampong kecil di gunung kidul Jogjakarta. Di usia sepuluh tahun, tepatnya saat kelas tiga SD, Dia berhenti sekolah karena Biaya. Akhirnya dalam keseharian Dia pergi bersama Ayahnya untuk membantu bekerja menjadi buruh harian lepas.

Di usia enam belas tahun Dia pergi merantau ke Jakarta bermaksud mencari pekerjaan tapi kerasnya kehidupan di Jakarta malah menjerumuskannya ke dalam dunia gelap. Walau demikian Dia sebagai seorang yang bertanggung jawab pada Orang tua. Dari hasil keringatnya yang haram Dia selalu rajin untuk membangun perekonomian Orang tuanya.

Watak : Tegas, Keras, berbakti pada orang tua

8. Fitria Adindana

Umur : 22 thn

Pekerjaan : Mahasiswi

Ulasan :

Fitria lahir di keluarga sederhana. Sejak SMA, Dia sudah bersahabat dengan Regina sampai di bangku Kuliah.

Watak : pintar, dewasa, religious







9. Suci Wulandari

Umur : 22 thn

Pekerjaan : Mahasiswi

Ulasan :

Suci lahir di keluarga yang mapan. Dia anak termuda di keluarganya dan paling dimanja. Sejak SMA Dia sudah berteman baik dengan Regina. Karena Regina pintar, Dia juga sering minta tolong ajar mata pelajaran.

Watak : cerewet, ketus, kecentilan

10.         Kombes Khrisna Murti

Umur : 46 thn

Pekerjaan : KOMBES POLISI

Ulasan :

Seorang permiwa menengah Polri sejan Mei 2015 mengemban amanat sebagai Direskrimum Polda Metro Jaya. Khrisna merupakan lulusan Akpol 1991.