SCENARIO:
01. INT – Di dalam ruangan rapat – Siang.
Sancaka dan Iskandar, sedang
presentasi hasil Project Ion Genesis kepada para Investor. Mereka tampak muram
karena project yang Mereka kerjakan belum selesai.
Sancaka : (Duduk di atas kursi roda, berbicara
tenang)
“...setelah
beberapa menit Serum Ion Genesis diinjeksika maka akan muncul yang kami namakan
Evo-Cell. Cirinya adalah
pembesaran Nukleus dan meningkatnya jumlah mitokondiria, berlipat ganda. Sel Evolusi inilah yang nantinya
mampu melakukan Hyper Regenerasi dan rekonstruksi kerusakan sel dan jaringan. Menyesuaikan bentuk ideal cetak biru pada DNA...”
Zainal :
“Teory
itu sudah Kalian sampaikan 2 tahun lalu. Saya sudah hapal
betul itu. Hari ini, tujuan Kita berkumpul kan Kalian mau menyampaikan hasilnya?”
Sancaka : (Gugup)
“Kalau
itu, seperi yang bapak lihat pada rekaman Video sebelumnya. Dengan Serum Ion
Genesis, Kami sudah berhasil menumbuhkan kembali ekor tikus yang putus. Itu tikus
Pak, bukan cicak. Dari situ membuktikan
bahwa Serum ini memang berhasil,
sesuai target fungsinya. Cuman..”
Cokro Wibowo : (menggebrak meja sambil marah – memotong penjelasan sancaka)
“Kami
mendanai Kalian jutaan dolar bukan untuk membuat obat tikus Mas! Tapi obat untuk Manusia! Kenapa ga
Kamu tumbuhkan saja Kakimu yang buntung itu dengan Serummu? Apaan Tikus? Ga bisa!”
Sancaka : (Bicara
gugup sambil memendam sakit hati)
“Maaf. Untuk Ujicoba pada Manusia, masih butuh waktu untuk
riset dan uji klinis Pak. Kami butuh waktu
lagi.”
Cokro Wibowo : (Marah)
“Maafmu
buat Tuhan saja! Saya butuh hasil! Waktu yang Kami berikan buat Kalian sudah banyak! Pendanaan Kalian juga
segunung! Mau sampai selangit? Saya tidak Bodoh!”
Iskandar : (tampak tenang – melangkah
mendekati Investor)
“Tunggu
Pak. Tolong dengan kepala dingin dulu. Pada dasarnya Serum Kami ini sudah
berhasil loh Pak. Ini hanya masalah waktu. Sidit waktu lagi Pak. Sedikit
saja.”
Zainal :
“Ini
masalah uang Is. Sekali lagi Saya bilang, 3 juta USD itu Uang, bukan daun. Itu tidak sedikit! 2 tahun dengan uang sebanyak itu, pasti sudah Saya lipat gandakan! Tidak
justru lenyap dengan project omong kosong kalian itu!”
Iskandar : (dengan wajah percaha diri dan meyakinkan)
“Tolong
dengarkan Saya baik - baik Pak, pikir lagi. Dana sudah
menggunung lalu saat project sudah di ujung pintu
keberhasilan, Bapak menutup project ini? Uang Bapak
sekalian tidak akan kembali dan Saya yakin dengan ini, mampu merayu Investor
lain untuk melanjutkan Project ini. Sekali
lagi Saya bilang, ini tinggal sejengkal
lagi Pak. Sedikit waktu dan sokongan dana lagi
lalu keajaiban medis yang Saya dan Anda semua impikan akan jadi nyata.”
Ketiga Investor berbisik,
berdiskusi pelan...
Cokro
Wibowo : (berbicara dengan
tenang)
“Semoga saja
saya tidak bodoh. Tiga bulan lagi! Kamu
eksperiment Ujicoba dan Saya
tidak mau Kamu menumbuhkan ekor tikus. Tumbuhkan Kaki temanmu itu!”
Iskandar :
“Satu
tahun Pak. Itu masih terlalu mepet.”
Zainal :
“Tiga
bulan atau tidak sama sekali!”
Iskandar :
“Coba dipertimbangkan Pak. Karena..”
Zainal :
(memotong bicara Iskandar)
“Kamu boleh percaya diri. Tapi
begitu Kami kecewa dengan Kalian, Saya yakin orang lain tidak akan termakan
omonganmu, Bocah?”
Para Investor berdiri dari
kursinya.
Iskandar : (panic)
“Baik Pak! OK! Tiga bulan lagi!”
Zainal :
“Apa?”
Iskandar :
“Teman Saya
akan bisa berlari!”
Zainal : (bicara tanpa menoleh)
“OK, Bagus! Saya nantikan itu.”
Para Invertor pergi meninggalkan ruangan.
02. INT – Di dalam Ruang rapat – Siang hari (sesaat setelah presentasi).
Sancaka dan Iskandar saling
debat.
Sancaka : (marah sambil melempar
tumpukan kertas ke muka Iskandar)
“Brengsek
Kamu!”
Iskandar : (terkejut)
“Ada
apa ini! Ada apa denganmu Bro?!”
Sancaka : (marah)
“Apa
masalahku? Seenaknya menyetujui Aku
menjadi kelinci percobaan, tanya apa masalahnya?”
Iskanndar : (Mendekati sancaka, berusaha menenangkan)
“Maaf.
Aku harus menyelamatkan project Kita. Itu pilihan sulit.”
Sancaka :
(Marah)
“Dengan
menyuruhku menelan serum itu lalu mati seperti tikus – tikus kemarin? Aku
merasa seperti korban ambisimu”
Iskandar : (Emosi – suaranya meninggi)
“Siapa
yang pertama mendatangiku dengan proposal riset dan merayuku untuk mencari investor? Siapa yang tersedu – sedu sambil mengelus
- elus kakinya? Harta almarhum Bapakku juga habis untuk mendanai semua ini! Andai Kamu
tidak merasa abnormal dan andai Aku bukan sahabatmu, mungkin Kita tidak
terjebak di sini!”
Sancaka terdiam lalu Dia
pergi menuju pintu tanpa berucap kata.
Iskandar : (Tenang kembali sambil mengejar dan meyakinkan
Sancaka)
“Caka
tolonglah. Tolong tiga bulan lagi. Ayo Kita berusaha untuk terakhir kalinya. Kalau Serumnya masih gagal, Kita bisa cancel Eksperimennya.
Gampangkan?
Ga perlu takut minim racun. Jadi tolong
jangan pergi, ayo berjuang sekali lagi.”
Sancaka tidak menggubris Iskandar. Dia pergi meninggalkan
ruangan.
Iskandar : (Marah, Kalut dan kecewa pada Sancaka)
“Brengsek Kamu Caka! Brengsek!”
Iskandar terduduk lemas penuh kecewa.
03. EXT – Di depan pagar Rumah Sancaka – Malam
Sancaka keluar dari Taxi
dengan kepayahan. Sopir Taxi membantunya berpindah ke kursi roda. Kemudia Taxi
pergi meninggalkannya. Sancaka pergi ke rumahnya tapi ternyata di teras Rumah,
Minarti berdiri menyambut.
04. EXT – Di teras Rumah Sancaka – Malam
Sancaka masih terduduk di
kursi rodanya. Minarti duduk di sebelahnya.
Sancaka :
(melirik Minarti)
“Tadi Kamu lama menunggu?”
Minarti :
“Tidak.
Saya baru saja tiba sesaat sebelum Mas datang. Mas bagaimana?”
Sancaka
:
“Apanya?”
Minarti
:
“masih sibuk dengan Projeck Mas bersama Mas Iskandar?”
Sancaka :
(memandang kosong)
“Entahlah. Hari ini semua jadi kacau.
Begitu juga dengannya.”
Minarti :
(melihat pada Sancaka)
“Lagi bertengkar dengan Mas
Iskandar?”
Sancaka
:
“Seperinya begitu”
Minarti
:
“Itu kan sudah biasa? Kalian memiliki watak yang berlawanan tapi bisa
bersahabat sangat dekat. Seperti
sudara kandung bahkan. Saya yakin,
masalah sebesar apapun pada akhirnya Kalian pasti akan berbaikan
juga.”
Sancaka
:
“Lihat sajalah nanti.”
Minarti
:
“Mas Iskandar itu sebenarnya sangat perduli sama Mas. Apa lagi sejak musibah itu. Dia tak pernah pergi. Tak henti – hentinya memberi Mas
semangat, Apapun
caranya.”
Sancaka terdiam sebentar.
Sancaka :
“Oiya, kapan Kamu datang dari Jogja? Gimana kabar Bapak? Sudah sehat?”
Minarti :
“Saya kemaren datang. Bapak sudah lumayan sehat. Dokter bilang Bapak hanya kecapean dan banyak pikiran.”
Sancaka :
“Syukurlah
kalau begitu.”
Minarti : (Menghela nafas)
“Waktu
Saya di Jogja, Bapak bilang,
berniat menjodohkan
Saya. Tapi Saya menolaknya.”
Sancaka
:
“Kenapa Kamu tolak?”
Minarti
: (dengan nada sedikit meninggi)
“Apa Saya harus menjawab pertanyaan
itu?”
Sancaka diam sejenak.
Sancaka
: (Sedikit bingung dan menghela napas)
“Apa yang Kamu harapkan dari Saya
Yang seperti ini? Saya rela kalau Kamu
pergi. Saya ini cacat, tidak akan mungkin bisa membahagiakanmu.”
Minarti
: (Nada suaranya agak meninggi)
“Bukankah sudah sering Saya bilang, andai Mas bisa belajar menerima keadaan. Belajar menerima
takdir. Mungkin Kita
bisa seperti dulu lagi.”
Sancaka terdiam.
Minarti
: (sedikit sedih)
“Tolong Mas jangan berusaha
mengusir Saya lagi. Saya
menunggu atas keinginan Saya sendiri.”
Mereka diam sejenak kemudian Minarti beranjak dari tempak duduknya.
Minarti :
“Ya
sudah, Saya laga tau Mas baik saja. Saya pamit pulang.”
Minarti
pergi meninggalkan Sancaka yang
terdiam di teras rumahnya. Dia tak menengok sedikitpun sampai menghilang dari
pandangan.
05. INT - Di dalam Ruang Laboratorium – Siang (Esok hari)
Iskandar sibuk di depan
monitor computer. Tampak sesekali Dia frustasi dan memukul Keyboardnya. Tiba –
tiba Sancaka memasuki pintu ruangan. Iskandar melihatnya dan tampak senang melihat kedatangannya.
Iskandar : (senang)
“Lama
sekali Kamu datang Mas?”
Sancaka menuju meja penuh
tabung kimia dan sebuah microscope. Dia diam tak menghiraukan Iskandar lalu
melai bekerja.
Iskandar :
“Maaf
atas omonganku kemaren. Tidak sepantasnya Aku berkata demikian.”
Sancaka :
“Sudah
diam. Ayo bekerja. Waktu Kita sempit.”
Iskandar : (senang)
“OK.”
MONTAGE :
1. Sancaka bekerja dengan mikroskop dan tabung – tabung
kimianya sedang Iskandar kembali memainkan komputernya.
2. Beberapa orang staff lala lalang membangun dan
mempersiapkan peralatan eksperimen. Kabel – kabel menjulur bertebaran.
3. Sancaka dan Iskandar menata beberapa kotak kaca berisi
tikus eksperimen.
4. Sancaka dan Iskandar sedang bersantai sambil menyeruput
kopi. Mereka melihat senang pada sebuah kotak kaca brisi tikus putih. Di kotak
kaca tertempel tulisan “Days 54”
END OF MONTAGE
06. INT - Di dalam Ruang Laboratorium - Siang (Beberapa hari berikutnya).
Iskandar memasuki ruang
Eksperimen bersama para Investor. Dia tampak berbincang – bincang dengan
Mereka.
Iskandar : (tenang dan percaya diri)
“Selamat
datang di ruang Eksperimen. Ini laboratorium yang sederhana tapi cukup untuk
project kita hari ini. Dan sesuai janji Saya, hari ini akan dilakukan Ujicoba Serum
Ion Genesis. Rekan Saya, Sancaka, akan menjadi object Ujicoba pada eksperimen
ini. Setelah semua selesai, Dia akan berlari di depan anda.”
Iskandar berbalik, memandang
kesibukan para staff di hadapannya sebentar. Lalu beralih pandang pada Sancaka
yang berada di dalam kotak kaca, sambil memberikan jempolnya. Di badan Sancaka
dipenuhi banyak kabel – kabel detector. Dimulutnya tertempel selang oksigen.
Iskandar :
“Di
sana! Rekan Saya Sancaka, sudah di posisinya. Inforamasi bahwa sebelumnya, Serum
Ion Genesis sudah diinjeksikan ke dalam tubuhnya. Setelah diambil beberapa
sample, 90% Sel tubuh Object atau Sancaka sudah berevolusi menjadi Evo-Cell
sesuai yang kami inginkan.
Iskandar menunjuk pada salah
satu monitor.
Iskandar :
“Ini
detail hasil check lab-nya. Bisa anda sekalian lihat bahwa telah terjadi
perubahan pada Sel rekan Saya. Itu adalah Sel Evolusi.”
Iskandar menunjuk pada layar
monitor lainnya.
Iskandar :
“Ini
adalah detector tanda organ vital dan kondisinya stabil. Tekanan darah, denyut
jantung normal. Proses yang akan Kita lakukan hari ini adalah pemberian impuls
electron untuk mengaktifkan Hyper regenerasi Sel Evolusi. Impuls electron yang
akan diberikan berupa Listrik tegangan tinggi sekitar 1000KV pada tubuh Sancaka. Dan yang akan terjadi saat itu
adalah kejaiban medis yang Kita mimpikan. Teman Saya akan segera bisa berlari.”
Zainal :
“Saya
tekankan, presedur ini harus mengutamakan keselamatan. Terutama pada di Subject
Ujicoba. Artinya, Kalau tidak yakin maka akhiri saja sampai di sini sebelum ada
korban.”
Iskandar :
“Jangan
kuwatir Pak. Semua sudah Saya persiapkan dengan sangat matang. Seperti yang
Saya tunjukkan tadi, Kami akan terus pantau kondisi vital Subject selama proses.
Selai itu, Petugas medis dan pemadam kebakaran juga sudah siap di tempat untuk
keadaan darurat. Dan Saya yakin, ini akan berhasil dan aman terkendali.”
Zainal :
“Ya
sudah. Kalau sudah yakin, silahkan saja dimulai.”
Iskandar menunduk, melihat
kepada salah satu staffnya.
Iskandar :
“Rica!
Memulai prosedur Eksperimen Ujicoba!”
Rica :
“Tenaga 1000KV dinyalakan. Impuls Elektron akan dilakukan!”
Mesin mendengung dan air di
sekitar Sancaka penuh dengan riak gelembung.
Rica :
“20%
Daya listrik telah dialirkan.”
Murdi :
“Kondisi
vital stabil. Detak jantung 70/ detik dan tekanan darah 100/60.”
Iskandar melihat kaki kanan
Sancaka dari monitor, belum ada perubahan. Sancaka tampak diam di dalam kotak
kaca sambil matanya terpejam.
Iskandar :
“Naikkan
impuls elektron menjadi 50%.”
Rica :
“Baik
Pak. Daya ditingkatkan menjadi 50%.”
Riak – riak gelembung udara
semakin bergemuruh. Tubuh Sancaka bergeliat, gemetar. Sesekali kilat – kilat
listrik muncul di sekeliling Sancaka.
Murdi :
“Detak
jantung terjadi peningkatan 85/ detik dan tekanan darah 142/90.”
Kaki kanan Sancaka masih
belum memperlihatkan tanda terjadinya regenerasi sel. Iskandar melihatnya dari
monitor.
Iskandar : (tampak mulai gugup dan
gelisah)
“Maksimalkan
tenaga, 100% impuls electron!”
Rica :
“Kondisi
subject abnormal. Apa tidak sebaiknya bertahap dulu?”
Iskandar :
“Lakukan
saja! Ini perintah!”
Rica :
“Meningkatkan
Daya listrik! Impuls Elektron
mencapai 100% tenaga!”
Sancaka tak hentinya
bergeliat. Iskandar memandang keadaan kaki kanan Sancaka dari balik layar
dengan serius. Perlahan kaki kanan Sancaka mengalami perubahan. Pelan tapi
pasti kakinya yang buntung tampak tumbuh kembali. Iskandar mulai tampak sumringah.
Nilam :
“Proses
Hyper Regenerasi sel mulai aktif! Proses mencapai 30%!”
Murdi :
“Detak
jantung 100 / detik dan tekanan darah 160 / 90, kondisi vital berbahaya Pak!”
Iskandar :
“Tetap
jalankan proses! Injeksikan warfarin lima milligram pada Subject! Juga sedikit
obat penenang!”
Murdi :
“Obat
sudah diberikan! Detak jantung 80/ detik dan Tekanan darah 150 / 90!”
Nilam :
“Hyper
Regenerasi sel mencapai 70%!”
Zainal : (tampak gelisah – menepuk
pundak Iskandar)
“Hei!
Kamu yakin ini aman diteruskan? Pokoknya Saya tidak mau ada yang terluka, apa
lagi mati!”
Iskandar :
“Semua
masih terkendali! Project akan terus berjalan sampai mencapai hasil maksimal.”
Murdi : (terkejut dan panic)
“Detak
jantung berhenti! Emergency Pak! Segera lakukan tindakan darurat!”
Rica :
“Mohon
ijin menghentikan proses Impuls electron Pak!”
Iskandar : (Panik)
“Tidak
Rica! Tetap lanjutkan! Murdi masukkan adrenalin!”
Mardi :
“Inject
Adrenalin dilakukan. Tidak ada perubaha! Detak jantung tetap brhenti Pak! Subject
Kritis!”
Iskandar menatap layar
monitor dengan wajah gelisah. Tiba – tiba sumber tenaga mati. Ruangan jadi
gelap gulita. Seketika proses Eksperimen terhenti.
Iskandar : (marah)
“Brengsek!
Ada apa ini!”
Indra Kumala, salah satu
Investor, berjalan melewati beberapa staff peneliti, menuju ke tempat Sancaka.
Indra Kumala : (wajahnya serius dan
tegas)
“Saya
yang mematikan sumber tenaganya! Kamu ilmuan sinting!”
Indra Kumala menyuruh
seorang petugas pemadam kebakaran memecahkan kaca aquarium dengan kapak di
tangannya.
Indra Kumala :
“Hei
Kamu! Cepat keluarkan Dia dengan itu!”
MONTAGE :
1. Kaca aquarium pecah, air mengahmbur ke lantai beserta
Sancaka.
2. Para staff medis segera melakukan pertolongan pertama
pada Sancaka.
3. Kaki kanannya kembali norma. Putih pucat akar – akar
pembuluh darah yang nampak.
4. Setelah segala tindakan diberikan, Sancaka dinyatakan
meninggal
5. Cokro Wibowo beserta dua Investor lainnya, pergi
meninggalkan ruangan Eksperimen. Bergiliran, para staff peneliti meninggalkan
ruangan beserta para staf medis yang menandu jasad Sancaka.
6. Tinggallah sendiri Iskandar merenung sendiri di dalam
ruang eksperimennya yang gelap.
END OF MONTAGE
07. INT – Di dalam Mobil Regina – Sore (30 tahun berikutnya)
Regina sedang mengemudi di dalam
mobilnya. Handphone-nya berdering, dengan hati – hati Dia menggapainya dari jok
sebelah lalu mengangkatnya.
INTERCUT WITH :
08. EXT – Di depan gedung perkuliahan – Sore
Fitria sedang berdiri di
depan gedung perkuliahan sambil menggenggam Handphone di telinga kanannya.
Regina :
“Halo?”
Fitria : (cemberut dan ngambek)
“Kok
Kamu langsung ngilang Gin? Kan udah bilang habis jam kuliah Pak Soleh, Kamu
tunggu Aku. Discuss tentang tugas dari Pak Uya?”
Regina :
“Maaf
Fit, besok ya. Habisnya udah sore nih. Aku harus nemuin Andika.
Fitria :
“Ya
ampun Gina. Kebangetan Kamu.”
Regina :
“Udah
gitu dulu. Udah sampai nih. Besok deh ya Kita diskusinya. Janji!”
Fitria :
“Eh
Gina.. Yah dimatiin!”
Setelah memarkir mobilnya,
Regina bergegas pergi menuju makam Andika, kekasihnya.
09. EXT - Di Pemakaman umum - Sore hari (Cuaca gelap mendung)
Regina sedang meratapi nisan
makam kekasihnya. Langit perlahan mulai gelap tertutup mendung.
Regina :
“Hai
Mas. Maaf beberapa hari ini Aku tidak datang karena lagi banyak kesibukan di
kampus. Tapi Aku punya banyak cerita untuk Mas hari ini...”
Tiba - tiba tiga orang
preman mendatangi Regina yang sedang berkeluh – kesah di depan nisan makam.
mereka langusng menyergapnya, menjatuhkannya ke tanah lalu menindihnya. Bersamaan
itu hujan turun dengan lebatnya. Dia berulang kali berteriak sambil meronta tapi
mulutnya ditutup rapat oleh tangan salah satu preman.
Preman 1 :
“Ga
ada yang bakal nolong Kamu Nduk. Sudah maen sama Kang Mas saja dulu.”
Tiba – tiba petir menyambar bertubi
– tubi pada sebuah makam hingga meledak. Sontak membuat Regina dan para preman
tercengang. Mata mereka semua tertuju pada kuburan yang penuh puing – puing. Tiba
– tiba sebuah tangan menjulur dari tanah kuburan, Sontak membuat para preman
dan Regina terkejut. Sosok Sancaka yang compang – camping muncul, berdiri di
atas puing – puing dan menghadap Mereka bertiga.
Preman 1 : (gugup dan takut)
“Siapa
Kamu? Manusia apa hantu?”
Preman 3 : (takut)
“Wah
Lek. Dia pasti anak mbah gledek makhluk halus penguasa tempat ini. Putra
petir.”
Preman 1 :
“Mbah
Gledek endasmu! Ndol bacok saja Dia!”
Preman 2 mengeluarkan golok
dari pinggangnya sedangkan Preman 1 berdiri diam. Di belakangnya Regina dan
preman 3, berlindung ketakutan. Sambil takut, Preman 2 maju sambil mengangkat
goloknya. Baru tiga langkah, Sancaka melepaskan kilat petir dari tangannya,
mengenai Preman 2 hingga Dia terlempar beberapa meter. Seketika, Preman 1 dan
preman 3 ketakutan, Mereka berbalik dan berlari. Tak sengaja, sikunya mengenai
Regina hingga membuatnya terjatuh lagi ke tanah. Sambil membopong temannya yang
pingsan, para preman itu lari menghilang. Tinggalah Regina duduk di tanah
sambil memandang takut Sancaka. Sancaka bergerak mendekat, tak lama terjatuh
pingsan disamping Regina.
10. INT - Di Rumah Regina - di kamar tidur - pagi hari (3 hari
berikutnya)
Sancaka terbangun dari
tidurnya perlahan. Pak Abdullah sedang duduk di kursi, disampaing Sancaka. Dia
memberikan sebotol minuman pada Sancaka.
Pak Abdullah : (tenang dan bijaksana)
“Akhirnya
sadar juga.”
Sancaka : (bingung)
“Dimana
ini?”
Pak Abdullah :
“Ini
minum dulu.”
Sancaka menghabiskan
minumannya kemudian botolnya tak sengaja terjatuh. Dia tampak terkejut dan
bingung pada gelang kuning yang melingkar di tangan kirinya.
Pak Abdullah :
“Tenang
saja. Itu hanya kabel Grounding.”
Sancaka :
“Sudah
berapa lama Saya tertidur?”
Pak Abdullah :
“sekitar
tiga hari sejak pertama menemukamu.”
Sancaka :
“Menemukan
Saya?”
Pak Abdullah :
“Tepatnya,
Putri Saya yang menemukanmu di pemakaman.”
Sancaka :
“Pemakaman?
Apa maksud Bapak?”
Pak Abdullah :
“Ya
sudah. Nanti Saya tunjukkan saja. Namamu siapa?”
Sancaka :
“Saya
Sancaka Pak.”
Pak Abdullah :
“Nama
yang bagus. Orosinil Indonesia. Umur?”
Sancaka :
“28
tahun.”
Pak Abdullah :
“Bagusnya
sepertinya Kamu tidak ada masalah dengan ingatan. Kamu tau yang terjadi pada
tubuhmu?”
Sancaka :
“Tubuh
Saya? Maksud Bapak?”
Pak Abdullah berdiri. Dia
bertumpu pada kursi di kakinya lalu mengambil sebuah bohlam lampu. Dia memberikannya
pada Sancaka.
Pak Abdullah :
“Coba
pegang ini.”
Sancaka :
“Buat
apa ini Pak?”
Pak Abdullah :
“Salah.
Pegangnya terbalik.”
Sancaka memegang Bohlam
lampu dan bohlam itu menyala redup. Dengan cepat Dia meletakkan lagi bohlam
itu.
Sancaka : (bingung)
“Ini
maksudnya apa Pak?”
Pak Abdullah :
“Jadi
Kamu benar tidak tau? Tubuhmu itu menghasikan listrik Mas. Aneh? Karena itu
Saya pasang kabel Ground di tanganmu untuk mengurasnya. Bahaya, Saya kemaren
kesetrum waktu sentuh Kamu. Untung ga parah.”
Sancaka : (bingung)
“Ini
tidak mungkin Pak.”
Pak Abdullah :
“Memang
mustahil harusnya tapi ini kenyataannya. Kamu ingat apa terakhir kali terjadi
padamu?”
Sancaka :
“Saya
sedang bekerja bersama Iskandar, sahabat saya. Kami Melakukan eksperimen Ujicoba
riset Kami. Kemudian saya terbangung di sini dan kaki kanan Saya.. tampak
normal..”
Sancaka memandang aneh,
takjub dan bercampur senang pada kakinya. Air matanya menetes sambil tangannya
memijat – mijat kaki kanannya.
Sancaka : (senang sampai berlinang air
mata)
“Serumnya
berhasil.”
Pak Abdullah :
“Serum?”
Sancaka :
“Iya
Pak. Itu buah karya Saya dengan teman untuk memperbaiki kaki kanan Saya yang
tadinya cacat.”
Pak Abdullah berdiri. Dia
mendekat untuk melihat kaki Sancaka dan merabanya.
Pak Abdullah :
“Tidak
ada yang aneh? Kapan Kamu melakukan eksperimen? Kebetulan sekali ya profesi
kita sama.”
Sancaka :
“Harusnya
sesaat sebelum Saya pingsan atau tertidur. Tapi Saya tidak tau kenapa bisa di
pemakaman seperti Bapak bilang. Kalau gitu Saya pamit saja Pak.”
Pak Abdullah :
“Silahkan
saja kalau Kamu memang sudah merasa lebih baik.”
Sancaka turun pelan dari
tempat tidur.
Sancaka :
“Kabil
ini bisa Saya lepas?”
Pak Abdullah :
“Bisa
tapi maksimal tiga jam Kamu harus menguras lagi muatan listrik di tubuhmu. Akan
berbahaya untuk Orang lain jika tidak.”
Sancaka segera bangkit lalu
menggulung kabel yang terhubung ke tangannya. Dia berjalan menuju pintu yang
tertutup lalu tiba – tiba kaku. Dia menarik lepas kalender di belakang pintu.
Sancaka : (bingung dan terkejut)
“Ini
apakah benar Pak?”
Pak Abdullah :
“Apanya?”
Sancaka :
“Kalender
ini. Sekarang tahun 2015?”
Pak Abdullah :
“2015?
Ah tentu bukan. Sekarang kan 2016?”
Sancaka membuka pintu,
melangakh sebentar lalu diam menebar pandang ke ruangan rumah Pak Abdullah.
Pandangannya berhenti pada sosok Pak Abdullah yang berdiri di pintu kamar.
Pak Abdullah :
“Ada
apa?”
Sancaka :
“Itu
artinya Saya telah tertidur selama 30 tahun Pak”
11. INT - Di koridor gedung kampus – pagi (hari yang sama).
Regina sedang duduk sendiri
sambil membaca buku tebal. Tak lama Suci dan Fitria datang menghampiri. Mereka
berbincang – bincang sebentar lalu Suci bergegas pergi. Tinggal Regina dan
Fitria di sana, melanjutkan perbincangan.
Suci :
“Hai
Non. Lagi ngapain sediri? Boleh gabung ga?”
Regina :
“Ga
usah ijin kali Ci.”
Suci :
“Apaan
tuh? Robert T Kyosaki? Always, bacaanmu High Level Non. Tebel lagi. Ga kuat Aku
liatnya. Pengen tak jadiin bantal tidur ajah.”
Regina : (tersenyum)
“Ada
– ada ajah Kamu.”
Fitria :
“Eh
Gina, tugas dari Pak Kus, Kamu udah belum?”
Suci :
“Ah
Iya. Essay tentang System Ekonomi terapan ya?”
Regina :
“Udah.
Sudah siap present.”
Suci :
“Kamu
sendiri udah Fit?”
Fitria :
“Sudahlah.
Dan Kamu pasti lupa kan?”
Suci :
“Aduh
iya Fit. Aku belum, blas.. Mati Aku.”
Fitria: (geleng – geleng kepala)
“Always.
Poisitive Alzeimer Kamu Ci.”
Suci :
“Haduh.
Eh nanti Kalian presentasi panjang – panjangin ya. Aku meluncur dulu deh.”
Suci pergi bergegas
meninggalkan Fitria dan Regina.
Fitria :
“Kemaren
Kamu ke Makam Andika lagi?”
Regina mengangguk sambil
tetap membaca bukunya.
Fitria :
“Ga
terasa dua tahun sudah sejak peristiwa itu. Masih belum bisa move on?”
Regina :
“Sulit
Fit. Gak semudah itu.”
Fitria :
“Itu
sih tergantung Kamu sendiri mau dipermudah apa dipersulit. Berusahalah membuka
hatimu. Biarkan saja Andika tenang disana.”
Regina :
“Udah
ah. Jangan bahas ini. Ayo masuk kelas saja.”
Handphone Regina berbunyi,
sebuah pesan masuk. Regina membacanya, ternyata pesan dari Pak Abdullah untuk
pergi ke Pemakaman.
12. EXT - Di Pemakaman umum - Sore hari.
Sancaka dan Pak Abdullah
sedang berdiri di area pemakaman. Di depan Mereka hanya tanah rata yang baru
saja diratakan. Regina muncul di kejauhkan lalu bergabung dengan Pak Abdullah
dan Sancaka.
Regina :
“Papa!”
Pak Abdullah :
“Hei
sini. Ini kenalkan Putri Saya Regina.”
Regina :
“Saya
Regina.”
Sancaka :
“Sancaka.”
Pak Abdullah :
“Di
sinilah pertama kali Regina menemukanmu. Tadinya di sana ada banyak puing –
puing dan kuburan yang menganga. Tapi seperti yang terlihat, sudah dibersihkan
dan diratakan.”
Regina :
“Di
sekitar Komplek sudah tersebar kabar tentang terror pocong atau sejenisnya.
Berkat Om.
Pak Abdullah :
“Gina,
Coba ceritakan kejadiannya?”
Regina :
“Ada
sambaran petir bertubi – tubi ke sana, sampai meledak. Lalu dari dalamnya Om
muncul. Saya sempat merinding waktu itu. Saya pikir hantu, Zombie atau
sejenisnya.”
Sancaka :
“Di
sana selama 30 tahun? Di dalam makam?”
Regina :
“30
tahun? Maksudnya?”
Pak Abdullah :
“Katanya,
Dia kelahiran 1957. Tahun 1986 yang Dia ingat sebelum pingsan atau tidur.”
Regina menggeleng.Pak
Abdullah mengeluarkan secarik kertas dari tas jinjingnya lalu memberikannya
pada Sancaka. Sebuah print artikel, berita tentang pendaki bernama Sancaka yang
hilang di semeru pada 10 oktober 1986. Sancaka membacanya.
Sancaka :
“Fotonya
memang Saya tapi saat itu harusnya Saya sedang bekerja dengan Iskandar
mempersiapkan Project Kami. Saya juga tidak suka mendaki.”
Pak Abdullah :
“OK.
Berarti berita itu tidak benar.”
Pak Abdullah memberikan
selembar print out artikel lagi kepada Sancaka. Regina mendekat, turut membaca
Artikel itu.
Pak Abdullah :
“Ini
yang muncul di List teratas Google Search tentang Iskandar temanmu. PT. Ghazul
Farmasi International. Foto orangnya ada. Apa itu Dia?”
Sancaka :
“Ini
memang Dia. Saya yakin.”
Regina :
“Ghazul
Farmasi International, Saya sering dengar. Banyak terobosan yang sudah
dilakukan Corporasi ini dalam bidang medis.”
Pak Abdullah berjalan
mendekati Sancaka. Dia memegang pundak Sancacka.
Abdullah :
“Kalau
Kamu yakin harus mencari tau, lakukanlah. Itu hakmu. Saran Saya, Kamu sekarang sudah
tidak normal lagi. Kamu di luar sana bisa berakhir di meja penelitian.”
Sancaka :
“Terima
kasih nasehatnya Pak. Jangan kuwatir Dia teman Saya.”
Abdullah :
“Sebelum
itu, Kamu harus cari cara menemuinya. Sepertinya Dia bukan orang yang mudah
ditemui.”
Regina :
“Nanti
coba Saya bantu cari info juga Om.”
Sancaka :
“Tapi
sebelum itu, Saya ingin menemui Orang tua Saya di Yogyakarta. Seperinya Saya
butuh nasehat Bapak.”
Pak Abdullah :
“Itu
Kita pikirkan nanti. Saya akan pergi dulu, Kamu pulang Sama Regina ya. Gin?”
Regina :
“OK,
Aman Pap!”
Pak Abdullah melangkah
pergi. lalu Dia berhenti dan berbalik.
Pak Abdullah :
“Oiya,
Terima kasih sudah menolong anak Saya!”
Sancaka : (bingung)
“Ah
iya Pak.”
Pak Abdullah kemudian
berbalik dan melanjutkan langkahnya.
13. EXT - Di pintu keluar kedatang, Bandara Soekarno Hatta – Siang.
MONTAGE :
1. Iskandar yang tampak sudah tua, berjalan keluar dari
pintu kedatangan Domestik. Dia berjalan tertatih – tatih sambil di sokong
sebuah tongkat, menuju mobil mercedes hitam yang terparkir tak jauh.
2. Iskandar memasuki pintu mobil kemudian duduk tenang.
3. Mobil Mercedes hitam bergerak, pergi meninggalkan
Bandara.
END OF MONTAGE
14. INT – Di Dalam Mobil Mercedes hitam – Siang.
Iskandar menyuruh supirnya
untuk pergi ke kantor. Dia juga sempat menanyakan kondisi kesehatan terakhir
Istrinya.
Iskandar :
“Abun,
Kita pergi ke Kantor ya.”
Abun :
“Ga
jadi ke rumah Pak ya? Kalau saya sih OK saja Pak.”
Iskandar :
“Kondisi
Ibu terbaru gimana?”
Abun :
“Belum
ada perkembangan Pak. Ibu masih terbaring tak sadar. Dua orang perawat selalu
berjaga disampingnya. Dan Setiap hari Dokter Erwin selalu datang untuk
memeriksa Ibu.”
Iskandar :
“Tolong
buatkan janji dengan Dokter Erwin untuk ketemuan di rumah malam nanti. Saya mau
tanya lebih detail.
Abun :
“Baik
Pak.”
Handphone Iskandar berbunyi.
Dia menerima panggilan lalu bicara.
Iskandar :
“Kamu
sudah datang? Tunggu saja di sana, Saya segera datang.”
15. INT – Di dalam gedung Kantor – Siang (Hari yang sama)
Iskandar berjalan di dalam
ruangan kantor. Beberapa pegawai pasti membungkuk, memberi hormat setiap
bertemu dengannya. Dia sampai di depan pintu ruangnnya, memasukinya lalu
menguncinya rapat – rapat. Di dalam gelap, Gandi duduk diam saat menunggu
iskandar datang.
Iskandar :
“Sudah
menunggu lama?”
Gandi melempar sebuah
amplop. Iskandar mengambilnya lalu membukanya. Di dalamnya ada sebuah foto.
Gandi :
“Bayarannya?
Tidak ada bukti. Semua sudah dibakar habis bersamanya.”
Iskandar melempar amplop
coklat tebal kepada Gandi. Gandi sigap menangkap lalu melihat isainya.
Iskandar :
“Jangan
lupa, masih ada yang lain. Dan lain kali bertemu di tempat biasa saja.”
Gandi :
“Aku
terburu – buru.”
Gandi berdiri lalu melangkah
pergi meninggalkan Iskandar.
16. INT - Di dalam ruang laboratorium – Siang.
Pak Abdullah, Regina dan
Sancaka berkumpul di ruang laboratorium. Pak Abdullah meletakkan sebuah koper di
depan Regina dan Sancaka.
Sancaka :
“Saya
terkesan. Di Rumah ini ada ruang Laboratorium juga.”
Regina :
“Papa
kan juga seorang peneliti. Dia bekerja di salah satu perusahaan teknologi.
Memang specialnya, Papa melakukan pekerjaannya banyak di Rumah.”
Sancaka :
“Dia
sudah bilang.”
Pak Abdullah :
“Kamu
mau pergi ke Yogyakarta, sebenarnya itu tidak memungkinkan. Tubuhmu masih berbahaya
untuk orang lain.”
Sancaka :
“Saya
percaya bapak pasti punya solusinya. Mohon dibantu Pak.”
Pak Abdullah :
“Maksimal
3 jam. Selanjutnya Kamu harus menggunakan kabel Grounding. Bisa juga dengan
Konduktor lain yang tertancap ke bumi. Seperti tiang listrik atau lainnya.”
Sancaka :
“Baik
Pak. Itu bisa dilalukan.”
Pak Abdullah :
“Itu
wajib Kamu lakukan. Agar tidak berbahaya untuk orang lain. Dan yang paling
penting ini.”
Pak Abdullah menunjuk ke
Regina. Regina membuka koper yang ada di depan ayahnya. Tempak satu set baju
berwarna biru gelap tertipat rapi. Lengkap sepatu dan sebuah masker putih
berantena.
Regina :
“Baju
apa nih Pa?”
Pak Abdullah :
“Itu
project lama Ayah bersama Om Tian, Gundala Fire Safety. Kami membuat seragam
khusus berbahan serat polimer anti oksidan. Itu baju tahan api. Sayang Instansi
pemerintah maupun Swasta tidak ada yang berminat. Alasannya, bukan barang
krusial dan bermasalah dengan mode. Tapi sifat isolatornya akan berguna untuk
Sancaka.”
Regina mengeluarkan pakaian
dari dalam koper.
Regina :
“Ini
memang bermasalah dengan Mode Pa. Ini baju ketat banget.”
Pak Abdullah :
“Gunakan
saja sebagai baju dalam. Baju ini juga diDesain dengan Nano Respiran System. Dijamin
tidak akan kepanasan.”
Sancaka :
“Tidak
masalah Pak. Saya akan menggunakannya.”
Pak Abdullah :
“Oiya,
Regina akan menemanimu. Saya kawatir kalau Kamu sendirian.”
Sancaka :
“Terima
kasih Pak. Saya berhutang banyak pada Bapak.”
Pak Abdullah berdiri dari
kursinya dan pergi meninggalkan Sancaka.
Pak Abdullah :
“Kamu
juga harus jaga Regina.”
Sancaka :
“Pasti
Pak!”
17. EXT – Di depan pintu hotel – pagi hari.
MONTAGE :
1. Pak Subiakto keluar dari pintu Hotel
2. Dia berjalan menuju mobil Sedan Silver yang terparkir
lalu memasukinya.
3. Mobil sedan silver pergi meninggalkan Hotel.
4. Mobil Silver yang dinaiki Pak Subiakto sedang melaju
kencang di jalan layang.
5. Tiba – tiba salah satu ban depan mobilnya meledak,
membuat mobil oleng tak terkendali.
6. Dari arah samping, sebuah truck besar menabrak mobil
silver Pak Subyakto
7. Mobil Silver hilang kendali, menerobos pagar pembatas,
lalu terjun dari jalan layang ke dasar setinggi sepuluh meter.
8. Mobil remuk menghantam tanah lalu tak lama nerikutnya
meledak.
9. Gandi keluar dari kabin kemudi truck yang penyok.
10.
Dia berdiri
di tepi jalan Tol melihat mobil yang bekobar di bawahnya.
END OF MONTAGE
18. EXT – Di dalam mobil – pagi
Gandi sedang duduk di dalam
mobil bersama beberapa anak buahnya. Setelah membakar ujung puntung rokoknya,
Dia mengeluarkan Handphone-nya. Setelah menekan – nekan layar Handphone lalu
meletakkannya ke telinga.
INTERCUTE WITH :
19. INT – Di Ruang Rapat – pagi hari.
Iskandar dan beberapa orang
berkumpul, duduk memutari meja oval. Semua kursi sudah terisi kecuali satu yang
masih kosong. Handphone-nya berdering, Iskandar melihat nama yang muncul di
layar Handphone-nya, Gandi. Segera Dia menempelkan Handphne-nya ke telinga lalu
diam saja.
Iskandar :
“Halo?”
Gandi :
“Target
sudah dieksekusi. Kamu bisa melihat beritanya segera di televisi. Bayaran akan
saya ambil lusa.”
Iskandar :
“Ditempat
biasa.”
20. EXT - Di Bandara Udara Adisutjipto - Siang hari.
MONTAGE :
1. Sebuah pesawat landing di landasan pacu Bandara Udara
Adisutjipto.
2. Sancaka dan Regina keluar dari bandara. Mereka berdua
langsung pergi menuju taxi yang terparkir.
3. Taxi jalan menuju keluar Bandara.
4. Sancaka melihat pemandangan kota selama perjalan dari
jendela kaca mobil Taxi.
END OF MONTAGE
21. INT – Di dalam mobil Taxi – Pagi hari
Sancaka dan Regina duduk
Diam bersebelahan di jok belakang.
Sancaka :
“Banyak
yang sudah berubaha ya? Jauh sekali dengan yang Saya lihat sebelumnya.”
Sopir Taxi :
“Jogja
memang banyak perubaha Mas. Banyak gedung – gedung tinggi dan tambah macet. Mas
dari mana?”
Sancaka :
“Jakarta
Pak.”
Sopir Taxi :
“Aslinya
Jogja Mas?”
Sancaka :
“SMA
masih sekolah di Jogja Pak. Kuliah baru Saya hijrah ke Jakarta. Tapi masih
sering maen ke Jogja juga.”
Sopir Taxi :
“Sudah
berapa lama meninggalkan Yogyakarta Mas?”
Sancaka :
“Saya
kira seperti baru beberapa bulan Pak. Tapi ternyata sudah 30 tahun.”
Sopir Taxi : (sesaat tenang tapi tak
lama jadi terkejut)
“Kadang
waktu memang ga terasa. Tapi umur Mas berapa ya?”
Regina tertawa pelan
mendengar pembicaraan Sancakan dan Sopir Taxi.
22. EXT – Di depan kedai makanan – Siang
Sancaka dan Regina baru saja
keluar dari kedai makanan.
Sancaka :
“Sudah
30 tahun. Semua boleh berubah tapi gudeg di kedai itu tetap enak seperi dulu.”
Regina :
“Saya
percaya banget sekarang Om memang orang Jogja.”
Sancaka :
“Tapi
ga beda dengan Jakarta, Jogja juga tambah ramai ya.”
Regina :
“Selanjutnya
sekarang kemana Om?”
Sancaka :
“Selanjutnya
pulang ke Rumah.”
Regina :
“Ayo
Kita cari taksi.”
Tiba – tiba seorang ibu yang
sedang sendirian berdiri di pinggir jalan, dijambret. Sancaka melihatnya.
Ibu :
“Tolong!
Jambret!”
Sancaka :
“Gina
temenin Ibu itu!”
Regina :
“Om
mau kemana?”
Sancaka berlari mengejar
penjambret.
23. EXT – Jalan raya – Siang
Dua orang jambret sedang
berotor dengan senang setelah mendapat dompet incarannya. Jambret yang di
belakang melihat Sancaka yang sedang mengejar di trotoar sehingga menyuruh
temannya memacu kencang.
Motor penjambret semain
kencang tapi ternyata Sancaka juga mampu memacu larinya mengejar sepeda itu.
Sancara melompat ke jalan aspal, Dia berlari tepat di samping kanan para
penjambret. Para penjahat terheran – heran. Tak berselang lama, Sancaka menarik
kedua penjambret itu hingga mereka berdua mendarat tepat ke dalam bak sampah
besar.
Tak lama kemudian Regina dan
Ibu korban jambret datang dengan Taxi. Sancaka mengembalikan Dompet yang
dijambret. Ibu itu sengan dan pergi setelah berterima kasih.
Regina :
“Om
mengejar para jambret itu dengan kaki?”
Sancak dan Regina melihat
motor yang tergeletak di jalan.
Sancaka :
“OK.
Sekarang bertambah satu kelainan tubuh Saya. Lari kencang?”
24. EXT – Di area pemakaman – Sore hari
MONTAGE :
1. Mobil Taxi masuk ke daerah pinggiran. Kemudian
berhenti di depan sebuah rumah kecil. Sancaka dan Regina keluar dari Taxi lalu
menghadap ke rumah.
2. Sancaka dan Regina sedang berdiri di depan dua buah
makam. Mata Sancaka tampak berlinang. Sancaka berjalan mendekati batu nisan.
Kemudian melanjutkan tangisnya sambil membelai – belai batu nisan, makam orang
tuanya.
3. Regina dan Sancana sedang bercakap dengan seorang
wanita di depan rumah kecil. Kemudian wanita itu memberikan selembar foto usang
pada Sancaka.
4. Sancaka di dalam kamar hotel. Dia sedang duduk di
pinggir jendela sambil memandangi foto kedua orang tuanya. Di luar langit sudah
malam dan Sancaka masih berduka.
5. Matahari pagi menanjak, Hari sudah pagi dan Sancaka
masih terlelap.
END OF MONTAGE
25. INT – Di depan pintu kamar hotel – Pagi hari (sehari berikutnya).
Regina sedang berdiri di
depan pintu kamar Sancaka. Mata hari sudah meninggi. Regina berkali – kali
mengetuk pintu sambil berteriak, memanggil – manggil Sancaka.
Regina :
“Om
Sancaka! Om Sancaka!”
Sancaka :
“Iya..
Iya.. Aku bangun!”
Sancaka berdiri, masih
mengenakan baju khusus dari Pak Abdullah. Dia berjalan menuju pintu kamar lalu
membukanya. Regina masuk ke dalam kamar.
Regina :
“Om masih
tidur tadi? Ga nyenyak tidur semalam?”
Sancaka :
“Begitulah.
Mungin baru dua atau tiga jam lalu.”
Regina :
“Maaf
sudah bangunin Om. Kalau gitu Aku pergi ajah.”
Sancaka :
“Ga.
Ga apa – apa. Ga usah pergi. Sudah cukup kok.”
Regina :
“Beneran
om? Kalau masih capek ga usah dipaksa.”
Sancaka :
“Tunggu
ya. Aku mandi dulu.”
26. INT – Di dalam gedung hotel– pagi
MONTAGE :
1. Sancaka dan Regina berjalan menuju Lobby Hotel.
2. Mereka pergi keluar dari Hotel kemudian masuk ke dalam
Taxi.
3. Taxi jalan meninggalkan Hotel.
END OF MONTAGE
27. INT – Di Bandara – Pagi
Sancaka dan Regina keluar
dari Taxi. Sancaka mengambil Tas di bagasi mobil. Regina menerima panggilan
telepon.
Regina :
“Maaf
Om. Om Check – In dulu ya terus tunggu di sini saja.”
Sancaka :
“Kenapa?”
Regina :
“Ada
tugas dadakan dari Papa nih untuk transfer dana, Saya harus ke Bank dulu.”
Sancaka :
“Oh
gitu. Baiklah, hati – hati ya.”
Regina :
“Beres
Om!”
Sancaka pergi menuju pintu
masuk Bandara. Sedang Regina masuk lagi ke dalam Taxi.
28. INT – di dalam Gedung Bank – Pagi
Bank baru buka sekitar satu
jam sebelumnya dan suasana di dalam gedung sudah ramai oleh para nasabah.
Sebuah Mobil Taxi berhenti di depan gedung Bank. Regina keluar dari Taxi lalu
segera masuk ke dalam gedung. Tak berselang lama, Segerombolan orang dengan
tergesah – gesah memasuki gedung Bank. Mereka membuka Tas Ranselnya kemudian
langsung menembakkan senjata ke langit
-langit. Para pengunjung terkejut dan merunduk, begitu juga Regina.
Santoso :
“Jangan
bergerak! Atau Saya tembak! Ini hanya perampokan. Kalau kalian jinak maka akan selamat.”
Santoso menunjuk satu
anggotanya untuk pergi mencari Direktur Bank. Kemudian menunjuk satu lainnya
untuk menebar Bom ke seluruh bangunan.
Santoso :
“Kamu
ajak satu anggota dan satu petugas untuk ambil Direkturnya ke sini! Dan Kamu
sesuai rencana, mulai tebar remah roti ke seluruh gedung!”
29. EXT – Di luar gedung Bandara – Siang (3 jam beriktunya)
Sancaka sedang berdiri di
luar Gedung Bandara. Dia menunggu kedatangan Regina dengan cemas karena kurang
dari setengah jam lagi akan Boarding. Sancaka memegang Handphonenya, bermaksud
menelepon Regina.
INTERCUTE WITH :
30. INT – Di dalam Gedung Bank – Siang
Regina sedang meringkuk
bersama para sandera lainnya di lantai satu gedung Bank. Handphone Regina
berbunyi, Santoro mendengar dan segera Dia menepuk Regina untuk meminta
Handphonenya. Kemudian Santoso menerima panggilan teleponnya.
Sancaka :
“Halo
Gina? Kamu masih lama?”
Santoso :
“Oh
Mbak ini namanya Gina toh?”
Sancaka :
“Heh?
Siapa Kamu? Mana Regina?”
Santoso :
“Dia
baik saja asal ga macem - macem. Sementara ini Saya pinjem dulu Dia. Nanti
kalau kerjaan Saya sudah kelar, Dia tak lepaskan.”
Sancaka :
“Hei
awas, jangan macam – macam Kamu ya.. Halo? Halo?”
Telephone terputus dan
Sancaka tampak terkejut bercampur kesal. Sancaka berpaling dan melihat orang –
orang yang sedang berkerumun di depan televisi besar Bandara. Dia mendekat dan
ikut menyimak siaran langsung berita tentang tragedy penyanderaan oleh perampok
Bank yang sedang terjadi. Sancaka tersadar bahwa Regina telah menjadi salah
satu sandera Teroris. Sancaka segera memanggil Taxi untuk pergi ke tempat
kejadian.
31. EXT – Di pinggir jalan – Siang
Puluhan polisi berjajar, mengepung
di luar Gedung Bank, berlindung di balik barikade mobil patroli. Sancaka keluar
dari Taxi lalu pergi ke barikade Polisi untuk menanyakan tentang Regina.
Sancaka :
“Pak
Adik Saya di dalam. Ijinkan saya..”
Polisi :
“Tenang
Mas. Iya nanti kita bantu selamatkan. Kamu mundur saja dulu.”
Sancaka mundur mengikuti
perintah Polisi. Tak lama Sopir Taxi menghampiri.
Sopir Taxi :
“Argonya
Mas?”
Sancaka :
“Oh
iya, berapa Pak?”
Sopir Taxi :
“80
ribu Mas.”
Sancaka :
“Ini
Pak.”
Tangan Supir taxi terpental
saat tidak sengaja bersentuhan dengan tangan Sancaka. Sancaka juga terkejut. Ternyata
tanpa sadar Dia telah melepaskan saring tangannya saat di dalam Taxi. Dengan
wajah ketakutan dan sambil memegangi tangannya yang masih kesakita, Sopir
memungut uang yang terjatuh di tanah.
Sancaka :
“Ambil
saja kembaliannya Pak.”
Sopir Taxi :
“Makasih.”
Sopir Taxi lalu bergegas masuk
dan memacu mobilnya. Sedangkan Sancaka melihat tangannya. Sulur – sulur listrik
tipis yang sesekali muncul dari ujung jarinya terlihat.
32. EXT – Gang kecil - Siang
Sancaka bergegas pergi
menuju sebuah gang buntu kecil dan sempit. Kemudian Dia melihat tangannya lagi.
Sulur – sulur listrik masih bermunculan. Dia lalu menjulurkan tangannya. Sebuah
kilat melesat, menembak sebuah tembok hingga melesak.
Sancaka :
“Aku
akan menyelamatkannya.”
33. EXT – Di depan Gedung Bank – Siang
Puluhan Polisi berjaga di
depan gedung Bank. Tak lama, Mereka dikejutkan pada suara pecah kaca jendela di
kantai dua.
34. INT – Di dalam Gedung Bank – Siang
Santoso dan para sandera
terkejut pada suara gaduh di lantai dua. Santoso memerintahkan tiga orang
anggotanya memeriksa ke lantai dua.
Santoso :
“Kalian
bertiga naik. Periksa ada apa itu. Kalau Polisi itu macam – macam akan aku
tembak seorang sandera ini untuk tumbal.”
35. INT – Di dalam Gedung Bank lantai dua – Siang
Tiga orang Terotis sedang
mengendap – endap sambil mengarahkan sejatanya. Sancaka berdiri dari balik meja
lalu dengan cepat menyerang para Teroris. Dua orang dilumpuhkan di tempat dan
satu orang lagi terjungkal – jungkal di tangga. Dia tergelepar di lantai satu,
di hadapan para Teroris dan Sandera.
36. INT - Di dalam Gedung Bank lantai satu – Siang
Suara bel Lift terdengar,
para Teroris reflek menodong ke arah pintu List yang terbuka tapi kosong. Saat
para Terorist lengah, Sancaka muncul dari tangga. Dengan cepat Dia merobohkan
banyak Teroris dengan kilat dan tendangannya. Tersisa Santoso berdiri dan Dia
memegang sebuah remot control untuk mengancam Sancaka.
Santoso :
“Sudah
cukup! Jangan macam atau Aku ledakkan Gedung ini!”
Seorang Teroris bengkit
sambil memegang senjata. Dia bermaksud menembak Sancaka dari belakang. Namun
Regina mengetahuinya dan meneriaki Sancaka.
Regina :
“Om
dibelakang!”
Sancaka berbalik. Teroris
itu menembak tapi Sancaka bisa menghindari terjangan peluru. Dia langsung
membalas dengan petirnya sehingga membuat Teroris itu terpental jatuh. Sesaat
kemudia Dia menembakkan lagi petirnya pada Santoso yang sedang lengah. Santoso
juga jatuh dan Remotnya terlepas jauh darinya. Sancaka mendatangi Santoso yang
tampak pingsan sambil kejang – kejang.
Sancaka :
“Kalian
semua aman. Keluarlah dari gedung dengan tertib.”
Para Sandera berdiri dan
berjalan keluar gedung. Direktur Bank mendekati Gundala.
Direktur
Bank : (tergagap – gagap)
“Terima
kasih Mas. Terima kasih atas bantuannya. Kalau boleh tau, Mas Siapa?”
Sancaka : (bingung)
“Aaa...
Gundala, Panggil saja begitu.”
Direktur Bank :
“Inggih
Mas Gun. Matur suwun sanget.”
Direktur Bank berjalan
menuju pintu keluar, meninggalkan Gundala. Sancaka melihat pada Regina. Dia
memberi tanda dengan jempolnya Regina lalu menyuruh Regina pergi dengan matanya.
37. EXT – DI depan Gedung Bank – Sore
Para polisi terkejut karena
para sandera telah keluar dari Gedung Bank. Bergegas para Polisi menjemput dan
mengarahkan Mereka pada Staff Medis. Para Reporter berita berbondong mengambil
gambar.
MONTAGE :
1. Di Bandara, para calon penumpang bergerombol di depan
sebuah Televisi besar.
2. Di Televisi, seorang reporter sedang melaporkan berita
tentang Perampokan Bank.
3. Tampak di layar televisi, para Teroris termasuk
Santoso digelandang beriringan oleh para polisi masuk ke dalam mobil tahanan.
4. Kapten polisi sedang diwawancara, menjelaskan
kronologis kejadian hingga munculnya sosok Gundala.
5. Pak Abdullah melihat berita perampokan Bank di
rumahnya.
END OF MONTAGE
38. EXT – di pekarangan rumah – pagi (Keesokan harinya).
Iskandar sedang duduk santai
sambil membaca Koran. Dia sesekali sambil menyeruput kopinya. Gandi datang
menghampiri Iskandar kemudian duduk di sebelahnya. Iskandar melirik sebentar kepada
Gandi. Dia menutup korannya lalu meletakkannya ke atas meja. Sebuah Headline terlihat,
berjudul Gundala.
Iskandar :
“Jaman
sekarang, mau saja jadi pahlawan gratisan. Mending bantu ngerampok Bank, sugeh.
Ya toh?”
Gandi :
“Berikan
saja bayarannya.”
Iskandar :
“Dasar
Kamu ini. Ga bisa diajak basa – basi sebentar.”
Iskandar meletakkan amplop
tebal di atas Koran. Tanpa sungkan Gandi mengambilnya lalu berdiri dan pergi
meninggalkan Iskandar. Kemudian Iskandar memanggil.
Iskandar :
“Hei
Gandi!”
Gandi berhenti dan menoleh.
Iskandar :
“Kalau
anakmu sembuh, apa Kamu akan tetap kerja sama Saya?”
Gandi membuang muka lalu
berlanjut pergi meninggalkan Iskandar.
39. EXT – Depan pintu gedung kuliah – siang (Beberapa hari berikutnya).
Regina bersama kedua
sahabatnya keluar dari gedung kuliah, bermaksud pulang.
Sancaka :
“Gina!”
Regina mendengar Sancaka
memanggilnya. Regina berbalik dan melihat Sancaka sedang menghampirinya.
Suci :
“Siapa
itu Gina? Cowok ganteng?”
Sancaka sampai di hadapan
Regina dan teman – temannya.
Regina :
“Sedang
apa Om kemari?”
Suci dan Fitria : (terkejut)
“Om?”
Sancaka :
“Pak
Abdullah sedang sibuk. Jadi Saya disuruh jemput Kamu.”
Regina :
“Oh
iya. Ini kenalin teman – teman kuliah Saya.”
Sancaka :
“Kenalkan
Sancaka.
Fitria :
“Saya
Firia.”
Suci :
“Suci.”
Regina :
“Oh
iya, Saya dapat sesuatu tentang Iskandar. Fit?
Fitria :
“Oh
itu? Iya, Bapak Iskandar akan hadir di Seminar Kesehatan Indonesia minggu
depan.”
Sancaka :
“Oh
itu bagus. Apa Saya bisa bertemu dengannya?”
Fitria :
“Bisa
saja. Kebetulan Om Saya adalah panitia di Acara itu. Kalau boleh tau Om ada
urusan apa dengannya?”
Sancaka :
“Dia
kawan lama Saya.”
40. INT – Di dalam Kamar Minarti, Rumah Iskandar – Siang
Minarti tua sedang tertidur.
Di sampingnya lengkap berjajar peralatan kedokter canggih. Iskandar berdiri di
sampingnya bersama seorang dokter dan seorang perawat.
Dokter :
“Ini
sudah diambang batas Pak. Dengan obat dan peralatan secanggih apapun, akhirnya
Tuhan yang berkuasa. Saya hanya bisa usahakan semampu Saya.”
Iskandar :
“Terima
kasih Dok. Anda boleh pergi.”
Dokter :
“Kalau
begitu Saya permisi.”
Dokter dan Suster pergi
meninggalkan ruangan. Hanya ada Iskandar dan Minarti di sana. Iskandar mendekat
dan memegang tangan Minarti yang tampak lemah.
Iskandar :
“Saya
selalu berhutang sama Kamu Narti. Maafkan Saya yang tidak berguna ini.”
41. INT – Di dalam Ruang Laboratorium – Malam (Lima hari berikutnya)
Pak Abdullah sedang sibuk di
dalam Laboratotiumnya. Tak lama kemudian Sancaka datang bersama Regina.
Sancaka :
“Bapak
panggil Saya?”
Pak Abdullah :
“Katanya
Kamu akan bertemu dengan Iskandar?”
Sancaka :
“Begitulah.
Berkat bantuan Regina.”
Pak Abdullah :
“Setelah
Kamu bertemu dengannya dan mengetahui semua yang ingin Kamu tau, bagaimana
selanjutnya?”
Sancaka :
“Entahlah
Pak.”
Pak Abdullah :
“Tuhan
yang menetukan jalan hidup. Tugas Kita menyadarinya dan menjalaninya. Pikirkanlah.”
Sancaka terdiam.
Pak Abdullah :
“Ini
Aku sudah buat sesuatu untukmu.”
Pak Abdullah memberikan
sebuah benda mirip Jam tangan pada Sancaka.
Pak
Abdullah :
“Pakailah.”
Sancaka mengenakan benda itu
di tangan kanannya.
Sancaka :
“Begini
Pak?”
Pak Abdullah :
“Ini
lagi, pasang. Di sana ada slot-nya.”
Pak Abdullah memberikan
benda transparan kecil pada Sancaka. Sancaka memasang benda itu pada benda yang
mirim jam tangan. Benda itu kemudian menyala putih terang.
Pak Abdullah :
“Itu
Reactor Sigma ciptaanku. Sebuah Regulator mini yang mampu menstabilkan tegangan
tinggi. Dan yang menyala itu adalah sebuah power Baterai dengan inti paladium.
Itu juga cintaanku dan belum dipatenkan. Coba sinikan tanganmu?”
Sancaka :
“Bapak
mau menyetuh?”
Pak Abdullah :
“Sudah
sini!”
Sancaka mengulurkan
tangannya lalu Pak Abdullah memegangnya. Sancaka dan Regina terkejut.
Pak Abdullah :
“Tegangan
tubuhmu sudah distabilkan oleh Reaktor itu dan dialihkan ke Power Baterai. Kalau
lampu warna merah menyala, berarti Power Baterai sudah penuh. Alat itu bersifat
dua arah. Artinya Kamu juga bisa menarik balik tegangan listrik dari Power
Baterai untuk keperluanmu.”
Sancaka :
“Terima
kasih Pak. Ini akan membantu.”
42. EXT – Depan gedung Seminar – siang (Seminggu berikutnya).
Ratusan orang berkerumun di
depan Gedung seminar. Mereka mengelu – elukan nama Iskandar. Sebuah mobil sedan
mewah datang. Iskandar keluar lalu berjalan menuju gedung seminar sambil
melambaikan tangan.
43. INT – Di dalam Gedung Seminar – Siang
Iskandar sedang duduk sambil
menyimak orang berpidato di depannya. Beberapa saat kemudian selesai kemudian
berganti pembawa acara.
Pembawa Acara :
“Terima
kasih atas sambutannya dari Bapak Gubernur Jakarta,Djoko Suryandoko.
Selanjutnya, seorang yang tidak asih lagi, Pakar Kesehatan di Indonesia.
Bersama Corporasinya, Dia telah menelurkan puluhan inovasi di bidang medis dan
membantu jutaan orang di Indonesia dan Dunia. Mari berikan tepuk tangan kepada
Bapak Iskandar Al Ghazul. Bapak Iskandar dipersilahkan naikkan ke atas panggung
untuk berbagi ispirasinya.”
Iskandar berdiri dari
kursinya. Dia berjalan menuju ke atas pentas dan berdiri di depan sebuah
microphone.
Iskandar :
“Selamat
Siang semua. Semua dalam keadaan sehat? Anda semua sehat kan? Baguslah kalau
semua sehat karena sakit itu sangat tidak menyenangkan. Percayalah. Apa dari
kalian ada yang suka dengan sakit? Iya, sakit memang sangat – sangat tidak
menyenangkan. Tapi ingatlah bahwa manuasia tidak adalah makhluk ciptaan Tuhan. Manusia
tidak ada yang tidak merasakan Sakit atau tidak bisa sakit. Karena semua sudah
hukum-Nya. Sakit tak lebih adalah cara sapa-Nya untuk mengenali Makhluk-Nya
yang dikasihi. Saat Dia sudah merindukannya, maka kematian akan datang sebagai
hadiah istimewa...”
Iskandar masih berpidato di
atas panggung, dihadapan puluhan para undangan. Salah seorang undangan dengan
mengenakan topi tampak diam dan menunduk, khusyuk mendengarkan pidato Iskandar.
Dia melepas topinya, dari baliknya wajah Sancaka terlihat. Di tengah pidatonya,
Iskandar melihat wajah teman karibnya itu. Dia terdiam sejenak kemudian melanjutkan
pidatonya sampai selesai. Iskandar turun dari panggung, berjalan menuju
kursinya sambil pandangannya menatap Sancaka. Di panggung pembawa acara
mengambil alih tugasnya.
44. EXT – Di luar Gedung Seminar – Sore
Para Undangan satu persatu
keluar ruangan. Tak lama Iskandar keluar dengan beberapa asistennya. Sancaka
berdiri di luar gedung dan Iskandar berjalan melewatinya tanpa menengok. Sancaka
bergerak hendak menegur Iskandar tapi tiba – tiba dihentikan oleh seseorang.
Orang itu memberikan secarik kertas kecil padanya. Iskandar memasuki mobilnya
lalu pergi. Regina datang menghampiri Iskandar bersama Fitria.
Regina :
“Gimana
Om? Sudah bertemu dan bicara dengannya?”
Sancaka :
“Tidak.
Dia memberikan ini.”
Fitria :
“Ini
seperti alamat rumah.”
Sancaka :
“Gin.
Besok kita mendatanginya.”
Regina :
“Ok.
Bisa Om.”
Sancaka :
“Fitria
terima kasih ya.”
Fitria :
“Sama
– sama Om.”
45. EXT – Di parkiran depan rumah Regina – Pagi (Keesokan harinya)
MONTAGE :
1. Regina dan Sancaka memasuki mobil. Kemudian Merena
pergi dari rumah.
2. Mobil Regina berjalan menuju pinggiran kota.
3. Mobil Mereka berhenti di depan gerbang rumah yang
sangat besar.
4. Sancaka keluar lalu menyamakan alamat di kertas dengan
nomor di pinggir gerbang.
5. Ada sebuah bel dan Sancaka memencetnya beberapa kali.
6. Sebuah Kamera bergerak, menghadap ke wajah
Sancaka.Sancaka membalas memandangnya.
7. Tak lama kemudia pintu pagar bergeser membuka.
8. Sancaka segera masuk ke dalam Mobil lalu Mobil
berjalan melewati pagar. Kemudian pagar menutu.
9. Sancaka berdiri di depan pintu rumah yang besar. Dia
bermaksud mengetuk pintu itu karena disampingnya tidak terlihat ada bel.
END OF MONTAGE
46. EXT – Di depan pintu Rumah Iskandar – Pagi
Pintu tiba – tiba terbuka
dan Iskandar muncul dari baliknya. Dia segera memeluk Sancaka erat – erat.
Iskandar : (berlinang air mata)
“Aku
kira Kamu benar – benar... Maafkan Aku Caka, maafkan Aku.”
Sancaka : (bingung)
“Ah,
Iya. Aku tidak apa – apa.”
Iskandar :
“Masuklah,
Masuklah. Mari nona, masuk juga.”
47. INT – Di dalam rumah Iskandar – Pagi (menjelang siang)
Iskandar berjalan sambil
merangkul Sancaka menuju ruang tengah. Regina berjalan membuntuti Mereka.
Sancaka dan Iskandar menduduki sofa, Regina juga.
Iskandar :
“Kemana
saja Kamu selama 30 tahun ini? Kemana Mereka telah membawamu?”
Sancaka :
“Yang
sebenarnya adalah Aku baru saja terbangung beberapa minggu yang lalu. Dari
tidur yang panjang sepertinya. Justru tujuan Saya datang mau menanyakan apa
yang sebenarnya sudah terjadi? Dengan Ujicoba itu? Kenapa Saya bisa berada di
pemakaman?”
Iskandar : (Iskandar semakin terheran
Dia menyandarkan nyaman punggungnya. Dia diam sejenak)
“Kamu
sudah meninggal.”
Sancaka dan Regina terkejut,
terbelalak mendengarnya.
Iskandar :
“Itu
mungkin menjelaskan kenapa Kamu di pemakaman itu.”
Sancaka :
“Aku
sudah meninggal?”
Iskandar :
“Eksperimen
Ujicoba itu berhasil memulihkan Kakimu tapi Kamu ternyata diakhir Eksperimen
Kamu meninggal. Lalu Mereka, para investor, menutup project-nya dan juga
kematianmu.”
Sancaka :
“Karena
itu berita paslu dibuat sebagai kamuflase?”
Iskandar :
“Itu
dilakukan atas dasar reputasi bisnis. Aku tak bisa apa - apa. Tapi bagaimana
bisa? Bagaimana Kamu bisa bangun?”
Regina :
“Saat
Saya sedang berziarah ke pemakaman, petir yang besar menyambar berkali – kali
pada sebuah makam hingga meledak. Berikutnya Om Sancaka bangun.”
Iskandar : (takjub)
“Tak
disangka Sel Evolusi masih bisa aktif setelah berpuluh – puluh tahun. Meski
sudah mati. Itu sebuah keajaiban”
Sancaka :
“Minarti?
Bagaimana dengan Minarti?”
Iskandar : (Iskandar terdiam sejenak)
“Ayo
Ikut denganku.”
Mereka bertiga berjalan
kemudian menaiki Lift. Tak lama kemudian pintu lift membuka. Mereka berjalan lagi
menyusuri koridor hingga sampai di depan pintu.
48. INT – Di dalam Kamar Minarti – Siang
Sancaka, Regina dan Iskandar
berdiri di dalam sebuah ruangan. Di depan Mereka terbaring wanita tua lemah tak
sadarkan diri.
Iskandar :
“Itu
Minarti.”
Sancaka mendekat kemudian
Dia memegang tangannya yang lemah.
Iskandar :
“Setelah
mengetahui berita palsu itu, Dia masih menunggumu sampai dua tahun lamanya.
Sancaka :
“Kamu
tidak mengatakan kebenarannya?”
Iskandar :
“Maaf.
Setelah kegagalan project itu, Aku tak lebih seperti mayat hidup. Aku lupa bagaimana
untuk hidup. Sampai akhirnya Dia datang dan mengajarkanku lagi arti kehidupan. Setelah
beberapa lama Kami menikah.”
Sancaka meletakkan tangan
Minarti perlahan.
Sancaka :
“Syukurlah.
Terima kasih telah menajaganya. Aku memang tak berguna. Selalu mengecewakannya.”
Iskandar :
“Sancaka.”
Sancaka :
“Iya?”
Iskandar :
“Kita
bisa membuat Minarti kembali seperti sedia kala.”
Sancaka :
“Maksudmu?”
Iskandar :
“Kita
jalankan lagi Project Ion Genesis. Kali ini pasti berhasil.”
Sancaka :
“Tidak.
Tidak bisa.”
Iskandar :
“Kenapa?
Kita bisa mewujudkan impian Kita dulu. Membuat Manusia berevolusi. Lihat padamu
sekarang, sempurna. Serum itu berhasil.”
Sancaka :
“Kamu
salah. Aku tidaklah sempurna. Yang sempurna hanya Dia.”
Iskandar : (marah)
“Omong
kosong! Dengan serum itu, Aku bisa menjadi Tuhan! Kamu pintar tapi bodoh! Tidak
pernah berubah!”
Sancaka : (marah)
“Sudah
cukup! Kamu sudah tidak waras! Aku pergi. Ayo Gina!”
Sancaka dan Regina pergi dari
ruangan Minarti.
49. INT – Di dalam Rumah Iskandar lantai satu – Siang
Sancaka dan Regina keluar
dari Lift lalu berjalan menuju pintu keluar. Tak lama Mereka berhenti. Dua
orang berbadan tegap menghadang Mereka dan dua orang lainnya menghampiri di
belakangnya. Iskandar perlahan berjalan menuruni tangga.
Sancaka :
“Mau
apa Kalian.”
Iskandar :
“Kamu
mau kemana? Di luar sana sudah bukan Duniamu. Kamu sendirian! Bersama Aku dan
Minarti, Kita berkumpul kembali. Kita bisa melanjutkan kehidupan bahagia Kita
lagi.”
Sancaka :
“Kamu
sudah termakan oleh ambisimu Is. Aku pilih menjadi hampa dari pada mengikuti
kemauanmu.”
Iskandar : (Marah)
“Brengsek!
Kalian! Tangkap Dia!”
Empat orang pengawal
Iskandar bergerak menyergap dan merobohkan Sancaka. Regin mencoba membantu tapi
salam seorang mengawal Iskandar mendorongnya hingga terjerembab. Sancaka murka.
Dia melepas sarung tangannya lalu Dua orang pengawal terlempar dan pingsan.
Melihat tangan Sancaka yang berkilat – kilat, dua orang pengawal menjauh.
Iskandar :
“Ternyata
Kamu...”
Sancaka : (menyesal)
“Aku
menyesal pertemuan Kita harus berakhir seperti ini. Pak Abdullah benar, harusnya
Aku tidak datang kemari.”
Iskandar :
“Aku
berhak mendapatkannya Sancaka! Aku sudah berkorban banyak karenanya! Juga
Minarti!”
Sancaka :
“Maafkan
Aku telah membuat Kalian sengsara. Tapi ini yang terbaik. Percayalah.”
Iskandar :
“Pergilah.
Aku tidak akan mampu memaksamu.”
Sancaka menarik Regina untuk
berdiri. Perlahan dan hati – hati Mereka pergi meninggalkan Iskandar.
Iskandar :
“Panggil
Gandi.”
50. INT – Di dalam Mobil – Siang
Regina memegang kemudi mobil
sedangkan Sancaka di sebelahnya berdiam diri.
Regina : (melirik pada Sancaka)
“Om
Sancaka sedang mikir apa?”
Sancaka : (muram, bingung)
“Entahlah.
Aku hanya memikirkan siapa Aku sebenarnya.”
Regina :
“Maksud
Om?
Sancaka :
“Iskandar
benar. Sancaka sudah mati. Aku buka siapa - siapa di sini. Tidak memiliki
apapun dan ini sudah bukan Duniaku.”
Regina menghentikan mobilnya
mendadak.
Regina :
“Om
Salah. Tentu saja Om berarti. Bagi Saya dan Papa, Om adalah keluarga.”
Sancaka : (Sancaka melihat kepada
Regina)
“Terima
kasih. Aku berhutang banyak padamu dan papamu. Aku janji tidak akan
mengecewakan Kalian.”
Regina :
“Keluarga
kan harus saling membantu Om.”
Sancaka tersenyum senang.
Kemudian Regina membuka pintu mobil.
Regina :
“Saya
mau beli minum dulu. Om mau?”
Sancaka :
“Ga
usah. Aku tunggu saja di sini.”
Regina keluar dari Mobilnya.
Dia menutup pintu mobilnya. Tiba – tiba sebuah Van hitam berhenti di belakang
Regina. Ganti muncul dan menarik paksa Regina memasuki Van. Sancaka melihat dan
berusha keluar dari Mobilnya untuk menolong. Ganti menembak ban mobil Regina
dan pergi. Sancaka terlambat. Dia gagal menolong Regina. Tak lama Handphone
Sancaka berbunyi.
INTERCUT WITH :
51. INT – Rumah Iskandar – Sore
Iskandar sedang duduk di
sofanya. Sambil menghisap sebuah cerutu Dia meletakkan gagang telepon di
telinganya.
Sancaka : (bingung)
“Halo?”
Iskandar :
“Ini
Aku Iskandar. Aku yang menculik perempuan itu.”
Sancaka : (marah)
“Iskandar?
Kamu terlampau jauh! Kenapa harus sampai seperti ini?”
Iskandar :
“Terpaksa.
Bagaimanapun caranya, Kamu harus membuat dan melakukan Eksperimen itu lagi. Itu
adalah mimpiku.”
Sancaka :
“Kamu
bedebah. Biadab Kamu!”
Iskandar :
“Terserah
Kamu bilang apa. Besok jam 8 pagi, temui Aku di tempat Eksperimen dulu. Diam
dan jangan ada Polisi maka semua akan baik.”
Sancaka :
“Jangan
sakiti Dia!”
Iskandar :
“Jangan
kuwatir. Akan Aku beri Dia makan malam nanti dan sarapan besok pagi. Sampai
jumpa.”
Telepon terputus dan Sancaka
bingung bercampur frustasi.
52. INT – Di Rumah Regina - Malam
Pak Abdullah sedang duduk di
Sofa. Di hadapannya, di sebelah meja, Sancaka juga duduk di sofa. Mereka
berhadapan.
Sancaka :
“Maaf
Pak. Semua ini salah Saya.”
Pak Abdullah :
“Jangan
minta maaf. Ini bukan salahmu. Sekarang Kita harus memikirkan cara
menyelamatkan Regina.”
Sancaka :
“Sudah.
Saya akan datang dan mengikuti kemauan Mereka. Kemudian Regina pasti akan Saya
dapatkan.”
Pak
Abdullah :
“Kalau
itu harus, hati - hatilah. Saya percayakan padamu”
Sancaka
:
“Saya
tidak akan mengecewakan bapak. Saya akan melepaskan Regina.”
Pak Abdullah :
“Terus
apa yang bisa Saya lakukan?”
Sancaka :
“Bapak
bisa memandu Saya dari sini.”
53. EXT – di Jalan Raya – Pagi
MONTAGE :
1. Sancaka memacu mobilnya.
2. Sancaka berhenti di depan gedung tua usang. Tampak
banyak mobil terparkir di sana. Salah satu milik Iskandar.
3. Sancaka keluar dari Mobilnya kemudian memasuki gedung
4. Sancaka sampai di dalam ruang eksperimen. Di sana
ramai para staff Iskandar dan beberapa tentara bayaran. Salah satunya Gandi.
END OF MONTAGE
54. INT – Gedung Experimen – Pagi
Sancaka muncul. Iskandar
menyambut kedatangan Sancaka. Regina terikat di sebuah kursi di sebelah
Iskandar berdiri. Di sana ada belasan orang anak buah Iskandar dan beberapa
orang staff peneliti.
Iskandar : (senang)
“Hei,
Kamu datang juga akhirnya. Mari – mari.”
Sancaka :
“Kamu
harus ingat janjimu. Setelah ini selesai, lepaskan Regina.”
Iskandar :
“Aku
akan melepaskannya setelah semua selesai. Ayo ikut Aku.”
Iskandar mengarahkan Sancaka
menuju sebuah kursi. Dia mempersilahkan Sancaka duduk di kuris itu dan
Sancakapun mendudukinya.
Iskandar :
“Ini
untuk jaga – jaga.”
Iskandar mengikat kaki dan
tangan Sancaka dengan sebuah plester. Tak lama datang staff berseragam putih
datang dan menusukkan jarum ke lengannya. Darah mengalir melalu selang panjang,
mengarah pada sebuah borol silinder. Darahnya banyak mengalir sehingga perlahan
Sancaka semakin lemas. Regina hanya bisa melihat karena tangan, kakinya terikan
dan mulutya tertutup plester.
Iskandar :
“Kali
ini Kita kebalikan. Aku yang akan di dalam sana dan Kamu melihatku dari sini.
Kita impas sekarang.”
Sancaka :
“Kamu
jauh berubah. Kamu sudah bukan Iskandar yang Ku kenal.”
Iskandar hanya menyengir
menanggapi Sancaka. Dia melihat ke arah para staff yang berbaris.
Iskandar :
“Dan
tuan – tuan sekalian, mulailah bekerja. Ambil sample sebanyak Kalian butuhkan
dan segera buatkan serum itu.”
Iskandar berjalan menaiki
tangga. Dia terlentang di atas sebuah ranjang metal dan badannya diikat kuat. Setelah
beberapa lama, seorang staff datang dengan membawa sebuah suntikan besar,
berisi cairan bening hasil dari pengolahan darah Sancaka.
Stafff 1: (sedikit gugup)
“Serum
yang anda minta sudah jadi. Tapi Saya tidak yakin apa ini sesuai dengan yang
anda inginkan.”
Iskandar :
“Pasti
sesuai. Masukkan saja ke dalam tubuhku. Kita segera mulai tahap berikutnya.”
Ranjang Iskandar bergerak
kemudian masuk ke dalam akuarium penuh air. sebelumnya, sebuah masker untuk
pernapasan sudah dipasang di wajahnya.
Pemimpin Eksperimen :
“Laporkan
status Subjek.”
Staff 1 :
“Mutasi
sel sudah terjadi. Sel Evolusi mencapai level 45%. Denyut nadi stabil, tekanan
darah stabil.”
Pemimpin Eksperimen :
“Tunggu
beberapa saat.”
Waktu sudah berjalan 30
menit berikutnya. Sancaka tampak lemas, matanya tertutup rapat. Darahnya tak
henti mengalir melalui selang – selang kecil dan Regina terus menangis dalam
diam.
Pemimpin Eksperimen :
“Laporkan
status Object.”
Staff 1 :
“Sel
Evolusi mencapai level 99%. Denyut nadi stabil, tekanan darah stabil.”
Pemimpin Eksperimen melihat
kepada Iskandar. Iskandar mengangguk.
Pemimpin Eksperimen :
“Hitungan
ke-3, proses impuls Elektron dilakukan. 1.. 2.. 3.. Mulai proses Impuls
Elektron!”
Staff 2 :
“Proses
Impuls Elektron dijalankan! Mengalirkan 10.000KV!”
Aliran listrik mengalir,
melewati Iskandar. Dia tak henti – henti kejang karenanya. Bebarapa sisi
tubuhnya tampak berpijar. Semua mata
tertuju pada Iskandar yang tampak kesakitan, begitu juga Regina. Sedang Sancaka
masih diam lemas tak bersuara. Sesuatu terjadi, tubuh Iskandar mengalami
perubahan. Kulit – kulit tubuhnya mulai mengencang. Massa ototnya meningkat.
Wajah Iskandar semakin tampak segar dan kencang. 15 menit lamanya proses
terjadi, semua orang mulai terperangah.
Pemimpin Eksperimen :
“Laporkan
status!”
Staff 1 :
“Proses
Hyper Regenerasi mencapai 90%! Denyut nadi stabil, tekanan darah stabil.”
Pemimpin Eksperimen :
“Matikan
impuls Elektron! Proses selesai!”
Staff 2 :
“Proses
Impuls Elektron dimatikan!”
Staff 1 :
“Status
Denyut nadi stabil! Tekanan darah stabil!”
Iskandar dinaikkan dari
akuarium kaca. Semua kabel dan peralatan yang menempel di tubuhnya dilepas,
begitu juga tali pengikat. Iskandar terjatuh lemas namun berhasil di tangkap
para staff. Tak lama Dia mengenyahkan para staff dan berdiri sambil tangannya
bertumpu pada pagar besi. Iskandar sekarang tampak berubah dari sebelumnya. Tubuhnya
menjadi memerah disertai beberapa urat ungu yang tampak timbul. Semua orang
terkejut dan terperangah padanya. Seorang staff mendekati sambil membawa pelat
benih.
Staff 3 :
“Maaf Pak. Sepertinya ada
sesuatu yang terjadi. Sosok anda berubah.”
Iskandar mengambil pelat
bening. Tak lama Dia tampak terkejut dan marah pada sosok barunya. Tangannya
langsung mencengkeram sang staff lalu melemparnya jatuh.
Ranjang besi di belakang Iskandar
bergetar kuat. Iskandar merasakannya, punggungnya yang merinding. Tangannya
juga sesaat seakan menempel pada pagar besi. Dia berbalik, mengarahkan telapak
tangannya para ranjang besi. Dengan kemauannya, ranjang itu melesat tapi
berhanti dan melayang tepat beberapa inci dari telapak tangannya. Dia
mengibaskan tangannya, ranjang itupun melesat terbang, menghantap Ilmuan
pemimpin eksperimen.
Iskandar melompati pagar
besi lalu mendarat dengan kokoh ke lantai. Dia berjalan menuju Regina lalu
melepaskan plester di mulutnya.
Iskandar :
“Ku
ijinkan Kamu berdoa untuk keselamatanmu.”
Regina :
“Kamu
puas sekarang? Tuhan memang maha adil. Rupamu sekarang sama dengan hatimu.”
Iskandar berpaling tidak
menggubris Regina.
Iskandar :
“Kita
pergi. Tinggalkan Mereka.”
Gandi :
“Kamu
sudah janji akan melepaskan Mereka setelah semua ini kan?”
Iskandar :
“Aku
berubah pikiran. Biarkan Mereka mati.”
Gandi terdiam setelah
mendengar kata Iskandar.
Iskandar :
“Sesuai
rencana, bakar tempat ini. Aku ingin tempat ini dihancurkan, tak ada sisa. Dan
satu botol sample itu, masukkan ke koper dan taruh di mobilku. Dan kalian para
staffku, pergilah.”
Para staff berhamburan meninggalkan
ruangan. Gandi dan anak buahnya mengambil jirigen bensi yang tertumpuk di ujung
ruangan. Kemudian menebarkan rata isinya ke seluruh ruangan. Regina tak henti –
hentinya berteriak membangunkan Sancaka.
55. EXT – Depan ruang Eksperimen - Siang
Iskandar sudah berpakaian
lengkap dengan jas hitam panjang. Dia bersama beberapa orang bawahannya masuk
ke dalam mobil Mecedes hitam. Gandi menyusul dengan beberapa anak buahnya masuk
ke dalam Van hitam. Dan anak buahnya yang lain masuk ke dalam mobil sedan putih.
Mereka pergi beriringan.
56. INT – Di dalam gedung Experimen - Siang
Regina masih berteriak
memanggil – manggil sancaka. Sancaka masih diam tak bergerak. Sedangkan
disekelilingnya sudah terbakar api.
57. EXT – Di depan rumah Sancaka - Siang
Sancaka dengan kemeja putih
berdiri di depan rumahnya. Dia mengucapkan salam dan tak lama pintu rumah
terbuka. di dalam, kedua orang tua Sancaka diam duduk di kursi sambil sumringah
melihat anaknya pulang. Sancaka juga dalam bahagia dan haru, setelah sekian
lama akhirnya bertemu orang tuanya lagi. Kakinya akan melangkah memasuki pintu
tapi tiba – tiba Minarti muda, muncul menghadang dari balik pintu.
Sancaka : (bahagia)
“Minarti?
Kamu juga di sini? Akhirnya Kita berkumpul. Ayo ketemu Ibu – Bapak.”
Minarti :
“Tunggu
Mas.”
Sancaka :
“Tunggu
apa? Mas sudah lama ga ketemu Bapak – Ibu. Aku pingin ketemu Mereka.”
Minarti :
“Mas
belum saatnya. Pulanglah dulu.”
Sancaka :
“Pulang?
Kemana Narti? Ini Rumahku?”
Minarti :
“Ke
Rumah Mereka. Keluarga Mas yang baru. Mas sudah janji tidak akan mengecewakan
Mereka.”
Sancaka :
“Pak
Abdullah. Regina.”
Minarti :
“Tidak
sekarang, nanti kita pasti berkumpul lagi. Kami akan tunggu Mas di sini.”
Sancaka mengangguk sambil berlinang
air mata. Cahaya berpendar dan semua hilang.
58. INT – Di dalam gedung eksperimen – siang
Sancaka mulai tersadar.
Dalam keadaan masih setengah ling – lung, Dia melihat Regina yang terikat. Lalu
menyadari Dia dan Regina dalam bahaya. Sancaka melihat tubuhnya dan masih
terikat kuat ke kursi. Dia menembakkan petir tegangan tinggi ke pergelangan
tangannya hingga membuat tali pengikat terbakar. Dia berhasil lepas dan
mencabut jarum di tangannya. Dengan lemah Dia melepaskan Regina. Mereka berdua pergi
meninggalkan gedung.
59. EXT – Di luar Gedung Eksperimen – Siang
Regina dan Sancaka berhasil
keluar dari Gedung yang terbakar hebat. Mereka kelelahan dan jatuh terkulai ke
tanah.
Sancaka :
“Dimana
Iskandar dan anak buahnya?”
Regina :
“Mereka
pergi Om.
Sancaka :
“Dia
mendapatkan Serumnya?”
Regina :
“Dia
menggunakannya pada dirinya sendiri. Dia sudah berubah Om. Tubuhnya lebih mirip
iblis sekarang. Dan sisa serum itu Mereka memasukkannya ke dalam koper dan membawanya.”
Sancara berdiri perlahan.
Regina :
“Dia
dengan mudah membunuh orang lain.”
Sancaka terdiam sebentar
mendengar perkataan Regina.
Sancaka :
“Yang
penting sekarang Aku antar Kamu ke mobil.”
Sancaka dan Regina pergi ke
mobil. Regina masuk ke dalam mobil sedangkan Sancaka tetap di luar setelah Dia
mengambil sebuah koper.
Regina :
“Om
tidak masuk?”
Sancaka :
“Kamu
pergilah pulang. Pak Abdullah mengkhawatirkanmu. Aku harus mengejarnya dan
menghancurkan Serum itu.”
Regina :
“hati
– hati Om.”
Sancaka tersenyum lalu pergi
meninggalkan Regina.
60. INT – Di dalam Mobil Iskandar – Siang
Iskandar sedang menerima
panggilan telephone di telinga kanannya. Matanya berlinang. Tak lama Dia menutu
telephonenya lalu mengusap air di matanya.
61. INT – Di dalam Kamar Minarti – Siang
Layar monitor menampilkan
grafik garis lurus. Sorang dokter dan suster berdiri di samping tempat tidur
dan seluruh tubuh Minarti terselimut kain putih.
62. EXT – Di jalan raya jakarta – Siang
Tiga mobil, berisi Iskandar
dan kroni – kroninya, berjalan, beriringan. Lalu lintas lumayan lengang. Jauh
di belakang, Gundala sedang berlari dengan sangat kencang menuju rombongan
Iskandar.
Sebelumnya Dia sudah
memasang alat pelacak pada Mobil Mercedes milik Iskandar. Sehingga
memudahkannya mencari dan mengejar Mereka. Beberapa meter lagi, Dia mencapai
jarak dengan Mobil anak buah Iskandar. Gundala melompat dan melesat jauh ke
atas sambil meninggalkan ekor kilat dari kakinya. Dia turun kembali dan
mendarat tepat di atas mobil paling belakang.
Mobil sempat oleng tapi Gundala
masih berpegang erat. Salah seorang menembak membabi buta pada atap Mobil.
Gundala bergerak, terpelanting ke sisi kiri Mobil. Tangannya masih berpegangan
lalu Dia melepaskan tegangan listrik. Mobil penuh percikan api lalu oleng
kembali. Gundala melepas pegangannya lalu Mobil itu kecelakaan, berguling –
guling di aspal. Semua penumpangnya tewas di tempat.
63. INT – Di dalam Mobil Iskandar – Siang
Iskandar mengambil
Handphonenya untuk menghubungi Gandi.
INTERCUT WITH :
64. INT – Di dalam Mobil Gandi – Siang
Gandi mengambil
Handphonenya. Dia melihat Nomor Iskandar muncul di layar Handphone. Kemudian
Dia mangangkatnya.
Gandi :
“Halo?”
Iskandar :
“Bayaran
jadi sepuluh kali, Bunuh Dia! Bagaimanapun caranya!”
Gandi :
“Sebelumnya
Saya ingin tanya sesuatu.”
Iskandar :
“Apa?”
Gandi :
“Obat
itu. Apakah mungkin bisa mengobati anakku?”
Iskandar :
“Kalau
kaki yang butung saja bisa tumbuh dan normal kembali. Untuk anakmu, itu
mingkin. Jadi tolong bantuanmu.”
Gandi :
“Saya
mengerti”
Gandi menutup Telephonenya.
Kemudian mengambil dan membuka sebuah ransel hitam. Di dalamnya terdapat
segepok senjata laras panjang.
65. INT – Di dalam ruangan rumah sakit – Siang
Sorang wanita sedang duduk
meratapi sedih anak perempuannya yang sedang terbaring lemah di tempat tidur.
Dia kemudian mengambil Handphonenya lalu menghubungi suaminya.
INTERCUP WITH :
66. EXT – Di Luar gedung kantor – Siang
Gandi baru keluar dari
Gedung perkantor milik Iskandar. Tak berselang lama, Handphonenya berbunyi.
Windy : (wajahnya sendu)
“Halo
Abi?”
Gandi :
“Iya
Umi? Ada apa?”
Windy :
“Jadi
bagaimana dengan biaya si Lintang? Sudah ada?”
Gandi :
“Sudah.
Abi akan segera mentransfernya. Ada perkembangan dengan Lintang?”
Windy : (berbicara sambil menangis)
“Belum
Bi. Sementara ini kata Dokter belum ada perubahan.”
Gandi : (berusaha menenangkan Istrinya
sambil menahan air mata)
“Umi
tenang saja. Lintang pasti sembuh. Yang penting Umi berdoa saja untuk
kesembuhan Lintang.”
Winda :
“Iya
Abi. Umi akan berusaha.”
67. EXT – Di Jalan Raya - Siang
Gundala berlari kencang
seperti peluru. Dia melewati beberapa mobil yang sedang melaju. Gandi
mengetahui keberadaannya.
Gandi :
“Kamu!
Sambut tamu Kita itu.”
Atap Mobil Van hitam terbuka
lalu seseorang keluar dengan menggenggam sebuah senjata api. Dia memberondong
peluru ke arah Gundala, Dia mengelak, melompat ke trotoar jalan. Orang – orang
berlarian menjauh.
Mobil Van hitam berhenti.
Gandi dan emapt orang anak buahnya keluar dengan persenjataan lengkap. Mereka
berjalan mendekati Gundala sambil mengarahkan moncong senjatanya.
Gandi mengambil sebuah
granat tangan lalu melemparkannya. Granat itu tergeletak di samping Gundala
lalu memedak. Sesaat Gundala berhasil bergerak tapi tetap terhempas oleh
kuatnya ledakan. Melihat Gundala yang bergerak, Gandi dan anak buahnya
memberondong. Gundala kembali terpojok.
Sebuah tembakan terdenar
bertubi – tubi dari arah lain. Dua orang anak buah Gandi jatuh tersungkur.
Gandi dan anak buahnya terpecah. Saat itu Gundala bergerak, berlari menghampiri
Gandi. Dia melayangkan tendangan, Gandi terlempar. Sesaat berikutnya dua orang
anak buah Gandi lumpuh oleh petir Gundala.
Gandi berdiri sambil
mengarahkan senjatanya. Dengan cepat Gundala melesatkan petir pada Gandi. Gandi
menembakkan senjatanya, Gundala menghindar tapi gagal.Bahu kirinya terkena
tembakan. Gandi berbalik lalu menembak ke arah penolong Gundala.
Seorang berkemeja putih
terserang, berlindung di balik mobil. Gandi melempar geranat padanya, ledakan
dahsyat terjadi. Setelahnya, Orang itu tak terlihat. Gandi berbalik lagi pada
Gundala yang terkapar.
Gandi :
“Aku
sendiri terkejut petirmu tak mempan padaku. Apa mungkin karena gelang ini?”
Gandi menunjukkan gelang
Reaktor Sigma terikat di tangan kanannya.
Gandi :
“Tapi
maaf Aku harus membunuhmu.”
Gandi mengarahkan senjatanya
pada Gundala yang tergeletak. Gundala melesatkan petir bertubi - tubi pada
Gandi dan Gandi hanya diam saja.
Gandi :
“Aku
tidak merasakan apapun.”
Gandi akan menarik picu
senapan tapi tiba – tiba bunyi alarm keluar dari gelang di tangan Gandi,
bersama lampu merah menyala. Gandi meliriknya lalu terpantal jatuh. Dia kejang
– kejang di atas aspal. Gundala berdiri kemudian menghampiri Gandi sambil
memegangi bahunya.
Gundala :
“Kalau
lampu merahnya menyala artinya baterainya penuh. Aku hanya beruntung.”
Gundala mengumpulkan para
penjahat lalu mengikatnya. Tak lama seorang berkemeja putih datang menghampiri.
Gundala :
“Bapak?”
Kombes Khrisna Murti :
“Saya
Polisi. Selanjutnya serahkan saja sama Saya.”
Gundala :
“Ah
iya. Silahkan Pak. Saya akan pergi.”
Kombes Khrisna Murti :
“Monggo
- monggo.”
Gundala berlari lagi melanjutkan
pengejarannya pada Iskandar.
68. INT – Di Ruang Laboratorium Pak Ambdullah - Siang
Pak Abdullah sedang duduk di
depan komuter sambil mengenakan headset. Dia sedang melacak keberadaan mobil
Iskandar dan memberitahukannya pada Sancaka dengan alat telekomunikasi khusus.
INTERCUT WITH :
69. EXT – Di Jalan raya Jakarta – Siang
Gundala sedang berlari
mengejar mobil Iskandar. Dia menerima panggilan dari Pak Abdullah dengan alat
telekomunikasi yang terpasang di maskernya.
Gundala :
“Iya
Pak? Masuk!”
Pak Abdullah :
“Dia
sedang di Tol jati sari. Sepertinya Dia mengarah menuju bandara?”
Gundala :
“Baik
Pak.”
Gundala melesat berlari.
70. INT – Di dalam Mobil Iskandar – Siang
Iskandar sedang melaju
bersama Mobilnya. Dia di temani dua orang penjaga.
Iskandar :
“Kalian
sudah dapat kabar dari Gandi?”
Sopir :
“Belum
Pak.”
Iskandar :
“Lalu
bagaimana dengan pesawat?”
Sopir :
“Aman
Pak. Begitu sampai Kita bisa langsung lepas landas.”
Iskandar melihat kaca spion
mobilnya. Sosok Gundala tampak di kejauhan.
Iskandar :
“Gandi
ternyata gagal? Tidak biasanya.”
Iskandar berbalik, Dia
melihat Gundala yang sedang mendekat dari kaca belakang. Dia mengangkat
tangannya lalu mengibaskannya. Bersamaan, sebuah mobil yang terparkir di
pinggir jalan tiba – tiba terbang dan langsung menghantam Gundala. Melesat
bersamanya, menghantam jendela pertokoan di pinggir jalan. Iskanda merasa puah
lalu kembali berbalik ke arah depan.
Iskandar :
“Semoga
kali ini bisa menghentikannya.”
Mobil Iskandar tetap
melanjutkan perjalanannya.
Iskandar :
“Sangat
di Sayangkan. Kamu bisa menghubungi Gandi?”
Penjaga :
“Bisa
Pak tapi yang menerima panggilannya Bukan Dia tapi Polisi. Katanya, Bapak akan
ditangkap atas tuduhan beberapa kasus pembunuhan, tindakan pidana Korupsi dan membuat
kegaduhan di jalan raya hingga menyebabkan orang celaka.”
Iskandar :
“Kamu
sampaikan, Saya minta maaf. Dan kegaduhan di jalan Raya itu karena Gundala,
Kita kan hanya merespon!”
Penjaga :
“Dia
bilang Gundulmu Pak.”
Iskandar :
“Ya
sudah tutup saja telponnya.”
Tiba – tiba Mobil Iskandar
berhenti.
Iskandar :
“Kenapa
Mobilnya berhenti?”
Sopir :
“Dia
ada di sana Pak.”
Iskandar melihat ke kaca
depan. Di kejauhan, di bawah bawah traffic light, Gundala berdiri diam, menatap
balik ke mobil Iskandar.
Iskandar :
“Maju!
Tabrak Dia!”
Mobil Iskandar kembali
melaju menuju ke arah Sancaka berdiri. Sancaka mengangkat tangannya. Sulur –
sulur listrik bermunculan di ujung – ujung jari kedua tangannya.
Gundala :
“Listrik
bisa menghasilkan Kalor.”
Gundala menembakkan petir
besar pada mobil Iskandar. Roda depan mobil Iskandar terbakar lalu membuatnya
oleng. Mobil Iskandar berguling di jalan. Dua orang anak buahnya diam terkapar
sedangkan Iskandar masih sadar meski pelipisnya terluka.
Orang – orang di sekitar
berlarian menjauh dari jalan saat terjadi kegaduhan. Gundala masih berdiri diam
melihat Mobil Iskandar. Dia akan menhampiri tapi mobil Iskandar perlahan
bergerak.
Tiba – tiba mobil Iskandar
terbelah menjadi dua. masing – masing bagian terlempar ke arah berawanan dan
Iskandar berdiri di tengah jalan. Tangan kanannya menggenggam sebuah koper.
Gundala :
“Iskandar!
Berikan Koper itu! Kamu tidak boleh menyebarkannya!”
Iskandar :
“Kenapa
Aku harus mendengarkanmu?”
Sebuah mobil hitam sedang
melaju kencang di jalan. Di dalamnya ada seorang ibu di belakang kemudi dan
seorang anak di sampingnya. Iskandar berdiri di depannya dan Mobil itu tidak sempat
untuk mengerem. Iskandar melihat lalu dengan kekuatan magnetnya, membuat mobil
itu melayang di udara, tepat di atas kepalanya.
Iskandar :
“Satu
hal lagi! Iskandar sudah lama mati! Panggil Aku Ghazul!”
Dia melemparkan mobil itu
kepada Gundala. Gundala menangkap tapi justru tubuhnya terdorong sampai
menghantam Bis yang parkir di belakangnya. Berkat Gundala, mobil itu tidak
mengalami benturan parah. Kedua orang ibu dan anak itu selamat. Mereka keluar
lalu pergi menjauh.
Sambil sempoyongan, Gundala
keluar dari Bus. Dia bersiap memulai pertarungannya, begitu juga Ghazul. Gundala
menambil kuda – kuda dan Ghazul menarik sebuah mobil lalu mematahkannya hadi
dua. Tanpa aba – aba, Gundala berlari melesat menuju Ghazul. Ghazul merespon
dengan melemparkan dua bagian mobil yang ringsek. Gundala berhasil mengelak
lalu lanjut berlari menuju Ghazul.
Gundala dan Ghazuk beradu
pukul. Gundala melayangkan pukulan dan mengenai dada Ghazul hingga membuatnya
terlempar jauh. Ghazul segera menyerang balik dengan melemparkan dua buah mobil
dan Gundala kembali berhasil mengelak. Begitu juga dengan serangan lainnya. Tapi
tak terduka, rongsokan besi menghantam Gundala dari belakang. Gundala lengah
dan dua buah mobil berhasil menghantam dan menghimpitnya. Dia terjebak.
Ghazul sumringah. Dia
mendekatkan Gundala yang sedang terhimpit badan Mobil. Dengan kejam Ghazul
semakin menghimpit Gundala. Tanpa disadari, Gundala mengeluarkan tangannya lalu
menyerang Ghazul dengan petirnya dengan maksimal. Ghazul terlempar dan Sancaka
terlepas dari himpitan dua mobil.
Gundala tampak kepayahan dan
baterai di tangan kanannya redup. Ghazul perlahan berdiri kembali dan Dia
tampak murka. Dada kanannya terbakar karena petir Gundala. Ghazul mengangkat
tangannya dan dari belakangnya, sebuah truck tangki BBM melayang dan berhenti
di atasnya.
Ghazul :
“Kali
ini matilah Kamu!”
Truck tangki BBM melayang,
menyerang. Gundala yang masih kepayahan berusaha menghindar. Truck tangki
menghantam jalan, ledakan besar terjadi. Gundala melesat jauh dan mendarat di
atas sebuah mobil ringsek. Dia diam tak bergerak.
Ghazul :
“Kenapa
Kamu tidak sadar juga? Level Kita sudah bukan Manusia! Kita Tuhan teman!”
Ghazul merentangkan
tangannya. Perlahan Dia melayang. Dia melayang semakin tinggi sambil menebar
wajah angkuh dan sombong. Sebuah bangunan yang masih berupa rusuk – rusuk besi
terlihat. Ghazul melihatnya lalu menarik besi – besi bangunan terbang
berkumpul, berputar – putar di atasnya.
Ghazul :
“Di
tanganku sekarang hidup dan mati orang. Siapa yang meragukanku?”
Sorang anak tiba – tiba
muncul ke jalan, sedang memungut anak kucing. Ghazul melihatnya.
Gundala melihat anak itu dan
Dia melihat Ghazul yang sedang memandang bocah itu juga. Dia ingin menggapainya
tapi tubuhnya lemah tak bertenaga. Sebuah teriakan terdengar memanggilnya. Sancaka
menoleh, itu Pak Abdullah. Benda bercahaya terbang tergeletak di sampingnya.
Ghazul melemparkan bilah –
bilah besi kepada seorang bocah di daratan. Besi – besi itu menancap ke tanah
tapi bocah itu tidak ada di tempat. Gundala berhasil menyelamatkannya di saat
terakhir. Bocah itu segera lari, pergi menuju orang tuanya.
Power Baterai Gundala terang
kembali. Di ujung jauh, Regina tampak sedang berlindung sambil menampakkan
wajahnya pada Gundala. Berkat Power Baterai pemberian Regina, Gundala kembali bertenaga.
Gundala :
“Kamu
salah. Kita tidak sempurna seperti pikiranmu.”
Gundala menarik sebuah tiang
besi yang tertancap ke tanah.
Ghazul :
“Rasakan
ini!”
Ghazul melemparkan bilah –
bilah bersinya ke tanah. Sambil memegang tongkat besi, Gundala bergerak
menghindari serangan Ghazul. Kemudian Gundala melompat kesana – kemari,
menapaki dinding – dinding bangunan. Perlahan Dia mendaki gedung dan berhasil
di puncaknya sambil tetap memegang tiang besi.
Ghazul :
“Mati
Kau!”
Ghazul melemparkan belasan
besi ke arah Gundala. Alih – alih menghindar, Gundala justru melesat menuju
hamparan besi yang sedang melaju.
Belasan besi melesat
melewatinya. Bahu kanannya terkoyak terkena terjangan salah datu besi terbang
tapi Gundala berhasil melewati serangan besar Ghasul. Kemudian, Dia menghantam
Ghazul dengan keras dan Mereka berdua menukit cepat menuju tanah.
Sebuah mobil Kontainer yang
melaju pelan di jalanan. Tiba – tiba Gundala dan Ghazul yang sedang menukik
menghantam kuat. Kontainer berguling dan terkoyak, disertai kilatan – kilatan
listrik. Kontainer itu berhenti dan Diam. Orang – orang segera berkerumun
mendekat tapi dengan cepat dihadang oleh Polisi setempat.
Gundala merayap keluar dari
balik Kontainer. Dengan segera, Dia dikepung oleh belasan Polisi bersenjata
lengkap.
Polisi :
“Angkat
tangamu! Letakkan senjata!”
Gundala mengangkat tangannya
Gundala :
“Saya
tidak bersenjata Pak.”
Gundala mengangkat tangannya
di tengah todongan para Polisi. Tak berselang lama Pria berkemeja putih datang.
KOMBES Krisna Murti :
“Apa
yang Kalian lakukan. Dia bukan penjahatnya. Dimana Dia?”
Gundala :
“Dia
ada di sana Pak.
Gundala menunjuk ke lubang
Kontainer. Di sana terlihat Ghazul sedang terkapar dengan tiang besi menancap
di bahu kanannya hingga menembus tanah.”
Gundala :
“Dia
bukan Manusia biasa. Jika didiamkan beberapa saat, kekuatannya akan kembali
pulih. Sementara besi itu mengalirkan kekuatannnya ke Bumi. Pastikan Dia selalu
terhubung ke Ground untuk melemahkannya.”
KOMBES Krisna Murti :
“Akan
Saya panggil tim Khusus untuk menangani ini. Terima kasih.”
Gundala berjalan menjauh.
Orang – orang berhamburan ke jalan dan memberi Gundala tepuk tangan, terima
kasih. Salah satunya, bocah yang sudah diselamatkannya, bersama ibunya. Gundala
mulai berlari kembali lalu melesat, menghilang.
GUNDALA
|
Kekuatan :
·
Berlari kencang mencapai 500km/jam
·
Bisa menembakkan petir
sampai1000KV dari tubuhnya
·
Mampu melompat tinggi sampai 30m
·
Mampu menyembuhkan diri lebih cepat dari manusia
normal
·
Memiliki daya tahan tubuh lebih dari manusia
normal
|
Tokoh :
1. Sancaka / Gundala
Umur
: 28 thn
Pekerjaan
: Peneliti / Ilmuan
Ulasan
:
Dia
lahir di Jogjakarta 23 Januari 1958. Tumbuh
menjadi remaja genius dan berhasil dengan mudah masuk ke Universitas yang sama
dengan Iskandal, sahabatnya, di jurusan Sains dan
teknologi. Di tahun ke empat masa kuliah, Dia
mengalami kecelakaan lalu lintas. Akibat
kecelakaan itu, kaki
kanannya harus cacat. Sancaka harus menggunakan
kursi roda dalam melanjutkan kuliahnya sampai
kelulusannya. Tahun 1985, sancaka lulus S2.
Kemudian bersama Iskandar dan dengan sokongan dana beberapa Investor, Dia melakukan riset untuk membuat Serum Ion
Genesis yang dimaksudkan untuk mengembalikan kakinya yang cacat. Dua tahun berlalu, hari hari Ujicoba serum tiba dan Sancaka menjadi Subject eksperimen Ujicoba
Serum. Hasilnya kaki Sancaka yang tadinya cacat berhasil normal kembali
tapi ternyata justru nyawa Sancaka malayang akibat Eksperimen itu.
Tiba – tiba Sancaka terbangun dari
kematiannya. Tak hanya itu, Dia juga
mendapat anugerah kekuatan memebihi manusia biasa. Dia mampu berlari sangat
kencang dan menembakkan petir dari tubuhnya. Masalahnya adalah Dia harus
menjalani kehidupan keduanya di Dunia yang berbeda, 30 tahun setelah
kematiannya. Semua orang terdekatnya sudah hilang di telan waktu, menyisakan
Iskandar seorang.
Iskandar yang sekarang telah
berubah. Dia menjelma menjadi sosok baru, Ghazul dan menebar teror. Pada akhrinya
Sancaka harusnya melawan Ghazul sahabatnya dari balik topeng Gundala.
Watak : Pintar, Berani,
Idealis, percaya diri
2. Minarti
Umur : 25 thn & 55 thn
Pekerjaan : Mahasiswi &
Pensiunan Dosen
Ulasan :
Sejak sekolah menengah atas, Minarti dan Sancaka sudah dekat. Hubungan cinta keduanya mulus sampai ke jenjang kuliah. Pasca kecelakaan yang menimpa Sancaka, hubungan Cinta Minarti dan Sancaka merenggang. Sancaka yang terlalu meratapi kecacatannya,
sedikit melupakan keberadaan Minarti. Namun
Minarti tetap tabah. Bertahun – tahun Dia tetap menemani dan menunggu sampai
Sancaka bangun dari sedihnya dan kembali pada Cintanya.
Watak : lemah lembut, kalem,
pintar, setia
3. Regina Aratasya
Umur
: 22 thn
Pekerjaan
: Mahasiswi
Ulasan
:
Regina
adalah seorang remaja kutu buku yang pendiam. Sejak kecil Dia kurang pintar
dalam bergaul sehingga hanya memiliki beberapa teman saja yang dekat dan akrab.
Diperkuliahannya, ada dua sosok teman akrabnya sejak sekolah mengah yaitu Suci
dan Fitria dengan karakter masing – masing. Apalagi sejak meninggalnya Andika
kekasihnya, Regina menjadi orang yang pemurung dan pendiam. Namun dua orang
temannya itu selalu setia mendampingi.
Suatu Hari regina mendatangi makam Andika. Di
luar dugaan ternyata tiga orang preman menyergap Regina, bermaksud
berbuat jahat padanya. Di saat genting, keajaiban
terjadi. Petir menyambar bertubi – tubi pada sebuah makam lalu dari baliknya
muncul Sancaka. Itu saat pertama pertemuan Regina dan Sancaka.
Watak
: Pendiam, pintar, Introvert
4. Ahmad Abdullah
Umur
: 56 thn
Pekerjaan
: Dosen & Peneliti
Ulasan
: Seorang Peneliti sekaligus pimpinan perusahaan kecil bernama PT. Garuda
Teknologi Indonesia. Dia Ayah dari Regina. Sejak meninggalnya istrinya saat
Regina di bangku sekolah dasar, Abdullah membesarkan Regina sorang diri.
Kegiatannya sehari – harinya menjalankan perusahaan
kecilnya yang bergerak di bidang jasa Riset Teknologi.
Dia sangat berjasa bagi Sancaka. Selain
memberikan tempat tinggal, Dia juga memberikan sejumlah alat untuk menunjang tubuh
Sancaka yang abnormal. Kadang Dia juga memberi
nasehat – nasehat pada Sancaka seperti anak sendiri.
Watak
: Pintar, Bijak, genius, cinta Negara, penyabar
5. Iskandar al Ghazul
Umur
: 30 thn & 60 thn
Pekerjaan
: Peneliti dan pimpinan perusahaan PT.
Ulasan
:
Merupakan Pemimpin Perusahaan PT. Ghazul Farmasi
International yang bergerak di bidang Farmasi. Dia berasal dari Keluarga yang
kaya di Jogja. Sejak kecil Dia sudah hidup berkecukupan sampai remaja. Sejak Sekolah menengah atas,
Dia berteman karib dengan Sancaka. Berlanjut di masa kuliah, di universitas yang sama sampai kelulusan.
Suatu hari,
atas ajakan dari Sancaka, Iskandar melakukan sebuah riset untuk membuat Serum
Ion Genesis. Dua tahun lamanya Mereka berdua bekerja hingga akhirnya proses
ekperiment Ujicobapun tiba dimana Sancaka menjadi Subject
Ujicoba Serum Genesis. Namun sayang, walau Serum itu berhasil menormalkan
kembali kaki kanan Sancaka tapi Sancaka sendiri meninggal.
Bersamaan dengan meninggalnya
Sancaka, hancur pula hidup Iskandar. Harta tak ada, Dia hanya hidup luntang –
lantung meratapi kegagalannya. Hingga Minarti datang ke hadapan Iskandar. Dia
yang mengarahkan Iskandar kembali ke kehidupan normalnya. Akhirnya Iskandar
menikahi Minarti.
Watak
: Ambisius, pintar, bermulut besar, berani ambil
resiko
6. Gandi
Umur
: 43 thn
Pekerjaan
: Tentara bayaran/ anak buah Ghazul
Ulasan
:
Sebagai
seorang Kopasus, dua puluh tahun Dia sudah hilir mudik dengan berbagai misi
menantang bahaya demi Negara. Salah satu misi terbesarnya adalah turut serta
dalam Operasi pemberantasan Pemberontakan di Irian jaya dan berhasil menangkap
panglima pemberontak. Namun dalam Operasi itu, salah seorang teman
dekatnya gugur. Dan amarahnya meledak kala Dia merasa penghargaan Negara terhadap jasa Temannya yang gugur kurang. Sejak itulah Dia kecewa
dan memutuskan keluar dari dunia militer.
Gandi melanjutkan hidupnya sebagai rakyat sipil. Dia
bekerja sebagai peternak sukses. Setelah lima tahun hidup bahagia, musibah datang. Dokter memvonis anak perempuannya menderita
leukimia.
Hartanya habis untuk membiayai pengobatan anaknya. Untuk
menambah kekurangan biaya, Dia bekerja sebagai Depcolector.
Akhirnya Dia bertemu Iskandar yang mempekerjakannya sebagai Bodyguard. Diapun
menyambut kerja kotor dari Ghazul yaitu menjadi eksekutor untuk para pesaing
bisnis Iskandar.
Watak
: Tegas, Loyal, Sayang keluarga
7. Santoso
Umur
: 30 thn
Pekerjaan
: Pengangguran, Penjahat, Mantan Narapidana,
Ulasan
:
Santoso
terlahir dari keluar miskin di kampong kecil di gunung kidul Jogjakarta. Di
usia sepuluh tahun, tepatnya saat kelas tiga SD, Dia berhenti sekolah karena
Biaya. Akhirnya dalam keseharian Dia pergi bersama Ayahnya untuk membantu bekerja
menjadi buruh harian lepas.
Di
usia enam belas tahun Dia pergi merantau ke Jakarta bermaksud mencari pekerjaan
tapi kerasnya kehidupan di Jakarta malah menjerumuskannya ke dalam dunia gelap.
Walau demikian Dia sebagai seorang yang bertanggung jawab pada Orang tua. Dari hasil keringatnya yang haram Dia selalu rajin untuk membangun perekonomian Orang tuanya.
Watak
: Tegas, Keras, berbakti pada orang tua
8. Fitria Adindana
Umur
: 22 thn
Pekerjaan
: Mahasiswi
Ulasan
:
Fitria lahir di keluarga sederhana.
Sejak SMA, Dia sudah bersahabat dengan Regina sampai di bangku Kuliah.
Watak
: pintar, dewasa, religious
9. Suci Wulandari
Umur
: 22 thn
Pekerjaan
: Mahasiswi
Ulasan
:
Suci lahir di keluarga yang mapan.
Dia anak termuda di keluarganya dan paling dimanja. Sejak SMA Dia sudah
berteman baik dengan Regina. Karena Regina pintar, Dia juga sering minta tolong
ajar mata pelajaran.
Watak
: cerewet, ketus, kecentilan
10.
Kombes Khrisna Murti
Umur
: 46 thn
Pekerjaan
: KOMBES POLISI
Ulasan
:
Seorang permiwa menengah Polri
sejan Mei 2015 mengemban amanat sebagai Direskrimum Polda Metro Jaya. Khrisna
merupakan lulusan Akpol 1991.